⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
"Aku akan pergi sekarang. Wanita tua itu pasti bisa membantu kami pulang," kata Cla.
Gilbert menatap Cla dengan tatapan sedih. "Bolehkah aku memelukmu?"
Wajah Cla memerah, ia menganggukkan kepala. Gilbert mendekat, lalu memeluknya.
"Terima kasih sudah menjadi rekanku, Samantha Claudilla, maksudku Clarabelle," kata Gilbert.
Cla membalas pelukan Gilbert.
Setelah berpamitan, Cla menunggangi kudanya untuk pergi ke bukit amertus di Selatan.
Gilbert berdiri di depan pintu, menatap kepergian Cla. Pandangannya mulai mengabur karena terhalang buliran bening di pelupuk matanya.
"Gilby, ini bukan tempat untuknya. Saat ini dia kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada," kata Gilbert yang menyemangati diri sendiri.
Sore harinya.
Gilbert melihat barang-barang yang biasa digunakan oleh Cla. Buku, pena bulu, kuas, palet, kanvas, dan lain sebagainya. Kini Gilbert sendirian di gedung aspen yang besar itu.
Perhatian Gilbert teralihkan pada buku di rak. Buku tersebut berjudul "Gilbert Andreas sang Aspen dari Kekaisaran Terra. Penulis : Samantha Claudilla".
Gilbert membuka buku tersebut dan melihatnya. Buku itu hanya terisi seperempatnya saja karena Cla tak sempat menyelesaikannya. Sekarang wanita itu sudah pergi. Buku legenda tersebut tak akan pernah terselesaikan sampai akhir zaman Karellus, begitu pikir Gilbert.
Terdengar suara pintu dibuka yang membuat perhatian Gilbert teralihkan. Kedua mata pria itu membulat kaget melihat siapa yang datang.
"Kau mau makan apa? Biar aku yang masak makan malam," ucap wanita itu yang ternyata adalah Cla.
Gilbert berjalan terhuyung ke arah wanita itu, lalu memeluknya. "Cla, kau kembali? Kau tidak jadi pergi?"
Cla melepaskan pelukan Gilbert, lalu menangkup wajah pria itu. "Aku tidak pergi ke mana pun. Aku akan tetap di sini bersamamu melakukan pekerjaan kita."
"Lalu, bagaimana dengan portalnya? Kau tak akan kembali ke abad 21?" tanya Gilbert.
Cla tampak berpikir. "Portal? Abad ke-21?"
Gilbert mengernyit karena sepertinya Cla tidak tahu apa pun tentang portal menuju masa depan dan juga abad ke-21.
Cla menepuk-nepuk pipi Gilbert. "Kau ini bicara apa? Apakah kau baru bangun tidur dan mengigau?" tanyanya, kemudian melenggang ke dapur.
Gilbert masih kebingungan. Namun, waktu tetap berjalan. Cla terlihat seperti biasanya. Tak ada yang berubah sama sekali. Namun, wanita itu seolah memang hadir sejak awal di sana, ia tak tahu apa pun mengenai abad ke-21.
Tidak hanya Cla. Grace dan Aeris juga masih ada di zaman Karellus. Mereka sibuk di kemiliteran. Namun, mereka tidak pernah membahas tentang abad ke-21 bersama Cla. Saat bertemu, mereka bertiga hanya bertegur sapa. Ketiga wanita itu seolah tidak akrab, hanya saling mengenal sebagai sesama warga Terra.
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Di atas perahu kecil. Cla terduduk lesu, sementara assassin berseragam nakhoda berdiri di sampingnya sembari menodongkan pistol ke kepala Cla.
"Siapa yang menyewa jasamu? Kenapa kau disuruh membawaku dalam keadaan hidup?" tanya Cla.
Assassin paruh baya tersenyum sinis. "Ada orang yang membutuhkan bakatmu. Harga nyawamu dua kali lipat lebih besar dari harga kepalamu," paparnya.
"Apakah orang-orang dari organisasi sains?" tebak Cla.
Assassin setengah baya tak merespon, tetapi sesaat kemudian, ia bersuara, "Inilah alasan kenapa kau sangat dibutuhkan. Kau jauh lebih cerdas dari yang dibayangkan."
Cla mengernyit. Wanita itu memutar otaknya. "Orang-orang dari organisasi sains? Kenapa mereka membutuhkan bakatku? Memangnya bakat yang mana yang mereka butuhkan dariku? Menulis? Melukis? Menyetir? Jasa perbaikan?"
Cla menutup mata. "Jasa perbaikan masuk akal, tapi mungkin mereka lebih percaya pada jasa perbaikan profesional. Menyetir? Sebagian besar orang bisa. Melukis? Sangat tidak cocok dengan sains. Menulis? Lebih tidak masuk akal lagi."
"Gadis itu tumbuh besar menjadi polisi yang hebat seperti ayahnya," gumam assassin paruh baya.
Cla yang mendengar itu mendongak menatap pria assassin. Ia tahu yang dibicarakan pria paruh baya itu adalah Grace.
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Di abad ke-21, Jembatan Calla.
Terlihat beberapa orang berjas dan berkacamata hitam sedang sibuk memeriksa tiang jembatan ke-12 yang sudah roboh. Mereka memereteli panel-panel rusak yang menempel pada tiang, lalu memasukkannya ke dalam boks. Boks yang sudah penuh dimasukkan ke bagasi mobil.
Ada 5 mobil hitam yang terparkir di jembatan tersebut. Karena masih dalam proses perbaikan, maka jalan ditutup, sehingga tak ada satu pun kendaraan yang lewat.
Pria paruh baya berjas biru tengah duduk di bumper depan mobil sembari merokok. Pria paruh baya itu mengawasi kinerja para pria berjas yang sedang memereteli panel. Rambutnya yang gondrong bergerak-gerak karena tertiup angin.
Terdengar suara mobil di kejauhan yang mendekat, membuat perhatian pria paruh baya berambut gondrong itu teralihkan.
Mobil putih berhenti di samping mobil pria gondrong. Kaca mobil putih turun, menunjukkan pengemudinya yang seorang pria muda.
"Hei, singkirkan mobil-mobil itu. Kalian menghalangi jalan," ucap pria muda itu. Ada wanita muda yang duduk di sampingnya.
Pria gondrong mengembuskan asap rokok dari mulutnya, lalu menjatuhkan batang rokok yang masih panjang ke aspal dan menginjak rokok tersebut untuk memadamkannya.
"Hei! Kau dengar tidak?! Suruh orang-orangmu menyingkirkan mobil mereka!" gerutu pria muda.
Pria gondrong menunjuk ke belakang. "Bukankah jalanan ini ditutup? Kau tak melihat barikade di depan sana?" tanyanya.
Pria muda berdecak kesal. "Kau juga sedang apa di sini? Sangat mencurigakan! Jembatan ini sama sekali tidak terlihat rusak. Jadi, kami lewat saja."
Pria gondrong merogoh bagian dalam jasnya. Rupanya, ia mengeluarkan pistol yang sudah dipasangi silencer. Tanpa basa-basi, ia langsung menembaki pria muda dan kekasihnya hingga tewas seketika. Cipratan darah segar membasahi mobil putih itu.
Tanpa merasa berdosa, pria gondrong memasukkan kembali pistolnya ke dalam jas, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Ia mengambil satu batang dan menyalakannya.
"Hei, salah satu dari kalian! Bereskan barikade yang ditabrak oleh cecunguk ini," suruh pria gondrong.
"Baik, Bos!" Salah satu pria berjas hitam bergegas ke ujung jembatan untuk merapikan barikade yang berhamburan di jalanan.
Pria gondrong membuka kacamatanya, lalu melihat ke arah mobil putih di sampingnya. "Sayang sekali, ada gadis cantik di dalam mobil. Kasihan, dia punya pacar bermulut besar seperti cecunguk itu."
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
19.20 | 12 Januari 2017
Karya asli Ucu Irna Marhamah
Follow instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Ciencia Ficción∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...