⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Di rumah Brenda.
Gadis berambut hitam yang dilecehkan Pangeran Chris terbaring lemah di ranjang. Anna menemani dan mengajaknya bicara.
Sementara itu, Brenda sibuk di dapur. Ia memasak bubur dan air hangat untuk mandi.
Di belakang rumah, Aeris duduk melamun. Wanita itu tak memakai baju zirah.
"Malaikat Maut, kau tidak kembali ke istana?" tanya Anna yang datang menghampiri, lalu duduk di samping Aeris.
"Mereka sedang rapat, jadi tak akan ada yang mencariku. Lazarus Selatan akan berpikir jika aku pergi berkeliling," sahut Aeris.
"Aku lupa, sekarang kau Bintang Selatan. Nama Malaikat Maut sudah tak berguna lagi untukmu." Anna beranjak dari tempat duduknya, lalu kembali ke kamar.
Aeris membuang napas kasar. "Bagaimana bisa aku terbawa suasana?" batinnya. Wanita itu mengeluarkan pistol dari saku celananya.
Saat pertama kali terdampar di zaman Karellus, Aeris mengobati luka tembak dengan tanaman yang ada di sekitarnya. Sembari menunggu ramuan dadakan itu bereaksi, Aeris memeriksa senjatanya, memastikan tak ada yang hilang.
Aeris mengernyit saat melihat pistol ikut terbawa olehnya. Pistol itu bukan milik Aeris, tetapi milik Grace yang mungkin saja tidak sengaja terbawa saat ditelan pasir hitam.
Kembali ke situasi saat ini.
Aeris menatap pistol yang ada logo kepolisiannya itu. "Hmm, akan lebih mudah jika ada alat peredamnya. Tadi itu terlalu keras."
Brenda menghampiri Aeris. "Kau di sini rupanya. Masuklah, kita akan makan siang bersama."
Di ruang makan.
Aeris, Brenda, dan Anna makan siang bersama.
"Gadis malang itu sebaiknya tinggal di sini hingga sembuh total. Aku juga akan memanggil tabib ahli untuk menanganinya," kata Brenda.
"Sebaiknya kau memanggil tabib perempuan. Setelah apa yang terjadi, gadis kecil itu pasti mengalami trauma terhadap pria," ucap Aeris.
"Aku mengerti," sahut Brenda.
"Pedofil sialan," gumam Aeris dalam hati. Ia kembali teringat pada Pangeran Chris yang memperkosa gadis di bawah umur itu.
Sementara itu, di gedung aspen.
Grace meletakkan tiga set peluru isi ulang dan silencer (alat peredam) ke meja.
"Wah, apakah ini perhiasan?" tanya Gilbert yang tertarik dengan peluru karena terlihat mewah.
"Itu adalah peluru, benda yang dilontarkan pistol untuk menembus tubuh manusia. Bahan dasarnya timah, tapi mungkin ada campuran emas atau kuningannya. Aku tidak tahu karena aku hanya bertugas menggunakannya, bukan membuatnya," jelas Grace.
"Wah, sangat berbahaya," gumam Gilbert.
"Sepertinya Aeris yang menembak Pangeran Chris," kata Cla yang sedari tadi diam.
Pandangan Gilbert dan Grace teralihkan pada Cla yang terlihat serius.
"Samantha Claudilla, Gracelda sang Bintang Utara, Aerisilla sang Bintang Selatan. Tiga tokoh penting ini ada di zaman Karellus, tapi mereka tak ada saat kita bertiga terdampar di sini dan justru kita yang memerankan mereka," papar Cla.
Grace dan Gilbert terdiam, mencerna ucapan Cla.
"Ini hanya dugaanku, sih. Tapi, sepertinya meskipun kita berusaha mati-matian untuk mengubah masa lalu, semuanya tak akan pernah bisa berubah. Jadi, ya... alurnya akan berakhir sama," imbuh Cla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Ficção Científica∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...