⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Di ruang rapat Markas Kemiliteran Selatan.
Lazarus Selatan berdiri di depan para tentara untuk menyampaikan titah dari Kaisar mengenai ekspansi terhadap Kerajaan Maar. Para tentara tampak serius mendengarkan, termasuk Aeris.
"Sudah dimulai, ya?" batin Aeris.
"Besok pagi, kita akan pergi ke istana Terra untuk mengadakan rapat besar mengenai perang besar yang akan kita hadapi." Lazarus Selatan mengakhiri pidatonya.
"Membosankan," gumam Aeris.
Sama halnya dengan Markas Selatan, Markas Utara juga sedang melakukan rapat.
"Rapat kemarin menghasilkan sebuah keputusan di mana kita akan menyerang Kerajaan Maar untuk memperluas wilayah kekuasaan Terra. Selain itu, Raja Maar sering melanggar aturan mengenai batas teritorial yang fatal," papar Lazarus Utara.
Grace menghela napas berat. "Perang, ya? Ah, ini lebih mengerikan dibandingkan dengan perang teknologi seperti di masa depan," ucapnya dalam hati.
"Besok pagi, kita akan pergi ke istana Terra."
"Baik, Lazarus!" sahut para tentara.
Keesokan harinya, para tentara dari Kemiliteran Utara datang ke istana dengan kuda. Mereka juga sudah siap sedia mengenakan zirah merah.
Pihak istana menyambut kedatangan para prajurit hebat itu.
Grace turun dari kuda dengan kedua kaki yang gemetar. "Aku benar-benar payah dalam berkuda. Ini pertama kalinya aku menunggangi kuda dan langsung menempuh perjalanan berkilo-kilo meter. Rasanya pahaku mau copot, pantatku kebas, pinggangku sakit, kedua tanganku mati rasa," keluh Grace dalam hati.
"Para prajurit pemberani, silakan masuk ke gedung aula."
Lazarus Utara dan para tentaranya pun memasuki gedung tersebut, tetapi pihak istana melarang Grace masuk.
"Maaf, tapi gedung aula hanya untuk pria," kata pihak istana.
"Kenapa? Aku juga bagian dari Kemiliteran Utara," gerutu Grace yang merasa tersinggung dengan ucapan pria di depannya itu.
Lazarus Utara menghampiri Grace dan pihak istana yang sedang berdebat.
"Bintang Utara, sepertinya kau lelah. Kau bisa berkeliling dan mencari sesuatu yang menarik. Aku yakin, ini pertama kalinya kau mengunjungi istana," kata Lazarus Utara pada Grace yang seperti membujuk anak kecil.
"Baiklah." Grace melengos pergi. Setelah cukup jauh, wanita itu berjalan terhuyung. "Ah, pahaku," rengeknya.
Di balkon, Master melihat Grace yang meninggalkan area istana. "Bisa bahaya jika Putri Thea melihat ini (tentara wanita). Dia akan bertengkar lagi dengan Kaisar mengenai kedudukan wanita, dan aku akan menjadi tempat curhatnya lagi," gumam Master. Pria paruh baya itu menghela napas berat.
Tak berselang lama, para tentara dari Selatan pun tiba di istana. Seperti sebelumnya, pihak istana menyambut kedatangan para tentara dari Selatan.
Aeris mendongak menatap istana megah di hadapannya. "Jadi, beginikah penampakan istana Terra di masa lalu sebelum menjadi reruntuhan bersejarah?" batinnya.
Lazarus Selatan menghampiri Aeris. "Bintang Selatan, kau tidak boleh masuk ke dalam gedung aula rapat. Kau tunggu saja di sini."
"Kenapa? Apakah karena aku wanita?" sahut Aeris.
Lazarus Selatan mengedikkan kepalanya tanpa memberikan jawaban yang pasti, lalu masuk ke dalam diikuti para tentara Selatan.
Rapat pun dimulai.
Aeris duduk menunggu di luar gedung sembari memutar otak. "Benar juga. Selama berada di Selatan, aku tak menemukan keberadaan penulis novel itu meski aku sudah mencari ke setiap wilayah di Selatan. Dia mungkin ada di sini atau di Utara. Aku bisa memanfaatkan waktu untuk mencarinya sekarang," gumamnya.
Pandangan Aeris tertuju pada beberapa gadis cantik yang berjejer di pelataran istana. Mereka ditanyai satu per satu oleh pihak istana.
"Mereka gadis harem?" tanya Aeris pada dirinya sendiri.
"Aku bersumpah, siapa pun yang berhasil mendapatkan kepala Raja Maar, aku akan menikahkannya dengan putriku, Putri Theodosia!" ucap Kaisar Adarlan. Suaranya terdengar hingga keluar aula. Aeris juga bisa mendengarnya.
Tak berselang lama, Aeris melihat seorang wanita berambut keemasan berjalan gegas di teras istana. Tampaknya wanita itu sedang terburu-buru dan menuju ke gedung aula.
"Apakah dia Putri Theodosia?" gumam Aeris.
Tanpa permisi, Putri Thea membuka pintu gedung aula dan masuk ke dalam.
"Ah, membosankan. Sebaiknya aku mencari si penulis novel." Aeris beranjak dari tempat duduknya, kemudian berlalu pergi.
Sementara itu, di tempat lain.
Cla sedang melakukan riset lapangan, ia menanyai beberapa warga agar mendapatkan referensi untuk karya legenda yang sedang ditulis olehnya saat ini.
Ketika serius mendengarkan penjelasan nenek tua, pandangan Cla teralihkan pada seorang wanita yang memakai zirah hitam di depan sana. Wanita itu tak lain adalah Aeris, tetapi ia belum menyadari kehadiran Cla di dekat sana.
Kedua mata Cla terbelalak lebar. Jantungnya berdegup kencang karena rasa panik dan takut yang menghampiri. "Maaf, Nek, sepertinya riset hari ini sampai di sini saja. Lain kali aku akan kembali untuk menemuimu," ucap Cla, kemudian berlalu pergi.
Perhatian Aeris teralihkan pada Cla, ia menatap punggung wanita itu yang kemudian menghilang di antara rumah warga. Aeris mengernyit, lalu menyusulnya. Namun, Cla sudah tidak ada.
Cla berlari di gang sempit. "Sudah aku duga, dia juga terjebak di sini. Jika Aeris terjebak di sini, pasti Grace juga," batinnya.
Langkah Cla terhenti. Wanita itu mengatur napasnya yang tak beraturan. Ia menoleh ke belakang, lalu melanjutkan berlari, tetapi seseorang dari balik dinding batu menariknya secara tiba-tiba dan membawanya masuk ke dalam bangunan terbengkalai itu.
Cla berontak untuk melepaskan diri, tetapi orang misterius itu membekap mulutnya dan mengunci pergerakannya.
Refleks Cla terdiam membeku saat melihat bayangan di tanah. Ada seseorang di luar bangunan yang mendekat. Dari postur bayangan di tanah, tampaknya orang itu adalah Aeris. Artinya, orang misterius yang saat ini membawanya bersembunyi di dalam gedung terbengkalai adalah orang lain.
Aeris mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu melanjutkan langkahnya.
Cla menelan saliva saat melihat punggung Aeris melewati gedung terbengkalai tanpa rasa curiga. Setelah yakin Aeris benar-benar pergi, Cla menghela napas lega.
Orang misterius yang membekap mulut Cla pun melepaskan wanita aspen itu. Cla membalikkan badan untuk melihat siapa orang yang telah menyelamatkannya. Kedua mata Cla terbelalak lebar melihat sosok wanita berzirah merah di depannya itu.
"Grace," gumam Cla, ia langsung memeluk polisi wanita di depannya itu yang sekarang menjadi Bintang Utara.
Grace membalas pelukan Cla. "Aku bersyukur kau baik-baik saja."
Cla menangis tanpa suara dalam pelukan Grace. "Aku juga senang kau baik-baik saja." Wanita itu melepaskan pelukan, lalu menatap Grace. "Bagaimana bisa kau tahu kalau aku di sini?"
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
09.41 | 02 Desember 2018
By ucu_irna_marhamahFollow Instagram :
@ucu_irna_marhamah
@novellova
@artlovae
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Science Fiction∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...