⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Di gedung aula yang digunakan untuk rapat, terlihat Kaisar sedang berbicara di depan para petinggi kekaisaran. Di sana juga ada Lazarus Utara dan Selatan, Pangeran Ryen, beberapa pangeran yang merupakan putra selir, dan beberapa prajurit siap perang. Master yang merupakan guru dari Putri Thea juga hadir.
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dari luar. Kaisar berhenti bicara. Perhatian semua orang teralihkan pada Putri Thea.
"Apa yang kau lakukan di sini, Putri Thea? Wanita dilarang memasuki gedung khusus pria," ucap salah seorang pangeran dengan nada meledek.
Putri Thea menautkan alisnya. "Kau mau mati, Pangeran Christensen?" ancamnya.
"Putri Thea, keluar dari ruangan ini," suruh Kaisar Adarlan.
Bukannya mendengarkan perkataan sang ayah, Putri Thea justru menghampiri pria paruh baya itu.
"Apakah Ayah menjanjikan sesuatu untuk kepala Raja Maar?" tanya Putri Thea tanpa basa-basi.
"Ya, aku akan menikahkanmu dengan ksatria yang mampu membawa kepala Raja Maar padaku," sahut Kaisar Adarlan.
"Aku menolak," ucap Putri Thea.
Pangeran Ryen menatap punggung kakaknya. Ia menghela napas berat. "Lagi-lagi mereka akan bertengkar," batinnya.
"Putri Thea!" teriak Kaisar Adarlan.
Putri Thea bertekuk lutut di hadapan ayahnya. "Aku tidak ingin menikah dengan siapa pun, Yang Mulia. Jika Kaisar tetap memaksa, aku akan mengakhiri hidupku sekarang juga."
"Berhenti merengek dan kembali ke kamarmu," titah Kaisar.
Putri Thea bangkit. "Aku akan ikut ke medan perang. Aku sendiri yang akan mengambil kepala Raja Maar."
"Kau tidak bisa!" tolak Kaisar.
"Aku bisa. Jika dua tentara wanita bisa berangkat ke medan perang, kenapa Putri Mahkota tidak bisa?" sahut Putri Thea.
Kaisar Adarlan mengepalkan tangannya geram. "Dua wanita itu juga tidak akan diikutsertakan ke medan perang."
Lazarus Utara dan Selatan terkejut mendengar keputusan Kaisar Adarlan yang mendadak itu.
Putri Thea membuang napas kasar. "Aku bersumpah akan mendapatkan kepala Raja Maar dan mengekspansi benua ini. Jika aku berhasil, Ayah harus menyerahkan takhta Kekaisaran Terra padaku kelak," ucapnya dengan penuh keyakinan.
Kaisar Adarlan tak memberikan jawaban. Putri Thea memberikan hormat, lalu meninggalkan ruangan.
"Kaisar sangat menyayangi Putri Thea. Itulah sebabnya dia tidak mengizinkan Putri Thea pergi ke medan perang. Namun, Putri Thea sepertinya salah paham dengan maksud Kaisar," batin Master.
Di balkon istana, Putri Thea memperhatikan beberapa fungsionaris dari gedung harem yang sedang mengumpulkan para gadis cantik di pelataran istana untuk penyeleksian.
Dari raut wajah yang terlihat, tampaknya para gadis itu mendapatkan tekanan. Mereka dipaksa melakukan hal yang tidak pernah mereka inginkan. Terlebih lagi di masa perang nanti, para gadis itu akan dijadikan hadiah bagi para ksatria yang berjasa di medan perang. Atau bahkan mereka dijadikan objek kebutuhan biologis untuk para tentara sebelum berangkat ke medan perang.
Putri Thea menggeleng pelan. Ia tak bisa membayangkan betapa menyedihkannya para gadis itu.
"Putri Thea?" suara wanita menyapa.
Putri Thea menoleh, ternyata Cla yang datang bersama Gilbert. Cla memberikan hormat.
"Oh, Claudilla?" Putri Thea tersenyum ramah.
"Putri, Cla bertugas menuliskan legenda tentangmu. Dia akan siap sedia saat Putri memiliki waktu," papar Gilbert.
"Ya, sekarang pun aku punya cukup banyak waktu luang," sahut Putri Thea.
Cla terlihat senang. "Terima kasih banyak, Putri."
Di kamar Putri Thea.
Putri Thea menceritakan banyak hal pada Cla, sementara Cla menuliskan garis besar dari kisah yang dijelaskan oleh Putri Thea di kertasnya.
"Sungguh hebat," puji Cla.
Putri Thea tersenyum. "Itu sampai usiaku 17 tahun. Masih banyak lagi kisah tentangku yang sepertinya perlu kau tanyakan pada anggota keluarga kerajaan. Terkadang aku melupakan banyak hal," tuturnya.
"Berbeda dari Pangeran Ryen, Putri Thea sangat menjunjung tinggi kejujuran. Risetku tentangnya di lapangan disanggah olehnya karena terlalu dilebih-lebihkan. Aku semakin mengaguminya," batin Cla.
"Sering-seringlah datang ke mari. Aku akan memberitahumu banyak hal. Bukan hanya tentangku, tapi tentang yang lainnya juga," kata Putri Thea yang membuat lamunan Cla buyar.
"Ah, tapi, Putri... saya merasa tak enak jika menganggu waktu Anda. Anda pasti sibuk berlatih pedang," ucap Cla.
Putri Thea mengernyit. "Dari mana kau tahu kalau aku suka latihan pedang?" tanyanya heran.
Cla terdiam. "Dalam buku sejarah, dikatakan kalau Putri Theodosia memang suka berpedang," batinnya.
"Rakyat Terra tahu akan hal tersebut. Anda seorang ksatria wanita yang hebat," jawab Cla kemudian.
Putri Thea tampak berpikir. "Ya, aku memang sempat berlatih keprajuritan di Selatan. Tapi, kabarnya muncul wanita hebat lainnya yang bergabung di Selatan dan Utara. Aku yakin, mereka lebih kuat dariku, bahkan katanya mereka akan pergi ke medan perang." Wanita itu cemberut setelah berkata demikian.
"Ksatria wanita?" batin Cla. "Dalam sejarah, memang disebutkan bahwa ada prajurit wanita di Selatan pada akhir tahun 775 Karellus. Orang itu menduduki jabatan Bintang Selatan. Lalu, tak lama kemudian, lahirlah prajurit wanita lainnya di Utara. Dia juga mendapatkan Bintang Utara. Sepertinya akhir tahun 775 Karellus memang menjadi awal mula kebangkitan ksatria wanita di Terra," imbuhnya dalam hati.
Putri Thea memperhatikan Cla. "Sepertinya kau tidak terkejut sama sekali. Padahal semua orang geger mendengar kabar tersebut," ujarnya.
"Saya juga terkejut mendengarnya, Putri. Saya rasa, itu adalah sesuatu yang istimewa. Para wanita tangguh yang memegang senjata," ujar Cla.
Kedua mata Putri Thea berbinar mendengar perkataan Cla. "Kau benar-benar orang yang memiliki pemikiran luas," ucapnya seraya menggenggam kedua tangan Cla.
Wajah Cla memerah, ia menjadi gugup. "Be-begitukah?"
"Aku juga sependapat. Untuk pertama kalinya ada orang lain yang memiliki pendapat sama denganku. Memang benar, pemikiran aspen berbeda dengan pemikiran kolot orang-orang di zaman ini," kata Putri Thea.
Cla terkekeh, ia tak tahu harus bicara apa lagi karena bingung. Wanita itu harus sebisa mungkin menutupi identitasnya sebagai pengelana waktu.
"Aku rasa, dua prajurit wanita yang kita bicarakan tadi juga memiliki pandangan yang sama. Jika tidak, untuk apa mereka bergabung dengan kemiliteran? Mereka pasti melewati jalan yang sulit untuk sampai di posisi Bintang," imbuh Putri Thea.
"Sepertinya begitu." Cla membenarkan perkataan Putri Thea.
"Aerisilla dan Gracelda. Nama yang cantik, bukan?" gumam Putri Thea.
Sejenak Cla terdiam. "Ya, nama Bintang Utara dan Selatan itu memang Gracelda dan Aerisilla. Ta-tapi, kenapa kedengarannya nama itu tidak asing? Kenapa saat mendengar nama mereka, jantungku berdegup kencang? Aku juga merinding," batin wanita itu seraya menyentuh bahunya.
Putri Thea menghela napas panjang. "Aku jadi ingin bertemu dengan mereka," ucapnya.
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
09.41 | 02 Desember 2018
By ucu_irna_marhamahFollow Instagram :
@ucu_irna_marhamah
@novellova
@artlovae
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Science Fiction∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...