71. Pertarungan di pantai

88 9 4
                                    

Seolah bisa memprediksi, Terra bergerak menuju pulau bagian timur laut yang pantainya tidak terkena efek tsunami lebih parah. Gyuri mengikuti langkahnya disusul oleh Jun yang susah payah bergerak karena cedera yang ia alami. Ketiganya menutup hidung dengan pakaian sendiri untuk mencegah terhirupnya abu vulkanik, berjalan pelan karena jarak pandang terbatas.

Keadaan pulau benar-benar mengerikan karena erupsi masih berlangsung, Seungkwan dan Joshua beradu kekuatan sehingga menyebabkan puncak gunung dialiri oleh lahar dingin hitam yang materialnya tumpah ke berbagai sisi.

Pegangan Gyuri pada dahan kayu mengerat melihat segerombolan orang tengah berkumpul di pantai dengan deretan burung berkepala tengkorak berjajar mengelilingi. Di bagian tengahnya adalah orang-orang yang ia kenali, mereka berdiam diri dalam pengaruh hipnotis.

Tiga orang itu bersembunyi di balik reruntuhan pohon, mengamati hal tengah berlaku untuk mencari tahu.

"Hanya tinggal syarat dari pulau kelima yang belum kita dapatkan," ucap Dery, ia melirik ke arah orang-orang yang dalam pengaruh hipnotisnya kini sedang berusaha memecah bongkahan es di mana Steven dibekukan.

Yeosang meregangkan otot leher, "orang-orang itu tampaknya sudah mendapatkan syaratnya. Pria pengendali air itu kekuatannya bertambah, kurasa dia yang memegang batunya."

Dery mengangguk setuju, asumsinya pun demikian. Ia lalu melihat ke arah Gyuseok yang duduk bersimpuh di hadapannya dengan tatapan kosong. Kaki Dery naik ke pundak Gyuseok dengan kepala yang ia miringkan guna mengamati pria paruh baya itu lebih lekat.

"Tidak mungkin kau tidak bisa menyerahkan kekuatan tanahmu itu pada kami, kau saja bisa merebut kekuatan itu dari anakmu."

"Menurutku," Yeosang bicara, Dery menoleh dan menurunkan kakinya, "dia tidak bisa melakukannya karena dia tidak berhak atas kekuatan ini."

"Dia memang tidak pantas," tukas Dery.

"Mereka pasti punya semacam batu yang mirip dengan batu syarat di pulau kelima, batu elemen tanah. Dan lagi kekuatan tanah ini umumnya diserahkan kepada pihak perempuan karena mereka dianggap lebih bisa mengendalikannya."

Mendengar penjelasan Yeosang, Dery terkekeh.

"Kau tidak lihat bagaimana tuan putri itu menggunakan kekuatan ini? Dia sangat lemah. Begitu juga ibunya yang langsung mati begitu kita serang, bisa mengendalikan apanya?"

Di tempat persembunyian, Gyuri menunduk, menatap ke arah kalung berliontin batu hitam mengkilap dengan titik cokelat terang di beberapa sisi. Kalung pemberian sang ibu di masa-masa kritisnya sebelum tewas.

Kini Gyuri tahu fungsi benda itu. Jika pendapatnya benar, ia bisa mengambil kembali kekuatan tanah.

Belenggu es yang mengurung Steven terbuka, pria itu membuka matanya dengan napas terengah. Dery dan Yeosang berjalan mendekat dengan Yeosang yang kemudian berjongkok.

"Ck, payah!" umpatnya langsung di depan muka Steven, "hanya mengurusi satu orang saja kau tidak becus."

Mendapatkan ungkapan kekesalan Steven langsung balik marah, "bukan salahku sialan! Mereka menyerangku ketika lengah. Dia pasti sudah mati kalau para bedebah itu tidak mengganggu."

"Huh. Sepertinya kau yang mati," balas Dery sengit.

Perlahan Steven bangkit, mencengkram dada kirinya yang terasa nyeri setelah penyerangan. Dalam hatinya telah terucap sumpah akan membunuh Joshua kalau mereka bertemu lagi.

Yeosang berdiri, berbalik menatap ke arah gunung tempat di mana pergulatan api dan es tengah berlangsung. Masih sengit. Ia bertukar pandang dengan Dery yang tersenyum sinis.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang