∘☽ BAB 20 : Kesepakatan (1) ☾∘

34 4 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

"Dengar, Grace, ayo kita semua pergi dari sini. Aku juga ingin membuat kesepakatan denganmu," kata Aeris. 

Grace mengernyit. "Kesepakatan denganku? Kau punya rencana cadangan lain lagi rupanya."

"Biarkan aku membawa Cla. Aku akan menyerahkan kepala assassin yang telah membunuh ayahmu," kata Aeris. 

Grace terkejut mendengar itu. Tidak hanya Grace, Cla juga terkejut. 

"Aku sudah menyelidiki tentangmu sebelumnya. Ayahmu seorang polisi. Dia dibunuh assassin yang disewa oleh tersangka yang kasusnya sedang diselidiki ayahmu. Aku tahu siapa assassin yang bertanggung jawab atas kematian ayahmu itu. Dia masih hidup sebagai assassin aktif. Tidak sulit bagiku untuk mendapatkan kepalanya," papar Aeris. 

Cla yang berada dalam kungkungan Aeris hanya terdiam dan merenung. Ia tak pernah tahu masa lalu Grace. Cla selalu mengeluh tentang hidupnya sendiri, sementara di dunia ini banyak sekali orang yang juga ditimpa oleh masalah. Dan salah satunya adalah Grace. 

"Kau ingin menukar kepala assassin yang telah membunuh ayahku dengan kepala Cla?" tanya Grace dingin. 

Cla menelan saliva saat melihat perubahan ekspresi Grace. Ia benar-benar khawatir sekarang. Satu-satunya orang yang bisa menyelamatkannya adalah Grace. Namun, jika Grace setuju dengan kesepakatan tersebut, maka tak ada lagi harapan selamat bagi Cla. 

"Ya." Aeris tersenyum penuh kemenangan, ia yakin Grace setuju dengan penawaran itu. 

Cla menunduk dalam, ia pasrah jika Grace sudah tak ingin melindunginya lagi. 

"Balas dendam tak akan mengubah apa pun. Ayahku tidak akan hidup kembali meski membunuh assassin itu," kata Grace. 

Cla merasa sedih mendengar perkataan Grace. 

Aeris memiringkan kepalanya. "Tapi, balas dendam membuatmu merasa puas dan lega. Rasa benci, marah, rasa sakit akan kehilangan yang selama ini dipendam akan sirna. Meski tak mengubah apa pun, orang yang bertanggung jawab berhak mendapatkan itu. Dia berhak mati dan menanggung akibat dari perbuatannya di masa lalu," papar Aeris. 

Grace menunduk. "Kau benar, Aeris."

Aeris tersenyum. "Maka dari itu, kau harus mendengarkanku."

Grace mendongak menatap Aeris. "Tapi, aku seorang polisi. Aku tak akan membunuh siapa pun, kecuali jika situasinya memang memaksa." 

Aeris menautkan alisnya. "Kau menolak tawaranku?" Aeris bersiap menarik pelatuk, tetapi tiba-tiba wanita itu terbatuk-batuk. Cairan kental berwarna merah gelap mengalir dari sudut bibirnya, sebagian menetes ke bahu Cla. 

"Eh?" Cla terkejut melihat darah yang menetes ke bahunya. Grace sama terkejutnya dengan Cla. 

"Apakah kau sedang sakit? Kau harus segera dibawa ke tabib!" Cla panik. 

"Tabib tak akan bisa menyembuhkanku," kata Aeris pelan. "Saat ini aku tak punya banyak waktu. Aku tak mau mati, aku harus mendapatkan kepalamu untuk nyawaku." Aeris mengusap kepala Cla. 

"Itukah alasan dia ingin segera kembali ke abad 21? Dia harus segera mendapatkan pengobatan medis modern. Dan uangnya adalah kepalaku ini," batin Cla. 

"Jangan bunuh aku," mohon Cla. "Aku akan membantumu mengobati penyakitmu. Ada banyak benda milik ayahku di observatorium rumahku yang bisa dijual. Asalkan jangan membunuhku, aku akan memberikan semuanya," imbuh gadis berponi itu. 

"Itu tidak cukup, Clarabelle. Aku harus mengganti bagian tubuhku dengan yang baru," bisik Aeris di telinga Cla. 

"Aku juga tidak mau mati. Aku tidak mau mati! Aku mau hidup dan lebih menghargai nyawaku!" teriak Cla yang mulai menangis. 

"Pertama-tama, aku akan membunuhmu!" Aeris menarik pelatuknya untuk menembak dada Grace, tetapi Cla menyundul lengan Aeris sehingga tembakannya meleset ke lengan Grace. 

Suara letupan senjata menggema di tempat itu. Grace meringis kesakitan. Darah segar menetes ke tanah. 

Aeris memukul tengkuk Cla hingga tak sadarkan diri, lalu memanggulnya dan pergi dari tempat itu. 

"Ah, sialan!" Grace mengejar Aeris yang membawa Cla. 

Aeris mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia mencari pohon yang terdapat guci terikat pada batangnya. Namun, tak ada satu pun pohon yang ada gucinya. Aeris tak menyerah. Ia melangkah lebih dalam lagi. 

Pandangan Aeris tertuju pada satu-satunya pohon di tempat itu yang ada gucinya. Tanpa pikir panjang, Aeris menembak guci tersebut hingga berlubang. Pasir hitam berhamburan keluar dari lubang yang diakibatkan oleh tembakan Aeris. 

Karena tak sabar, Aeris kembali menembak guci itu hingga benar-benar pecah. Pasir hitam berhenti mengalir. 

"Kenapa? Kenapa kita tidak kembali ke masa depan? Bukankah ini portalnya?" gumam Aeris. "Kenapa?!" teriaknya. 

Pandangan Aeris menjadi kabur. Wanita itu tersungkur bersama Cla yang memang sudah pingsan sejak awal, lalu Aeris pun tak sadarkan diri. 

Ketika membuka mata, Aeris mendapati dirinya berada di sebuah kamar. Ada gadis kecil yang duduk di kursi samping ranjang. Gadis kecil yang ia kenali, Anna. Saat ini ia berada di rumah Brenda. 

"Kau sudah sadar, Malaikat Maut?" tanya Anna. 

"Kenapa aku bisa di sini?" tanya Aeris. 

"Wanita galak dan wanita imut yang membawamu ke mari," sahut Anna. 

"Si polwan dan si penulis novel itu," batin Aeris. Wajah Cla dan Grace terbayang dalam benaknya. 

Sementara itu, di teras depan rumah. Cla dan Grace duduk bersebelahan. Grace tidak memakai baju zirahnya karena ia tak ingin jadi pusat perhatian warga. Luka tembak di lengannya juga sudah diobati dan diperban.

"Kenapa kau berpikir untuk membantu Aeris? Kau ingin menjual semua barang peninggalan mendiang ayahmu? Padahal selama ini kau sendiri berada dalam masa-masa sulit sampai melamar pekerjaan ke sana-sini meski tak sesuai dengan passion-mu," kata Grace. 

"Dia sekarat, tapi dia memiliki keinginan kuat untuk hidup. Sementara aku, aku terus mengeluh dan ingin mati meski aku sehat-sehat saja. Aku sadar kalau aku ini kurang bersyukur," papar Cla. 

"Aku mengerti jika kau ingin berbuat baik pada orang lain. Namun, orang yang ingin kau tolong adalah assassin yang sudah berkali-kali mencoba untuk membunuhmu. Dia penjahat," ujar Grace. 

"Jika dia ditolong, sepertinya dia tidak akan memburuku lagi," gumam Cla. 

Grace membuang napas kasar. "Ah, penjahat tetaplah penjahat. Kau terlalu polos, Cla. Padahal kau penulis novel yang bisa menciptakan tokoh jahat dan tokoh baik. Tapi, kau tidak bisa membedakan mana orang yang baik dan jahat."

Cla cemberut. 

Tanpa disadari, Aeris berdiri di sisi pintu dan mendengar pembicaraan Cla dan Grace. 

Malam harinya, Brenda menyajikan makanan ke meja. Ia mengajak Cla, Grace, dan Aeris untuk makan malam bersama. 

Anna dan gadis yang merupakan korban pelecehan Pangeran Chris membantu Brenda. Diketahui jika gadis itu bernama Susan. 

"Maaf karena kami banyak merepotkan," kata Cla. 

"Tidak apa-apa, aku senang kalian baik-baik saja," sahut Brenda. 

Mereka pun makan malam bersama. 

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

19.20 | 12 Januari 2017

Karya asli Ucu Irna Marhamah 

Follow instagram @ucu_irna_marhamah dan @novellova

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang