∘☽ BAB 3 : Target Buruan (3) ☾∘

61 9 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Cla telah berhasil melewati jembatan. Saat ini, ia berjalan di padang yang luas. Wanita itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada apa pun sejauh mata memandang, hanya hamparan rumput yang terlihat. 

Pandangan Cla berhenti pada pohon di depan sana. Ia pun berlari menuju ke pohon itu. "Sejak kapan di sini ada padang rumput luas?" batinnya. 

Sebuah belati melesat dan menancap di tanah depan Cla, membuat penulis novel itu menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badan untuk melihat ke belakang, tiba-tiba seseorang mendorongnya dan menindihnya. 

Cla mendongak menatap wanita yang berada di atasnya itu, ternyata Aeris. Assassin wanita itu tersenyum sinis. 

"Dapat." Aeris mengeluarkan gagang pedangnya. Mata pedang muncul seketika saat jarinya dipindai. Aeris menusukkan pedangnya ke tanah. 

Aeris menarik dagu Cla. "Sepertinya wajahmu tak asing. Kita pernah bertemu sebelumnya, kan?" 

"Apa yang kau lakukan pada Grace?" tanya Cla dengan suara bergetar. 

"Mungkin sebentar lagi dia akan mati," kata Aeris sembari membalikkan tubuh wanita yang berada di bawahnya itu. 

Cla meronta-ronta. 

Aeris mencengkeram tengkuk Cla. Wanita itu berbisik ke telinga target buruannya, "Bukankah waktu itu kau ingin mati? Kenapa sekarang kau menolak untuk dibunuh?"

Cla terdiam, ia berhenti meronta. 

"Aku akan melakukannya dengan cepat. Aku berjanji kau tak akan kesakitan." Aeris menggerakkan pedangnya membelah tanah menuju ke tengkuk Cla. 

Namun, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Aeris segera menyingkir dari tubuh Cla dan bersembunyi di balik pohon besar. 

Grace berdiri di depan sana dengan pistol di tangannya. "Cla, kau baik-baik saja?" tanyanya. 

Cla mendongak menatap Grace. Kedua matanya terbelalak lebar melihat tubuh Grace yang memiliki banyak luka sayatan dan berdarah. Sejauh ini, Grace berhasil melumpuhkan para assassin dengan mudah. Namun, tampaknya kali ini Grace telah menemukan lawan yang sangat kuat. 

"Ti-tidak! Biarkan saja dia membunuhku. Jangan memaksakan diri," kata Cla yang nyaris menangis. 

Grace tersenyum kecil. "Tidak apa-apa. Polisi bisa mati kapan saja. Kau adalah bukti dan saksi penting yang harus dilindungi."

Cla meneteskan air matanya. "Bodoh! Bodoh! Aku tidak bisa membantu apa pun. Aku bisa melakukan semuanya, tapi tidak bisa membantu Grace. Aku tidak punya kekuatan bertarung seperti dia dan si pembunuh bayaran itu," batinnya. 

"Simpan air matamu untuk pemakamanku jika aku mati," kata Grace. 

"Grace!" teriak Cla ketika ia merasakan pergerakan Aeris yang cepat menuju ke arah Grace. 

Grace menoleh ke sisi kiri. Aeris mengangkat pedangnya dan bersiap memenggal kepala Grace. 

Namun, Grace menangkap tangan Aeris dan meninju wajah assassin wanita itu dengan keras hingga Aeris tersungkur. 

Grace menodongkan pistolnya dan menembaki Aeris, tetapi lagi-lagi wanita assassin itu bisa menghindari tembakan sembari tertawa. 

Grace berdecak kesal. "Sialan!" Pelurunya habis. Dengan cekatan, ia mengisi ulang pelurunya. Aeris segera menyerang dari depan dengan pedangnya. 

Namun, Grace menahan serangan pedang Aeris dengan belati yang sebelumnya menancap di lengannya sewaktu pertemuan awal tadi. Selagi ada kesempatan, Grace menusuk lengan dan punggung Aeris dengan cepat menggunakan belati tersebut. 

Aeris menendang perut Grace hingga jatuh terduduk di tanah. "Kau lumayan juga dalam berkelahi," ucapnya sembari memegangi lengannya yang berdarah. 

"Aku polisi terlatih," ledek Grace menirukan perkataan Aeris. Kedua wanita petarung itu pun kembali melanjutkan perkelahian mereka. 

Cla memegangi lehernya yang sempat terkena sayatan Aeris tadi meski sedikit. Lukanya itu masih mengeluarkan darah. 

Grace menodongkan pistolnya ke dada Aeris, tetapi Aeris memegang menarik silencer dari pistol tersebut, lalu memukul leher Grace dengan silencer tersebut. 

"Aeris sangat cekatan. Dia bisa menghindari tembakan. Dia juga hebat dalam menggunakan pedangnya. Namun, dia tidak terlalu bagus dalam pertarungan tangan kosong. Sementara Grace, dia sangat hebat dalam pertarungan tangan kosong. Namun, sepertinya dia kesulitan membaca teknik pedang Aeris yang tak terduga," batin Cla yang melakukan hipotesis melalui pertarungan Grace dengan Aeris. 

Grace menggunakan tonfa untuk menahan serangan pedang Aeris. Ia juga berhasil memukul dan menendang wanita assassin itu beberapa kali saat ada kesempatan. 

"Karena aku dipaksa oleh situasi, aku harus membunuhnya. Ini akan menjadi yang pertama kalinya aku membunuh seseorang. Mungkin akan berpengaruh bagi mentalku ke depannya, tapi aku tak peduli jika ini satu-satunya cara untuk menyelesaikan misi ini," batin Grace. Wanita itu menodongkan pistolnya. 

"Jangan menembaknya!" teriak Cla. 

Grace mengernyit. "Kenapa?" 

"Dia mengetahui kapan kau akan menarik pelatuk melalui pendengarannya!" sahut Cla. 

Grace dan Aeris terkejut mendengar perkataan Cla. 

"Oh, kau punya pendengaran yang bagus, ya." Grace menodongkan pistolnya ke wajah Aeris dan melepaskan tembakan, tetapi wanita itu memiringkan kepalanya. Suara tembakan menggema di padang yang luas itu karena tak ada lagi silencer pada pistol Grace. 

"Sepertinya aku ketahuan," gumam Aeris. 

Grace menendang dada Aeris dengan masih menodongkan pistolnya. Ia berniat menarik pelatuknya. Aeris bergerak menghindar. Namun, ternyata Grace tak menarik pelatuknya. Ketika Aeris menghindar itu, barulah Grace melepaskan tembakan dan berhasil mengenai lengan Aeris.

Aeris cukup terkejut karena hal tersebut. Darah segar menetes dari luka tembakan di lengannya. 

Cla melongo melihat itu. "Assassin yang bisa menghindari peluru akhirnya bisa ditembak juga?" batinnya. 

Grace mendekat dan untuk melepaskan tembakan, tetapi Aeris menghindar. Grace tertawa karena ia menipu Aeris. Kali ini, ia melepaskan tembakan sungguhan yang langsung mengenai dada Aeris. 

Ketika Grace akan menembak lagi, Aeris bergerak lebih dulu dan menyergap Grace, alhasil tembakan ketiga meleset dan mengenai guci yang terikat pada pohon. 

Cla mengernyit. "Ada guci yang diikatkan pada pohon. Di zaman ini, ada yang masih percaya dengan...." Ia tak melanjutkan kata-katanya karena pasir hitam berhamburan dari lubang bekas tembakan pada guci tersebut. 

Pasir berhamburan dalam jumlah yang besar, bahkan melebihi kapasitas yang dimiliki oleh guci itu sendiri. Pasir hitam menenggelamkan Cla, Grace, dan Aeris. 

"Cla!" teriak Grace. 

"Grace," gumam Cla. 

Semuanya menjadi gelap. 

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

19.20 | 12 Januari 2017

Karya asli Ucu Irna Marhamah  

Follow instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova 

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang