61. Rencana

90 12 0
                                    

"Sudah kubilang menetap itu ide buruk. Lihat sekarang, kapal kita sudah hancur!"

Begitu sampai rumah umpatan itu berubah memicu pertengkaran. Jika sebelumnya Seungcheol diam saja agar tak terjadi konflik, kali ini ia membalas ucapan Soonyoung karena amarahnya juga memuncak.

"Yang menghancurkan kapal bukan aku, kenapa kau terus memojokkanku?!"

"Karena kau yang memaksa kita menetap." tukas Soonyoung pula.

"Kau pikir kalau kita tidak menetap apakah kita masih hidup sekarang?"

"Kami bahkan masih hidup enak kalau kau tidak datang ke kehidupan kami," balas Soonyoung sengit. Awal permasalahan kan Seungcheol, tentu yang patut disalahkan atas kondisi mereka adalah Seungcheol.

Anggota lain diam, tidak berani melerai. Bahkan Wonwoo sekalipun. Cuaca di luar menambah buruk keadaan, kilat menyala diiringi gemuruh besar. Hendak terjadi badai lagi.

Perkataan Soonyoung langsung menohok, Seungcheol terdiam dengan fakta yang ada. Memang semuanya berawal dari dia, kalau ia tahu akan sesulit ini rasanya ia tak mau ambil resiko menerima tawaran Wonwoo untuk kembali menjelajah. Sia-sia saja rupanya.

Kehancuran kapal itu seketika membuat seluruh anggota pesimis. Posisi mereka serba salah sekarang karena rasanya kepala desa sudah tidak menyukai mereka, apalagi penduduk desa nantinya. Mereka juga tidak bisa keluar dari pulau ini.

"Sudah, redakan amarah kalian," Jihoon bersuara, ia berusaha menengahi. Solusi tidak muncul dalam keadaan marah.

"Mengapa tiba-tiba mereka mengubah aturannya seperti itu?" bisik Seungkwan heran. Mereka yang berada di kebun langsung berlari ketika penduduk heboh menyebut ada peristiwa menegangkan tengah berlaku. Sialnya ia malah melihat bagaimana kapal mereka dihancurkan di depan mata.

Chan mengedikkan bahu, sepulangnya mereka menengok kapal di gua mereka langsung terkejut tidak mendapati kapal mereka di posisi semula.

"Orang-orang di pulau ini aneh," ujar Myungho.

"Sejak awal aku bilang seperti itu," sahut Jihoon.

"Bukan," Myungho menjawab, "mereka aneh baru-baru ini saja. Mereka tidak punya bayangan."

"Bayangan?"

Alis Soonyoung naik, mungkin ia kurang peka jadi tidak memperhatikan hal semacam itu.

"Tidak semua, tapi kebanyakan dari mereka tidak punya bayangan. Hansol juga tidak punya bayangan."

Mendengar nama Hansol disebut barulah sadar mereka kalau pria itu tidak ada di antara mereka, bahkan ketika mereka berkumpul di balai desa tadi.

"Sepertinya hanya Myungho yang bisa melihat itu," imbuh Jeonghan, "dia bilang Hyunjin dan ayahnya Gyuri juga tidak punya bayangan."

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Mingyu bingung.

Banyak spekulasi muncul tentang keanehan yang terjadi.

"Kita harus menjaga jarak dengan Hansol," putus Myungho, pandangannya beralih pada Seungkwan, "dia terus mencarimu, kau harus hati-hati."

Seungkwan bergidik ngeri, pantas saja ia merasa janggal dengan perilaku Hansol yang berulang kali memintanya pergi ke gunung. Kalau tahu sejak awal pasti ia tolak mentah-mentah, entah apa yang akan berlaku padanya jika ia mengiyakan ajakan itu.

"Katamu Hyunjin juga tidak memiliki bayangan?" Jihoon memastikan, pikirannya kembali pada kejadian hari ini, "dia menangkap Terra, apakah anak itu akan baik-baik saja?"

Sadar dengan fakta itu Myungho melongo, mendadak rasa bersalah menyelimuti diri.
"Para penduduk itu juga tidak memiliki bayangan."

"Terra? Dia sudah ditangkap?" tanya Jun.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang