***
“Nayya!”
Tanpa membiarkan Nayya masuk lebih dahulu Ola langsung memeluk sahabatnya erat membuat sang empunya kesulitan bernapas tak urung tersenyum gembira.
“Gimana keadaan lo?” tanya Ola mengurai pelukan.
“Udah mendingan,” jawab Nayya seadanya.
“Lo tau nggak? Selama lo nggak ada gue kesepian banget.”
“Masa?” goda Nayya menaik turunkan alisnya. “Bukannya lo bisa leluasa sama Keen, ya?” lanjutnya membuat Ola seketika berdecak sebal.
Tak urung Ola merasa senang akhirnya Nayya kembali seperti semula yang begitu cerewet.
“Kak, buat lo.” Tiba-tiba seorang siswi datang menyodorkan sebuah gelang biru kepada Ola.
Tentu saja Ola mengerutkan keningnya. Tidak salah adik kelas di hadapannya memberikan gelang? Ya, kalau cowok bisa maklum, tetapi ini cewek. Apa mungkin adik kelas itu menyukainya?
“Dari Kak Keen,” lanjut siswi itu yang seolah mengerti isi pikiran Ola.
Mengetahuinya membuat Ola dengan senang hati mengambilnya, lalu mengucapkan terima kasih kepada adik kelas itu.
“Cie, dapat gelang dari do’i!” goda Nayya menyenggol Ola yang senyam-senyum sendiri. “La, lo ternyata suka gelang juga? Wah, lain kali gue beliin lo,” ucapnya begitu melihat pergelangan tangan Ola sudah ada gelang biru yang masih terlihat baru.
“Oh, ini sebenarnya kurang suka. Ini pun dibeliin.”
“Yang beliin Keen, ‘kan?” bisik Nayya mendekat. “Hayo, ngaku.”
“Ish, Nayya!” sebal Ola membuat Nayya tertawa berhasil menggoda Ola adalah kesenangan tersendiri baginya.
Nayya terlebih dahulu masuk ke kelas, tetapi Ola masih setia berdiri di depan kelasnya. Ia memandangi gelang di tangannya itu dengan senyuman terbit di wajahnya.
Pulang sekolah temui gue di warung mbak Yul.
Sebuah kertas tertempel di gelang yang bertuliskan itu. Dengan penuh rasa bahagia ia memakai gelang biru itu ke pergelangan tangan kirinya.
Hal yang ditunggu-tunggu pun tiba saat bel pulang berbunyi. Ola langsung saja bergegas keluar dari kelas setelah pamit kepada Nayya untuk duluan.Meski agak berdesakan dengan anak yang lain keluar dari gerbang akhirnya Ola bisa keluar juga. Ia pun langsung berlari ke arah seberang jalan menuju warung mbak Yul.
Benar saja Keen sudah datang lebih duluan dan menunggu kedatangannya.“Sorry, gue bisanya ngajak lo makan di sini soalnya uang gue makin menepis. Gajian masih lama,” ucap Keen jujur menggaruk belakang kepalanya.
“Nggak pa-pa, kali. Gue juga suka, kok makan di sini apalagi bakso mbak Yul yang paling enak,” sahut Ola mengeluarkan jempolnya.
Akhirnya mereka berdua memilih memesan bakso terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali bercerita satu sama lain seolah-olah melupakan kejadian tadi lagi di mana waktu Keen tidak banyak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Antagonis! [COMPLETED]
Teen FictionHari sebelumnya yang dirasakan Ola serasa beda ketika pertama kalinya ia terbangun dari pingsannya sehabis mendonorkan darah. Bagaimana tidak? Ia yang biasanya selalu mendapatkan kasih sayang oleh orang sekitarnya mulai menghilang. Keluarga yang me...