Part 23 Disekap

229 9 0
                                    

Hallo, aku up sehari 2 kali, ya kebetulan ceritanya udah end di draf. Pada penasaran apakah happy atau sad?🤭

 Pada penasaran apakah happy atau sad?🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

“Makasih.”

Sebelum benar-benar masuk Ola memastikan terlebih dahulu bahwa Esa sudah menjauh dari pelataran rumahnya. Setelahnya ia berbalik, tetapi urung begitu ia merasakan ada yang mengawasinya.

Ia menoleh menatap sekitarnya yang tidak ada siapa-siapa. Apa hanya perasaannya saja? Tanpa mau berlama-lama di luar Ola segera masuk ke dalam rumahnya.

Ting!

Baru saja Ola keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil tersampir di pundaknya itu, sontak mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja belajarnya.

“Nayya?” gumamnya mengernyit heran.

Temui gue di dekat kafetaria.

Tumben-tumbennya Nayya mengirimkan ia pesan biasanya langsung telepon atau bahkan vidio call. Meski seperti itu ia langsung saja bersiap-siap. Mungkin saja sahabatnya itu ada masalah dan perlu cerita secara langsung.

“Mbak, aku keluar bentar, ya. Mau ketemu sama teman,” pamit Ola kepada Nana yang kebetulan lewat.

Nana mengangguk. “Hati-hati, Dek Ola.”

Usai pamit dengan mbak Nana Ola melangkah keluar rumah sesekali mengecek alamat yang dikirimkan Nayya yang ternyata lumayan dekat dengan rumahnya.

“Nayya, ke mana, sih?! Katanya bentar lagi sampai.” Ola berkali-kali bergeretu kesal.

Pasalnya ia sudah menunggu Nayya selama setengah jam. Sesekali ia melihat jam di ponselnya yang semakin malam dan ia tidak terbiasa pulang larut malam. Ia menoleh menatap kafetaria yang tak jauh dari tempatnya menunggu.

Sepertinya ia menunggu di sana saja, tetapi belum sempat melangkah tiba-tiba ada yang membekap mulutnya dari belakang. Ia sempat meronta sayangnya kain yang membekapnya terdapat bius hingga kesadarannya menipis dan akhirnya kegelapan menguasai dirinya.

***

Sebelum masuk Nana menyempatkan diri untuk mengetuk pintu lalu memutar kenop di depannya itu. Meski tak ada orangnya, tetapi ia harus tetap sopan karena bagaimanapun di rumah ini ia hanyalah pelayan saja.

Tadinya Nana hanya berniat meletakkan pakaian Ola yang baru saja selesai ia setrika, tetapi netranya mendapati sebuah dompet biru yang tergeletak di atas ranjang membuatnya secepat kilat mengambilnya.

“Ini bukannya dompet non Ola?” gumamnya lalu tanpa banyak basa-basi lagi langsung mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi anak majikannya itu.

Sayangnya Ola tak mengangkat telepon darinya membuat Nana seketika dilanda panik. Ia bergegas turun ke bawah memanggil Cindy.

Bukan Antagonis! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang