73. Kutukan

86 11 2
                                    

Kata orang-orang kelahiran Terra adalah pertanda hadirnya kutukan di pulau ini. Katanya dia adalah suatu kesalahan fatal yang seharusnya tidak pernah ada. Gyuseok harusnya tahu, sepatutnya paham. Dialah orang paling tak tahu malu di dunia ini.

Pernikahannya dengan Putri kepala desa menjadikan ia memiliki tahta begitu mertuanya tidak kembali usai melakukan pelayaran. Seharusnya ia bersyukur. Bukan malah menodai saudari kandung sendiri dengan dalih sang istri tak kunjung memiliki keturunan.

Akibatnya hadirlah Terra di antara mereka. Buah cinta tanpa dosa yang malah dicap sebagai kutukan.

Kalau mengikuti aturan adat, seharusnya Terra lah yang nantinya harus mengemban tahta. Namun, apa yang bisa diharapkan dari seorang anak yang terlahir cacat? Yang bahkan kedatangannya tidak sempat disambut oleh sang Ibu karena mengantarkan nyawa demi sang buah hati agar bisa melihat dunia.

Sebetulnya Gyuseok sudah berencana untuk mengakhiri Terra sebelum anak itu tumbuh. Tetapi Tara melarangnya, takut jika nanti mereka tak kunjung memiliki keturunan kalau melakukan hal keji itu.

Kemudian, setelah empat tahun hadirlah Gyuri di antara mereka. Dia yang sejak lahir segera disiapkan untuk menjadi pemimpin selanjutnya.

Terra dan Gyuri itu sedekat nadi, melindungi satu sama lain dan saling menjadi tempat bersandar.

"Aku tidak mau latihan panahan hari ini."

Gyuri yang baru menginjak masa remaja berujar, memperhatikan telapak tangannya yang terkelupas akibat menggenggam busur kemarin. Ia dan Terra duduk di atas batu yang menghadap ke arah laut. Keduanya berada di pulau bagian timur, tempat rahasia keduanya jika sedang kabur dari tuntutan belajar ini itu. Hanya Gyuri sebetulnya karena Terra diabaikan sejak Gyuri hadir.

Tangan Terra bergerak, ia tak bisa bicara namun ia bisa mendengarkan. Jadi ia berusaha berkomunikasi dengan apa yang ia bisa seolah berkata, "kenapa?"

"Aku lelah," jawab Gyuri, rambut panjangnya terurai oleh angin laut, "Ibu bilang aku pasti menjadi kepala desa selanjutnya. Tapi aku tidak mau, mengapa mereka tidak bertanya aku mau atau tidak."

Tangan Terra bergerak lagi, membentuk pola asbtrak dengan isyarat tertentu yang ajaibnya bisa dimengerti oleh Gyuri.

"Kenapa tidak mau menjadi kepala desa?" terka Gyuri atas pola tangan Terra, Terra mengangguk. "Aku tidak mau saja. Terlihat melelahkan, mengurus ini itu, aku tidak suka."

Terra tersenyum, ia menarik tumbuhan di sekitar mereka, menjalinnya membentuk lingkaran lalu diletakkan di atas kepala Gyuri. Kemudian ia bereaksi seolah Gyuri tampak sangat cantik saat ini. Tangannya bergerak lagi, mengatakan "kau cantik, nanti juga pasti cantik kalau menjadi kepala desa."

Ungkapan singkat dari Terra membuat Gyuri menyunggingkan senyumnya. Ia tertawa dan memeluk Terra.

"Saudariku jauh lebih cantik. Kalau memang nanti aku terpaksa menjadi kepala desa, tolong bantu aku ya. Aku tidak bisa melakukannya sendirian."

Terra mengangguk, untuk saudarinya apa yang tidak akan ia lakukan. Tangannya terulur, balas memeluk Gyuri dan mengusap rambutnya.

Terra tahu semuanya, mungkin sedikit anugrah dari kekurangan yang ia miliki adalah memiliki kekuatan membaca masa depan. Dan begitu melihat Gyuri ia melihat masa-masa menyenangkan nan indah. Tanpa harus disebutkan ia tahu segala hal baik akan datang pada saudarinya.

"Tuan Gyuri! Tuan Gyuri!"

Pelukan mereka terlepas. Keduanya terkesiap saat mendengar suara teriakan menggema dari arah tebing.

"Itu pasti para prajurit!" terka Gyuri, "dia mencariku."

Tangan Terra bergerak, mengintruksikan agar mereka pergi dari tempat ini sebelum para prajurit menemukan mereka. Bisa ketahuan tempat persembunyian ini kalau tidak cepat.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang