⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Malam harinya di Markas Kemiliteran Utara.
Grace sedang berada di kamarnya. Wanita itu memijit pahanya yang terasa kebas karena menunggangi kuda dari istana Terra sampai ke markas setelah menghadiri pesta.
"Ah, pesta sialan itu." Grace menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Wanita itu menatap langit-langit kamar.
Terdengar suara ketukan di pintu. Grace menoleh ke pintu. "Ah! Ada apa malam-malam mengganggu?! Apakah kau tidak merasa lelah setelah berpesta?" gerutunya.
"Bintang Utara, Lazarus Utara memanggilmu," kata Darius dari luar ruangan
"Ada apa dengan bocah cabul itu? Kenapa dia suka sekali menyuruh orang?" Grace beranjak dari tempat tidurnya.
Dengan langkah gontai, Grace menyusuri koridor. Ia mencari Lazarus Utara ke setiap balkon, tetapi tak menemukannya.
"Si Darius itu langsung pergi begitu saja setelah menyampaikan pesan. Kenapa dia tidak mengatakan padaku di mana Lazarus berada?" gerutu Grace.
Langkah Grace terhenti di depan kamar Lazarus Utara. "Apakah dia di kamar?" gumamnya. Tanpa pikir panjang, Grace mengetuk pintu.
"Masuk," sahut Lazarus Utara dari dalam ruangan.
Grace membuka pintu, lalu masuk. "Ada apa memanggilku? Aku mau tidur," protesnya saat memasuki kamar.
Terlihat Lazarus Utara yang bertelanjang dada meletakkan dua poci tanah liat ke meja. Ada hidangan kecil di meja tersebut. "Aku tidak melihatmu di pesta," ucapnya seraya menatap pada Grace.
"Aku pergi ke tempat lain. Lagi pula, pesta tadi hanya untuk prajurit pria, kan?" sahut Grace.
"Tutup pintunya," suruh Lazarus Utara.
Grace menuruti perintah pria itu. "Kau mau bicara sesuatu yang penting? Apa kau sudah lelah dan ingin memberikan jabatan Lazarus padaku?" tanya Grace antusias.
Lazarus Utara duduk, lalu menunjuk kursi di depannya. "Duduklah."
Grace duduk di kursi tersebut, ia menatap Lazarus Utara, menunggu laki-laki itu berbicara.
"Maaf karena aku tidak mati, jadinya kau tidak menggantikan posisiku," ucap Lazarus Utara sembari mengambil makanan dari wadah dan memakannya.
Grace mengalihkan pandangannya. "Ah, sebenarnya aku hanya bercanda. Lagi pula, aku sudah tidak tertarik lagi dengan jabatan itu. Aerisilla sudah menduduki jabatan Lazarus. Jika kau mati dan aku menggantikanmu jadi Lazarus, nantinya aku dikira ikut-ikutan Aeris," ucapnya.
"Begitu, ya." Lazarus Utara menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Grace menatap Lazarus Utara. "Sejujurnya aku merasa senang karena kau kembali dengan selamat."
Lazarus Utara terdiam mendengar perkataan Grace yang terbilang manis, berbeda dari kata-kata yang biasanya dilontarkan oleh wanita itu.
"Kalau begitu, beristirahatlah. Aku mau kembali ke kamarku." Grace bangkit dari tempat duduknya.
"Kau tidak mau minum dulu denganku? Aku sudah repot-repot menyiapkan semua ini," kata Lazarus.
"Aku tidak memintamu melakukan semua ini." Grace kembali duduk. Wanita itu mengambil makanan, lalu menyuapkannya ke mulut. "Lezat. Kau yang memasak?"
"Ya." Lazarus Utara menuangkan minuman dari poci ke wadah minum. "Kami memenangkan perang, aku juga pulang dengan selamat, aku ingin mendapatkan hadiah darimu."
"Hadiah?" Grace memundurkan wajahnya. "Kenapa aku harus memberimu hadiah? Kau bekerja untuk kekaisaran dan mengembang tanggung jawab besar. Pencapaian dan ucapan selamat untukmu pasti sudah banyak kau terima dari orang-orang."
"Hadiah darimu tentunya berbeda. Aku menganggapmu sebagai orang yang spesial. Seperti waktu itu, saat aku akan berangkat ke medan perang, kau mengusap kepalaku dan mengucapkan kata-kata yang indah," jelas Lazarus. Pria itu menuangkan minuman ke wadah satunya.
"Ah, sepertinya pria ini kehilangan masa kecilnya karena memiliki ibu berengsek yang suka menyiksanya," batin Grace. "Yang berbicara sekarang mungkin adalah inner child-nya."
Grace mengangkat tangan, lalu mengusap lembut kepala Lazarus Utara. "Kerja bagus. Kau memenangkan perang dan kembali dalam keadaan hidup," ucapnya.
Lazarus Utara mendongak menatap Grace, lalu menggenggam tangan wanita itu yang sedang mengelus kepalanya.
"Tuh, kan! Kau mulai lagi! Kau selalu seperti ini! Itulah sebabnya aku menghindarimu!" teriak Grace.
Lazarus Utara memberikan gelas minum yang sudah ia isi tadi, lalu diberikan ke tangan Grace yang dipegangnya.
Keduanya bersulang.
"Aku gampang mabuk, jadi aku akan minum sedikit." Grace meneguk satu gelas hingga tandas.
Lazarus Utara yang belum meminum bagiannya melongo melihat itu. "Aku tahu kau gampang mabuk. Putri Thea menceritakannya padaku."
Muncul semburat merah khas orang mabuk di wajah Grace. "Apakah dia menitipkan sesuatu padamu? Benda semacam cincin emas. Itu seharusnya menjadi milikku karena sudah diberikan olehnya, tapi aku lupa membawanya. Si bodoh ini," rengeknya.
Lazarus Utara tersenyum kecil. "Kau ingin cincin, ya? Aku akan memberikannya." Pria itu mengambil sesuatu dari bawah meja, ternyata kotak anyaman berukuran kecil, seukuran kotak bedak.
Lazarus Utara menarik tangan kanan Grace, lalu memasangkannya ke jari manis wanita itu. Entah bagaimana, tetapi ukurannya sangat pas.
Grace melongo, lalu tertawa. "Apa-apaan kau ini? Kau melamarku?"
"Ya, dalam waktu dekat, mungkin aku akan menyerahkan jabatanku pada orang lain, tapi bukan dirimu. Aku ingin menikah denganmu dan menjalani hidup normal. Aku ingin kita memberikan perhatian pada anak-anak kita. Aku ingin anak-anak kita mendapatkan kasih sayang yang penuh," kata Lazarus Utara dengan penuh ambisi.
Grace menatap Lazarus Utara dengan tatapan penuh tanya.
"Apakah aku memiliki terlalu banyak keinginan?" tanya Lazarus Utara.
"Kau terlalu serakah," sahut Grace.
Lazarus Utara meletakkan wadah minumnya yang masih utuh ke meja. "Jadi, menikahlah denganku, Gracelda." Pria itu menggenggam tangan Grace yang sudah dipasangi cincin olehnya.
Grace tak menjawab. Pandangannya mulai mengabur, wanita itu pun kehilangan kesadarannya dalam pelukan Lazarus Utara.
Lazarus memeluk tubuh Grace dengan Erat. "Hangat, wangi, dan... besar," gumamnya. Yang dimaksud 'besar' olehnya adalah payudara Grace yang menempel ke dadanya.
Lazarus Utara mengangkat tubuh Grace, lalu membaringkannya ke ranjang. "Aku tak peduli meski nantinya kau membenciku. Aku akan melakukannya untuk memilikimu seutuhnya," ucap pria itu.
Dipandanginya wajah cantik Grace yang terlelap dan terlihat tenang. Kulit eksotisnya yang mengkilap membuat gairah Lazarus Utara semakin memuncak. Pria itu merangkak ke atas tubuh Grace dan memandangi wanita itu dari atas.
"Pemandangan yang indah," gumam Lazarus Utara. Tangan pria itu bergerak menyentuh bibir Grace. Ia pernah menciumnya waktu itu. Lazarus Utara yakin jika ciuman tersebut adalah ciuman pertama Grace.
"Aku selalu menginginkannya." Lazarus Utara membuka mulut Grace dengan ibu jarinya, lalu melumat bibit wanita itu dengan penuh penuntutan.
Tangannya yang lain bergerak untuk membuka pakaian Grace. Pria itu meremas payudara wanita yang tengah tak sadarkan diri di bawahnya itu.
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
19.20 | 12 Januari 2017
Karya asli Ucu Irna Marhamah
Follow instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Science Fiction∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...