∘☽ BAB 7 : Kemiliteran Utara (2) ☾∘

46 7 0
                                    

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Kini, Grace berdiri berhadapan dengan Tentara Senior, yaitu salah satu pria yang membawanya ke Kemiliteran Utara tadi.

Tentara Wasit menjelaskan, "Tidak ada peraturan dalam pertarungan ini. Peserta dinyatakan kalah apabila tidak bisa bangkit sampai hitungan ke sepuluh."

"Tidak ada aturan?" gumam Grace, ia menatap Tentara Wasit. "Kalau begitu, bolehkan aku menggunakan senjataku yang kalian sita?" tanyanya.

Tentara Wasit menganggukkan kepala.

Tentara Junior membawa kotak berisi senjata milik Grace. Senjata-senjata tersebut di antaranya adalah tonfa, baton, dan juga roti kalung.

"Benda apa itu?" Para tentara bertanya-tanya.

"Aku sendiri yang membuatnya. Kalian bisa meminta pandai besi untuk membuat ini," jawab Grace. Padahal peralatan itu memang disediakan oleh kepolisian untuknya. Wanita itu memasukkan roti kalung ke dalam saku celana, sementara baton dan tonfa digantungkan ke cantelan di celananya.

"Senjata-senjata ini sudah ada sejak zaman Terra. Kenapa mereka seperti baru melihatnya?" batin Grace.

Tentara Wasit menjauh, lalu menghitung mundur untuk memulai pertarungan antara Grace dengan tentara senior.

Grace menyerang duluan dengan tangan kosong. Tentara Senior menghindari serangan, lalu memutar dan mengarahkan tendangannya. Grace berhasil menghindari tendangan pria itu.

Para tentara di stadion pertandingan bersorak semakin keras.

Tentara Senior menyerang Grace dengan pukulan. Grace menangkap tangan kekar Tentara Senior dan berniat memutarnya, tetapi Tentara Senior lebih dulu menendang betis Grace yang membuat wanita itu tertekuk.

Grace tak kehabisan akal. Ia menggunakan kaki satunya untuk mengandung kaki Tentara Senior. Namun, itu tak berhasil membuat Tentara Senior tumbang. Kekuatan Grace tidak cukup.

Tentara Senior mendorong punggung Grace ke lantai, lalu mengunci pergerakannya. "Mulai menghitung," suruhnya pada Tentara Wasit.

Tentara Wasit pun berhitung, "Satu, dua, tiga...."

Grace melongo. "Apa-apaan ini? Aku belum bilang menyerah! Kenapa wasit menghitung?!" gerutunya.

Tentara Senior menindih pantat Grace. "Jika kau tidak bisa bergerak dan tidak mampu bangkit, artinya kau sudah tumbang," paparnya.

"Sialan! Mana bisa seperti itu? Aturan macam apa ini?! Mana mungkin aku berakhir seperti ini," batin Grace.

Para tentara bersorak untuk kemenangan yang sudah ada di depan mata.

Tentara Wasit masih menghitung, "Tujuh, delapan...."

Grace berusaha bangkit, tetapi pergerakannya terbatas karena dikunci oleh Tentara Senior. Namun, ia menemukan sedikit celah. Wanita itu menggerakkan pantatnya dengan kuat, membuat ujung tonfa yang terpasang di pinggangnya mengenai selangkangan Tentara Senior.

Tentara Senior cukup terkejut meski tidak merasa sakit. Namun, kunciannya menjadi meregang.

Dalam kesempatan itu, Grace menghantam wajah Tentara Senior dengan sikutnya, lalu berbalik dan menendang perut Tentara Senior hingga terjungkal.

Tentara Wasit berhenti menghitung. Ia mundur ke sisi lapangan untuk melanjutkan pengawasan.

Grace bangkit, lalu menyerang Tentara Senior yang masih terkapar. Namun, pria itu melompat untuk bangkit dan menendang lengan Grace, membuat wanita itu tersungkur cukup keras ke tanah. Luka di lengannya kembali mengeluarkan darah.

Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran TerraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang