∘☽ BAB 12 : Putri Theodosia (1) ☾∘

52 9 6
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Gedung harem.

Di area istana, terdapat gedung lainnya selain gedung aspen, yaitu gedung harem. Ada banyak gadis muda yang usianya sekitar 18-26 tahun di gedung tersebut. Mereka mendapatkan pelatihan untuk menjadi selir.

Namun, beberapa pria nakal terkadang menyelinap ke gedung harem untuk "kesenangan" mereka sendiri. Tentu saja itu melanggar peraturan. Namun, tak ada yang berani melaporkan hal tersebut pada Kaisar. Itu karena para pria ini di antaranya adalah pangeran, orang-orang penting dan petinggi di kekaisaran, dan lain sebagainya.

Di salah satu kamar, terlihat pria paruh baya berbadan kekar tengah duduk ditemani empat gadis cantik yang bergelayut manja padanya.

Pria paruh baya itu merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, ia pun refleks menghunus pedang dan mengarahkannya ke belakang.

Kedua mata pedang beradu, menimbulkan suara yang khas. Rupanya Putri Thea yang menyerang pria paruh baya itu secara tiba-tiba.

Para gadis berteriak dan berlarian keluar dari ruangan.

"Apa yang kau lakukan, Putri?" gerutu pria paruh baya itu.

"Master, tidak ada waktu lagi. Cepat latih aku sekarang," desak Putri Thea.

Master menghela napas berat. "Putri, seharusnya kau memilih situasi yang tepat."

Putri Thea menautkan alisnya. "Ini waktu yang tepat."

Master kembali bersuara, "Tapi, aku sedang...."

"Aku akan melaporkanmu pada Ayah," potong Putri Thea.

Master terkekeh karena nyalinya menciut. "Baiklah, mari kita latihan. Tempat latihan seperti apa yang kau suka?" sahutnya.

Di sebuah tanah luas dekat air terjun.

Putri Thea berlatih pedang dengan serius di bawah bimbingan Master. Wanita itu terlihat begitu lihai menggunakan pedangnya.

"Kemampuanmu semakin meningkat saja, Putri," puji Master.

"Makanya jangan berpaling dariku! Aku perlu belajar lebih banyak lagi," sahut Putri Thea dengan napas tak beraturan.

"Ha, tapi waktuku tersita banyak. Aku juga ingin menikmati waktuku bersama para gadis harem," batin Master.

Beberapa menit berlalu.

Putri Thea tersungkur jatuh. Wanita itu menatap pedangnya yang patah. "Ah, patah lagi. Bagaimana bisa kau sekuat itu, Master?" tanyanya sembari mendongak menatap pria paruh baya yang merupakan gurunya itu.

"Tentu saja karena latihan dengan serius," sahut Master yang terlihat begitu bangga dengan pujian muridnya.

Putri Thea tersenyum kecil. "Makanya latih aku dengan serius agar bisa sekuat dirimu, Master."

Master melongo. "Ah, tidak. Maksudku, Putri... kau terlalu bekerja keras. Apakah kau tidak merasa lelah dengan aktivitas pria?"

Putri Thea menatap lurus. "Aku ingin menduduki kursi tahkta. Memangnya kenapa jika wanita memimpin kerajaan? Aku anak tertua dari Permaisuri."

Master terkekeh mengangguk-anggukkan kepala menanggapi perkataan Putri Thea.

"Jika aku menjadi Ratu Terra, aku ingin membuat kebijakan di mana wanita bisa memilih jalan mereka sendiri. Tidak ada harem, tidak ada objek pelampiasan hasrat. Pria yang memaksa wanita untuk 'melayaninya' akan diberikan hukuman berat, yaitu kebiri," papar Putri Thea dengan tatapan serius.

Master lagi-lagi mengangguk-anggukkan kepala. Namun, sesaat kemudian ia merenung. "Tunggu, apa?!"

Putri Thea melirik ke arah guru pedangnya. "Kenapa?"

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang