∘☽ BAB 1 : Flashdisk Kelinci (3) ☾∘

81 6 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Pria ber-hoodie berdiri di balkon kamar Amy, ia menelepon seseorang. "Aku sudah membunuh jurnalis wanita itu. Kirimkan aku uang. Aku sudah mengirimkan kepalanya padamu," ucap pria itu.

Di lantai, terlihat tubuh Amy terbujur kaku tanpa kepala.

"Leon, kau harus menemukan flashdisk itu juga," ucap pria dari seberang sana dengan penuh penekanan.

"Aku mau uang untuk kepalanya dulu, baru aku akan mencari flashdisk-nya," sahut pria ber-hoodie yang memiliki nama Leon itu.

"Baiklah, uang untuk kepala jurnalis itu akan aku kirim ke rekening assassin. Tapi, segera cari flashdisk-nya!"

"Baik." Leon menutup panggilan. Ia melihat saldo rekening assassin miliknya bertambah. Pria itu tersenyum senang.

"Baiklah, kita mulai pencarian flashdisk," ucapnya sembari mengambil ponsel Amy, memindai sidik jari wanita itu untuk membukanya.

"Siapa saja orang yang terlibat dengannya belakangan ini? Kemungkinan dia adalah orang yang tahu tentang flashdisk itu." Leon menghempaskan bokongnya ke sofa dan mengotak-atik ponsel Amy.

"Sial, tidak ada sosial media di ponsel ini. Bahkan, kontaknya juga kosong. Sepertinya orang ini benar-benar sudah siap untuk mati," gumam Leon.

Ponsel Leon berdering. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Ia pun segera mengangkatnya.

"Tadi siang, Amy dan seorang wanita berambut pirang mengunjungi restoran. Sepertinya mereka sangat akrab," ucap wanita dari seberang sana.

"Siapa wanita itu, ya?" gumam Leon.

"Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia semacam penulis novel atau apa. Karena dia membawa buku dan menyerahkannya pada Amy. Beberapa pengunjung cafe menghampiri dia untuk meminta tanda tangan," papar si wanita.

Leon segera mencari buku yang dimaksud di dalam tas Amy, tetapi tak ada. "Sepertinya wanita ini memang sudah tahu kalau dia akan mati. Kemungkinan buku yang dia beli dari wanita pirang itu dibuang di suatu tempat sebelum tiba di apartemen," ucapnya.

"Mungkin memang begitu. Jangan meremehkan jurnalis. Dia sangat teliti dan berhati-hati," sahut si wanita.

"Tunggu, apakah kau melihat si jurnalis memberikan uang pada si penulis untuk pembayaran buku novel tersebut?" tanya Leon.

"Tidak."

Leon tersenyum sinis. "Berarti transaksi lewat rekening elektronik." Ia membuka aplikasi rekening elektronik di ponsel Amy, tetapi Leon harus login terlebih dahulu.

Leon tertawa karena kesal. "Benar juga. Sosial media saja dia hapus, apalagi aplikasi rekening elektronik. Si jurnalis ini sangat pintar dan berhati-hati," gumamnya.

Pagi telah tiba.

Leon masih berkutat dengan ponselnya untuk mencari tahu siapa penulis novel yang ditemui oleh Amy. Ia butuh informasi tentang di mana flashdisk kelinci berada.

Mayat Amy masih dibiarkan di lantai. Sebagian darah mulai mengering.

Dengan ponselnya, Leon mencari dan menjelajahi akun sosial media Amy. Namun, tampaknya wanita itu tak memiliki sosial media atau mungkin sudah menghapusnya.

"Ah, ini melelahkan!" gerutu Leon yang putus asa. "Assassin terlatih sepertiku dibuat pusing tujuh keliling oleh jurnalis wanita? Sungguh memalukan."

Beberapa hari kemudian.

Leon merebahkan tubuhnya di sofa. Pria itu memutar otaknya. "Penulis novel berambut pirang. Ada banyak penulis novel dengan rambut pirang di negara ini. Ada yang populer, ada juga yang tidak."

Mayat Amy mulai membusuk dan dikerubungi lalat besar. Darah di lantai sudah mengering.

"Ah, untuk pertama kalinya aku kerepotan begini," gerutu Leon.

Ponsel Leon berdering. Pria itu mengangkatnya. "Halo?"

"Leon, aku sudah menanyai salah satu pengunjung cafe yang meminta tanda tangan wanita pirang itu. Ternyata dugaanku memang benar. Dia penulis novel bernama Clarabelle. Entah itu nama asli atau nama pena," papar wanita di seberang sana.

"Bagus, aku akan mencarinya di internet. Dia pasti punya sosial media untuk mempromosikan novelnya." Leon mengotak-atik ponselnya, tapi ia kehabisan baterai. Leon mengambil laptop Amy untuk mencari informasi mengenai Clarabelle.

Leon menjentikkan jari ketika menemukan akun sosial media Cla. Ia pun menjelajahi akun tersebut untuk mencari informasi. "Penulis novel romantis berusia 23 tahun. Dia terlihat lebih muda dari usianya."

"Hubungi nomor penulis untuk membeli novel. Clarabelle," baca Leon di salah satu postingan.

"Okay, aku akan menghubungimu, tapi...." Leon mengambil ponsel Amy dan memeriksa SIM card-nya yang masih terpasang. "Aku akan menggunakan ponsel si jurnalis. Ternyata kau (Amy) ceroboh juga membiarkan SIM card-mu masih menempel di sini."

Leon mengetik nomor Cla, lalu meneleponnya menggunakan ponsel Amy. Tak lama kemudian, seseorang di seberang sana mengangkat panggilan darinya.

"Halo?" suara pria dari seberang sana.

Leon mengernyit. "Clarabelle seorang pria? Sepertinya bukan Clarabelle yang mengangkat panggilan dariku ini," batinnya, kemudian menutup panggilan dengan sepihak.

Ponsel Leon yang sedang di-charge berdering. Pemilik ponsel segera mengangkatnya. Si wanita yang menelepon bersuara, "Leon, aku melihat di CCTV cafe. Si jurnalis memberikan flashdisk kelinci pada Clarabelle."

"Wah, ini bahaya." Leon tertawa. "Malam ini kita akan berburu kelinci pirang itu. Tidak baik berburu di siang hari, kan?"

Malam harinya.

Leon berada di balkon rumah yang berseberangan dengan rumah Cla. Ia membawa ponsel Amy di tangannya. Anggota keluarga di rumah itu telah habis dibantai oleh Leon.

Tanpa menunggu lama, Leon segera menelepon nomor Cla. "Halo?" sapanya, tetapi Cla tak menjawab. Panggilan masih terhubung.

"Halo? Nona Clarabelle?" panggil Leon lagi.

"I-iya? Kau siapa?" sahut Cla dari seberang sana. 

"Aku adiknya Amy. Apakah kau mendapatkan sesuatu darinya? Semacam chip atau flashdisk?" tanya pria itu. 

Lagi-lagi Cla tak menjawab. Namun, sesaat kemudian ia bersuara, "Amy tak memberikan apa pun padaku. Dia hanya mengajakku bertemu di cafe, mentraktirku, dan membeli novel terbaruku. Apakah kau juga ingin membeli novel dariku?"

"Di saat menjelang kematian, dia masih berpikir untuk promosi novel," batin Leon.

"Baiklah, di mana alamat rumahmu? Aku akan datang ke sana," kata Leon sembari mempersiapkan pistolnya.

"Malam-malam begini?" Cla terdengar panik.

"Kenapa? Apakah kau keberatan? Sekalian saja aku ingin mengenalmu secara pribadi," kata Leon yang bergegas menuruni tangga. Tampaknya ia berniat pergi ke rumah Cla saat ini juga.

"Ba-baiklah."

Leon tersenyum sinis. "Sebutkan alamatmu." Ia melangkah keluar dari rumah tetangga Cla. Namun, pria itu berhenti ketika melihat beberapa mobil polisi yang berdatangan dan berhenti di depan rumah Cla.

"Alamatku di Jalan Bosetite 12, Lavaneia Tenggara," kata Cla.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

19.20 | 12 Januari 2017
Karya asli Ucu Irna Marhamah 

Follow instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang