∘☽ BAB 11 : Lukisan dan Candi Terra (3) ☾∘

44 6 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Gilbert menatap Cla yang sedang sibuk melukis di kanvasnya. Sesekali wanita itu melihat ke arah Gilbert sebagai referensi. Semburat merah muncul di pipi wanita itu, sama halnya dengan Gilbert.

"Ini sudah jadi." Cla membalikkan kanvasnya. Guratan cat air yang pas dipadukan dalam kanvas tersebut membentuk wajah Gilbert yang tampan ditambah objek latar belakang.

"Apakah kau punya tangan Dewa? Ini luar biasa." Gilbert terpukau dengan hasil lukis Cla.

"Aku tidak mengerti, kenapa aku bisa melukis persis sama dengan lukisan di museum sejarah?" batin Cla.

"Bolehkah aku menyimpan ini?" tanya Gilbert.

"Ya, kau boleh menyimpannya," sahut Cla. "Aku senang jika kau menyukainya.

Keesokan harinya, Gilbert mengajak Cla mendatangi istana untuk menghadap Kaisar Adarlan.

Cla melongo melihat pria buncit berkumis dan berjanggut panjang duduk di kursi takhta. "Di-dia Kaisar Adarlan? Serius? Sangat berbeda dengan gambaran di relief candi, buku sejarah, dan lukisan peninggalan Terra. Dan bodohnya... Samantha Claudilla lah yang melukis itu," batinnya.

Cla membayangkan sosok Kaisar yang tinggi, kekar, gagah, perkasa, dan berwibawa. Itu juga yang digambarkan dalam legenda dan buku-buku sejarah. Didukung pula dengan visualisasi pada relief candi dan lukisan di museum.

"Inikah aspen wanita yang kau ceritakan itu, Gilbert Andreas?" tanya Kaisar Adarlan.

"Benar, Yang Mulia," sahut Gilbert.

"Ah, sungguh cantik dan manis. Kenapa tidak jadi selirku saja. Paling tidak dia jadi gadis harem saja. Jika dilatih dengan baik, dia pasti akan sangat menggairahkan," ucap Kaisar Adarlan dalam hati.

"Kenapa tatapannya seperti itu saat melihatku? Pria tua cebol yang cabul! Sama saja seperti anaknya!" jerit Cla dalam hati.

"Yang Mulia, proses pembuatan Candi Terra masih berlangsung. Beberapa pemahat merasa kesulitan karena tak mendapatkan gambaran sederhana dari sosok Anda. Jadi, hamba membawa aspen yang juga merupakan pelukis untuk melukis Anda. Itu pun bila Anda memberikan izin," tutur Gilbert.

Cla menunduk. "Aku masih tidak menyangka seperti ini sosok Kaisar Adarlan yang asli. Apakah dia benar-benar penguasa benua ini? Memang benar, kita tak bisa menilai seseorang dari penampilannya. Tapi, ini bukan masalah penampilan, melainkan sifat dan cara menatap orang ini sangat menakutkan dan cukup mengganggu," ucapnya dalam hati.

"Kau boleh melukisku, Nona," kata Kaisar Adarlan.

Cla memberikan hormat. "Terima kasih atas izin Anda, Yang Mulia."

Di ruangan yang sama, Cla mulai melukis. Gilbert menemaninya karena ia tahu kalau Cla mudah gugup dan cemas.

Beberapa jam berlalu. Cla telah menyelesaikan lukisannya. Lukisan yang penampilannya jauh sekali dari sosok Kaisar Adarlan.

"Aku sangat tampan dalam lukisan ini. Sungguh mirip, kan?" ucap Kaisar Adarlan yang begitu terpukau melihat lukisan dirinya.

Gilbert melongo, begitu pula dengan pelukisnya sendiri, Cla.

"Aku tidak mengerti, tapi seolah-olah tanganku bergerak sendiri dan melukis sosok Kaisar Adarlan yang berbeda di kanvas itu. Dan lukisan ini sangat mirip dengan lukisan karya Samantha Claudilla yang ada di museum. Kenapa bisa seperti ini, ya?" batin Cla.

Karena Kaisar Adarlan suka dengan hasil lukisan Cla, ia pun memberikan dua ekor kuda sebagai hadiah.

"Yuhu!!! Senangnya!!!!" seru Cla dalam hati.

"Terima kasih, Yang Mulia." Cla bersikap tenang dan memberikan hormat pada Kaisar.

Akhirnya, Cla dan Gilbert kembali ke gedung aspen. Masing-masing menuntun satu ekor kuda.

"Kau bisa menunggangi kuda?" tanya Gilbert.

"Ya, aku bisa," sahut Cla.

Gilbert memundurkan wajahnya. "Apakah kau ini benar-benar gadis yang berasal dari abad ke-21?"

Cla terkekeh.

"Bukankah kau pernah bilang kalau di masa depan nanti, transportasi umum bukan lagi kereta dengan tenaga kuda," kata Gilbert setengah bertanya.

"Karena aku tak mampu membeli kendaraan, aku menunggangi kuda ke tempat kerja," kata Cla.

Gilbert melongo. "Kau bercanda, kan?"

Cla tertawa. Namun, beberapa saat kemudian, tawanya mereda. "Ya, aku hanya bercanda. Mendiang ayahku suka mengunjungi tempat berkuda. Karena itu, aku juga belajar berkuda," paparnya.

Gilbert tampak berpikir. "Kau benar-benar orang yang serba bisa. Menulis, melukis, berkuda, apalagi bakatmu yang lain?"

Cla tersenyum sendu. "Ini pertama kalinya ada seseorang yang memuji keterampilanku dalam berbagai bidang."

Gilbert menatap Cla.

Cla menatap kosong ke depan sana. "Ayahku seorang astronot, ibuku psikiater. Profesi mereka sangat menjanjikan. Namun, bakat utamaku hanya menulis dan melukis. Mereka bilang, seni adalah sampah yang tak menghasilkan uang. Seharusnya aku menjadi pengusaha atau dokter, atau pekerjaan lainnya. Tapi, aku tidak bisa menjadi apa yang mereka mau. Aku tidak punya bakat dan ketertarikan dalam bidang tersebut."

Wanita berambut pirang dan berponi itu menghela napas, lalu melanjutkan, "Aku mencoba berbagai jenis pekerjaan. Ada yang bisa, ada juga yang tidak bisa. Ujung-ujungnya aku jadi pengangguran. Ayah dan ibuku meninggal dalam kecelakaan. Sekarang aku hanya hidup sendiri."

Gilbert terlihat sedih. "Meski aku tidak mengerti dan tidak tahu pekerjaan macam apa yang dijalani oleh orang tuamu itu, kau telah melewati masa yang sulit. Pasti berat untukmu."

"Aku sudah terbiasa," ujar Cla. "Bagaimana denganmu?"

"Tidak ada yang menarik tentangku. Sebagai aspen, aku hanya pemeran sampingan yang harus menuliskan kisah pemeran utama dalam legenda Kekaisaran Terra," sahut Gilbert.

"Semua orang adalah pemeran utama dalam kisah masing-masing," tutur Cla.

Gilbert tampak berpikir. "Benar juga."

Cla menatap Gilbert yang juga menatap padanya. "Jika kau tidak sempat menuliskan kisahmu sendiri, biarkan aku yang menulisnya."

Semburat merah muncul di kedua pipi Gilbert. "Ah, itu...."

"Kau aspen yang sangat berjasa bagi Kekaisaran Terra. Semua orang di masa depan harus mengenal namamu sebagai aspen yang dihormati," potong Cla.

"Kalau begitu, terima kasih." Gilbert mengalihkan pandangannya.

"Kau bisa menunggangi kuda?"

"Tidak, aku tidak bisa."

"Oh, begitu."

"Kau tidak merasa aneh? Maksudku, aku seorang pria, tapi tidak bisa menunggangi kuda."

"Itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Semua orang, semua pria, punya hobi dan bakat masing-masing. Jadi, kenapa aku harus merasa aneh."

"Ah, begitu."

Sampailah mereka di gedung aspen, tempat tinggal Gilbert. Kedua kuda dimasukkan ke gudang persediaan kayu bakar, kemudian diikat. Kayu-kayu bakar dipindahkan ke luar untuk sementara.

Cla membuka jendela dapur yang menghadap langsung ke gudang persediaan kayu bakar. "Aku akan memasak," ucapnya.

Gilbert menoleh sesaat pada Cla. "Okay."

Malam telah tiba.

Cla dan Gilbert duduk bersebelahan. Keduanya sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Gilbert menulis naskah tragedi, sementara Cla menggambar sketsa seperti relief yang pernah ia lihat di Candi Terra.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

09.41 | 02 Desember 2018
By ucu_irna_marhamah

Follow Instagram :
@ucu_irna_marhamah
@novellova
@artlovae

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang