18. Fatamorgana

142 21 2
                                    

"Biasanya di gurun akan ada oasis"

Myungho berbicara sembari menjaga langkahnya agar tak tenggelam pada pasir tebal sepanjang perjalanan. Begitu matahari sudah naik, tim penjelajahan sudah mulai menyusuri pulau untuk mencari barang yang diminta.

Jihoon yang berjalan paling depan mengangguk, menyetujui ucapan Myungho.

"Tapi kita harus berjalan seberapa jauh lagi, tidak ada tanda-tanda akan adanya air di tempat ini," balas Joshua yang berada di belakang Myungho

Tim penjelajah kali ini terdiri atas enam orang. Jihoon yang memimpin jalan sembari menulis rute yang sudah mereka lewati, Myungho sebagai orang yang handal dalam pencarian, Joshua si pengendali air, lalu ada Seungcheol, Jun dan Chan yang berjalan secara berurutan.

"Kau kan pengendali air hyung," sahut Chan dari baris paling belakang, "apa kau tidak bisa mendeteksi air?"

Pertanyaan Chan membuat Joshua agak tersinggung, sejak mereka berjalan jauh ia sudah mencoba berulang kali namun tak ada jejak air sama sekali. Kekuatannya bukanlah mengeluarkan air dari telapak tangan, jadi ia tidak bisa seenaknya membasahi pasir gersang ini dengan persediaan yang ada.

"Tempat ini gila," ujar Jun, melihat sekitar dengan teropong, "bahkan seekor semut pun tidak ada."

"Siapa yang bisa bertahan di pulau tandus ini," kata Myungho sambil menggoyangkan kakinya untuk merontokkan pasir yang masuk ke dalam sela-sela sepatu.

Jihoon mendengus, ia berhenti berjalan. Menatap lurus ke depan dengan tatapan tak yakin.

"Ada apa Jihoon?" tanya Seungcheol dari belakang.

Jihoon diam, menimbang perkiraannya lalu menoleh ke belakang.

"Bukankah kita sudah melewati bukit pasir ini?"

Mereka segera melihat ke arah yang ditunjuk oleh Jihoon. Tak ada satu pun yang bergeming, mereka juga bingung. Pasalnya ada banyak sekali bukit pasir di sekitar mereka, bahkan terlihat identik sehingga sulit dibedakan, tidak bisa diputuskan apakah mereka telah melewatinya atau belum.

Seungcheol berjalan mendekati Jihoon, mengecek gambar yang Jihoon buat untuk mencocokkannya dengan jalur yang telah mereka lewati. Tadinya ia ingin melihat jejak kaki  yang mereka hasilkan untuk menentukan apakah sudah melewati tempat ini atau belum namun sialnya bekas tapak kaki itu hilang dengan mudahnya tertimbun pasir yang tertiup angin gurun.

Jun berlari ke tempat tinggi, melihat menggunakan teropong untuk menaksir seberapa jauh sudah mereka berjalan. Sejauh mata memandang ia hanya melihat tumpukan pasir tebal, ini gawat sekali.

Tak lama kemudian angin berhembus kuat membawa serta pasir yang membuat sakit mata.

"Berlindung!"

Seungcheol berseru sembari memasangkan kain pada mulut, ia segera tiarap. Yang lain mengikutinya melakukan hal yang sama. Jun segera melompat turun, berjajar dengan yang lain melindungi diri mereka dari badai pasir yang berlangsung cukup lama.

Begitu badai berhenti, mereka bergerak mengeluarkan tubuh yang nyaris tertimbun pasir. Seluruhnya bernapas lega, berdiri lalu membersihkan diri dari pasir yang menempel.

Chan mengeluarkan perbekalan air dari dalam tas, meneguknya cepat. Matahari berada di posisi puncak membuat peluh mengucur deras. Mereka berbagi air yang ada mencegah dehidrasi. Tetapi, ketika mereka selesai istirahat tampilan gurun ini tak lagi sama dengan saat terakhir mereka melihatnya.

Jun berjalan ke tempat tinggi, mencari tahu keberadaan mereka sekarang.

"Bagaimana?" Seru Seungcheol pada Jun.

✔Even If The World Ends Tomorrow [SEVENTEEN] Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang