⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Sinar matahari masuk lewat celah jendela dan menyoroti wajah Grace yang masih tertidur pulas pagi itu. Perlahan kedua mata Grace terbuka. Wanita itu bangkit dari tempat tidurnya menuju ke jendela. Grace menyingkap gorden, lalu membuka jendela kayu. Ia terkejut melihat benteng tinggi yang jauh di depan sana. Ada beberapa prajurit berzirah yang berjaga dan berkeliling di sekitar benteng.
Rumah Luna dan benteng markas militer Utara dipisahkan oleh beberapa bukit dan hutan. Memerlukan waktu sekitar 30 menitan untuk sampai ke benteng dengan berjalan kaki.
"Grace?" Terdengar suara Luna yang memanggil, disusul dengan ketukan pada pintu.
Grace pun membuka pintu. "Ya?"
"Bagaimana kondisimu?" tanya Luna.
"Aku baik-baik saja. Kurasa, aku sudah bisa menghadap Lazarus Utara," sahut Grace.
Luna terlihat khawatir. "Kau baru sadar semalam dan kau ingin menemuinya sekarang? Kau pasti gila. Menghadap Lazarus Utara sama saja seperti menghadap Tuhan," ucapnya.
"Maksudmu, aku bisa mati?" tanya Grace.
Luna mengangguk. "Ya!"
"Aku tetap ingin pergi ke sana hari ini juga. Dan aku mau mandi." Grace berlalu keluar dari kamar. "Di mana kamar mandinya?"
Luna mengernyit. "Kau pikir aku meletakkan sumur di dalam kamar? Kau harus pergi ke sungai untuk membersihkan diri," gerutunya.
Langkah Grace terhenti. "Benar juga. Aku pikir ini di abad ke-21. Padahal saat ini aku ada di tahun 775 Karellus," batinnya. Wanita itu merutuki dirinya sendiri.
Grace tampak berpikir. "Tahun 775 Karellus kalau diubah ke Masehi jadi tahun berapa, ya? Ah, pusing kepalaku," ucapnya dalam hati.
"Okay, jadi di mana sungainya?" tanya Grace.
"Kau yakin tak perlu diantar?" tanya Luna yang terlihat khawatir.
Grace menepuk dada Luna yang berotot. "Ya, aku bisa pergi sendiri, sekalian latihan untuk memulihkan diri. Kau tak perlu khawatir."
Setelah Luna memberitahukan arah ke sungai, Grace segera pergi menuju tempat tersebut untuk mandi.
"Tempat ini luas dan ada banyak pohon di mana-mana. Aku tidak bisa melihat ke mana pun," gumam Grace.
Samar-samar, terdengar suara aliran sungai di kejauhan. Grace segera mendatangi sumber suara. Ia melongo melihat sungai yang tidak terlalu besar di depannya. Airnya yang jernih memantulkan wajah Grace. Wanita itu berjongkok, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh permukaan air.
"Apakah seperti ini penampakan Sungai Lillian di masa lalu? Di abad ke-21, tempat ini akan menjadi taman dan dibangun jembatan kecil penghubung sisi sungai dengan sisi bagian seberang. Airnya juga tidak sejernih sekarang," gumam Grace.
Senyuman kecil merekah di bibir Grace kala sebuah ide muncul dalam benaknya. Wanita itu pun melepaskan perban di lengannya. Terdapat ramuan yang sudah mengering yang menempel pada lukanya. Grace membersihkan luka tersebut dengan air sungai.
"Rasanya segar sekali," ujar Grace. "Siapa sangka aku adalah orang modern pertama yang mandi di Sungai Lillian pada tahun 775 Karellus?" imbuhnya.
"Lukaku sudah menutup kembali walau belum sepenuhnya sembuh," gumam Grace sembari memperhatikan luka di lengannya. "Ramuan apa yang digunakan oleh Luna, ya? Bagaimana bisa semujarab ini? " sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Ficção Científica∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...