35. Pulau Kematian

137 19 1
                                    

Pelayaran berlangsung begitu hujan telah reda, meski sebenarnya mereka bisa saja melaju dalam hujan namun mereka menghindari kemungkinan buruk terkena badai di tengah laut. Jun yang berada di anjungan kapal lengkap dengan teropong memberi intruksi pada Wonwoo yang berada di ruang kendali jika pulau keempat sudah terlihat.

Walau jaraknya masih cukup jauh namun aura mencekam sudah terasa. Rasanya seperti ada asap hitam yang menguap keluar dari pulau itu. Hansol yang bertengger pada tiang utama kapal lalu terbang menuju bagian dek.

Seungcheol tidak berhasil memulihkan kekuatannya, karena itu misi kali ini akan dijalankan oleh Hansol dan Dokyeom saja. Mereka tak mau ambil resiko jika terjadi sesuatu yang tak diprediksi nantinya. Lagi pun dua orang ini bisa terbang, jadi akan lebih mudah menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Hansol mengalungkan tas besar pada pundaknya, berisi perkakas yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menggali nantinya. Dua orang yang menjalankan tugas itu perlahan berjalan menuju bagian pinggir dari kapal dan mengangguk tanda bahwa mereka telah siap.

Dokyeom mengubah dirinya menjadi seekor elang dan terbang tinggi, diikuti dengan Hansol yang merentangkan sayapnya lebar-lebar kemudian menyusul Dokyeom yang sudah melesat mendekati pulau.

"Hati-hati!" Jun berseru sambil melambai.

Mereka yang ada di atas kapal juga menyemangati dua orang itu.

Sebagai orang yang sudah pernah mendatangi pulau ini Hansol memimpin jalur terbang mereka menuju bagian tenggara pulau.

Berbeda dengan pulau-pulau sebelumnya, ukuran pulau keempat ini cukup kecil. Mungkin hanya sekitar dua ratus meter persegi saja, itupun jika bangkai kapan yang menumpuk pada bagian utara pulau juga dihitung.

Keduanya lalu terbang rendah, mengamati keadaan di bawah. Apakah aman bagi mereka untuk berpijak, namun sepertinya keinginan untuk singgah diurungkan karena melihat tekstur tanah yang lebih mirip seperti lumpur hidup. Tanahnya hitam, berbau busuk dan muncul gelembung-gelembung yang bisa pecah akan mengeluarkan gas berwarna hitam yang baunya menyengat.

Rasanya bau-bau ini disebabkan dari banyaknya korban yang membusuk di pulau ini, sisa-sisa tengkoraknya saja terlihat di beberapa sisi.

"Bagaimana ini?"

Dokyeom mengubah dirinya menjadi manusia kembali setelah mereka bertengger pada pucuk salah satu kapal. Hansol berjongkok memperhatikan sekitar.

"Menurutmu makam itu biasanya bagaimana?" tanya Hansol balik.

"Ada batu nisan di atasnya, atau patok yang menandakan kalau ada yang terkubur di bawahnya."

Pandangan Hansol mengedar, mencari tempat yang rasanya memiliki ciri-ciri seperti apa yang Dokyeom katakan.

"Oh, tapi lain cerita kalau dia dikremasi," tukas Dokyeom.

"Kremasi?" tanya Hansol bingung, kata yang asing baginya.

Dokyeom mengangguk, "ya, mayatnya akan dibakar sampai menjadi abu."

Lalu Hansol merasa tercekat, ia diam lalu mulai mengepakkan sayap, "di Airia orang yang sudah meninggal akan berubah menjadi abu, kami akan menerbangkannya di sekitar pulau agar jiwanya bersatu dengan negeri."

Mendengar cerita Hansol ada sedikit rasa penasaran sekaligus merinding dari diri Dokyeom, kemudian ia mengubah dirinya lagi menjadi seekor burung camar untuk menyusul Hansol yang mulai terbang kembali menyusuri area pulau.

Keduanya berhenti tepat di atas sebuah patok batu besar yang juga panjang, mencuat dari dalam tanah. Merasa kalau tanda ini adalah petunjuk jika makam yang dituju ada di tempat ini, Hansol lalu terbang rendah sambil mengeluarkan sekop.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang