∘☽ BAB 10 : Bintang Selatan (3) ☾∘

48 6 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Aeris menyalakan pemantik api. Tiba-tiba api menjalar ke tubuh Lazarus Selatan dan terjadilah ledakan kecil. Para tentara yang menonton terkejut melihat itu.

"Lazarus Selatan meledak!"

"Dari mana asal api itu?!"

"Apakah wanita itu penyihir?"

Aeris memandangi kobaran api di depannya yang menyelimuti seluruh tubuh Lazarus Selatan. Aroma terbakar memenuhi seisi stadion. Asap hitam membumbung tinggi ke angkasa.

Para penonton dan wasit panik melihat itu.

Rupanya Aeris memodifikasi ponselnya, lalu menyalakan api dengan pemantik. Api menyebar melalui ponsel dan langsung membakar mantel bulu Lazarus.

Sesuatu dari tubuh Lazarus yang tertutup oleh api jatuh ke tanah. Dengan menggunakan pedangnya, Aeris mengambil benda tersebut. Ternyata itu adalah lencana Lazarus Selatan.

Tiba-tiba Lazarus yang sudah dilalap api itu bergerak, membuat Aeris refleks mundur.

Lazarus Selatan membuka mantelnya, lalu memutarnya di udara, membuat kumpulan angin dan memadamkan api di sekujur tubuhnya.

Aeris melongo. "Apakah kau yakin kalau kau manusia?" tanyanya pelan.

Lazarus Selatan menepuk-nepuk api di rambutnya dengan tangan. Pria itu kini bertelanjang dada karena bajunya habis terbakar. Celananya juga sebagian sudah terbakar. Namun, kulitnya tampak baik-baik saja. Tak ada luka bakar sama sekali.

"Aku pernah ditusuk dan dibakar ayahku karena gagal dalam penyeleksian Lazarus. Api dan ledakan kecil ini tak ada apa-apanya," ujar Lazarus Selatan.

Aeris menelan saliva. "Ponselku __ponsel assassin__ memiliki fitur khusus yang sengaja dirancang untuk mengubur identitasku apabila aku mati. Jika fitur itu diaktifkan (olehku yang sekarat atau oleh organisasi setelah aku mati), maka akan terjadi ledakan sejauh 5 meter dan api pun menyambar. Ledakannya memang tidak sebesar bom, tapi seharusnya itu cukup membuat seseorang mengalami luka serius. Namun, pria ini berbeda," batinnya.

Lazarus Selatan bergerak cepat untuk menyerang Aeris. Namun, Aeris segera bersiaga dengan pedangnya. Tanpa diduga, Lazarus Selatan menangkap pedang dengan tangan kosong.

Aeris panik. "Gawat! Sepertinya dia memang bukan manusia. Bisa-bisa pedangku patah!" batinnya. Wanita itu segera memindai sidik jarinya, membuat mata pedang kembali masuk ke dalam gagang. Ia pun menendang dada Lazarus, lalu menjauh.

Darah segar menetes dari telapak tangan Lazarus. Rupanya pedang Aeris berhasil melukainya walau sedikit.

"Pedangku yang tajam harusnya bisa memotong tangannya, tapi nyatanya pedangku ini hanya bisa menggoresnya," batin Aeris.

Tiba-tiba Lazarus Selatan sudah berada di hadapan Aeris. Aeris terkejut dan tak sempat menyerang. Pria itu menindih Aeris dan mengunci pergerakannya dari depan.

Wasit mulai menghitung mundur, "Sepuluh, sembilan, delapan...."

Aeris panik. "Sial, aku tak bisa bergerak," ucapnya dalam hati. Ia bisa merasakan panasnya tubuh Lazarus Selatan karena sempat dilalap api tadi.

Aeris berusaha bergerak.

"Enam, lima, empat...." Wasit masih menghitung.

Terdengar suara tulang yang bergeser. Kedua mata Lazarus Selatan membelalak lebar saat Aeris masih bisa bergerak walau tulang bahu wanita itu bergeser karena kunciannya. Tanpa diduga, Aeris mendekatkan wajahnya.

Lazarus Selatan membeku ketika bibir Aeris semakin dekat dan menyentuh pipinya. Rupanya Aeris menggigit ujung topeng yang terpasang di wajah bagian kiri Lazarus Selatan, lalu menariknya. Topeng berhasil dilepas.

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang