⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Tubuh Grace terkapar di lantai. Wajahnya dipenuhi luka lebam dan berdarah-darah. Sebagian besar darah itu berasal dari luka sayatan pedang Aeris yang kembali terbuka. Percikan darahnya itu menghiasi lantai stadion.
Tonfa dan baton yang patah berada jauh dari tubuh Grace. Entah pertarungan macam apa yang sudah terjadi. Namun, yang pasti Tentara Tingkat II memiliki teknik bertarung yang mumpuni.
Para tentara yang menonton bersorak gembira. Lazarus Utara memasang ekspresi datar, sama halnya dengan Tentara Wasit.
Tentara Tingkat II tertawa terbahak-bahak melihat Grace yang terkapar tak berdaya. "Menyerahlah. Karena aku sudah mengalahkanmu, maka aku adalah pria pertama yang akan menidurimu."
Grace tak merespon.
"Menyerah! Menyerah!" seru para tentara yang meminta agar Grace segera menyerah.
Tentara Wasit mendekat dan mulai berhitung, "Satu, dua...."
Grace yang sudah lemah itu menatap langit-langit stadio pertarungan dengan tatapan sayu. "Seperti inikah akhirnya?" tanyanya dalam hati.
Sosok pria berseragam polisi muncul dalam benak Grace. Pria itu tersenyum simpul. "Apa cita-citamu, Grace?"
"Aku mau jadi polisi seperti Ayah," suara anak kecil perempuan yang menyahut pertanyaan polisi itu.
Sang polisi tampak sedih mendengar jawaban si anak. "Kenapa?"
Si anak kembali menyahut, "Karena aku ingin melindungi semua orang, sama seperti ayah yang melindungiku dan juga rakyat di negeri ini."
Grace tersenyum kecil. Senyumannya memudar ketika ia kembali mendengar suara Tentara Wasit yang masih menghitung.
"Enam, tujuh...."
Tentara Tingkat II berjalan menghampiri Grace, lalu berjongkok. "Kau tak bisa bangkit lagi, kan? Hentikan semua ini. Aku tidak ingin memukulmu lagi. Jika kau sampai cedera parah dan memerlukan pengobatan lanjutan, kapan aku bisa menidurimu?"
Tangan Grace yang memakai roti kalung bergerak dan menarik bagian depan baju Tentara Tingkat II. "Aku belum kalah, Bangsat!" teriaknya, lalu menghantam wajah si tentara dengan keningnya.
Tentara Tingkat II terpundur dengan darah segar yang menetes dari hidungnya. Ia menatap Grace yang bangkit. Tanpa menunggu perlawanan dari wanita itu, Tentara Tingkat II berlari ke arah Grace dan menumbangkannya. Pria itu mengunci pergerakan Grace dari depan, lalu menindihnya.
"Hitung!" teriak Tentara Tingkat II.
Tentara Wasit mulai menghitung, "Satu, dua...."
Grace tak bisa bergerak. Kedua tangannya terkunci ke atas. Kakinya juga ditahan oleh kaki si tentara. Ia menatap pria yang berada di atasnya itu.
Para tentara yang menonton bersorak semangat.
"Empat, lima, enam."
Grace meludahi wajah si tentara dengan darahnya. Kuncian pria itu agak meregang meski sedikit. Grace memanfaatkan itu untuk melemparkan roti kalung di tangannya ke wajah si tentara hingga mengaduh karena mengenai matanya.
Kaki Grace bergerak menendang perut si tentara. Ia segera bangkit dan kembali menendang pria itu. Grace memasangkan roti kalung ke tangannya lagi.
Tentara Tingkat II bangkit sembari mengucek matanya. Ia menatap Grace yang berdiri dan memasang kuda-kuda.
Lazarus Utara bergumam, "Lumayan juga."
Grace menyerang duluan dengan memukul si tentara. Roti kalung yang melingkari jemarinya memberikan kekuatan tambahan. Si tentara tak menyerah, ia balik melawan Grace.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Science Fiction∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...