⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
Wajah Cla dan Grace bengkak. Ditambah lagi bintil-bintil merah yang disebabkan oleh sengatan lebah.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Ayo, kita cari pintu belakang." Cla menarik tangan Grace. Kedua wanita itu pun bergegas.
Namun, baru saja mereka melangkahkan kaki beberapa meter, tiba-tiba terdengar suara desisan ular. Dari tempat gelap di ruangan itu, muncul beberapa ekor ular yang bergerak ke arah mereka.
"U-ular?" gumam Grace dengan keringat dingin yang menetes dari dahinya.
"Jangan bergerak tiba-tiba, jangan menatap mata mereka. Ular kesal jika diintimidasi. Ya, meski cara ini hanya bekerja pada beberapa jenis ular saja," bisik Cla.
Kedua wanita itu pun mengendap untuk keluar dari ruangan tersebut sembari menunduk.
Cla menghela napas lega setelah ia berhasil mencapai pintu. Wanita itu membuka pintu secara perlahan, lalu melihat ke sekeliling. Tak ada siapa pun di luar.
"Ayo, kita keluar," bisik Cla.
"Ta-tapi, sepertinya aku sedang dalam bahaya," jawab Grace.
Cla menoleh ke belakang. Wanita itu melongo melihat seluruh tubuh Grace yang dililit ular.
"Aku tidak mau mati di zaman Karellus," kata Grace dengan suara bergetar.
"Kau tidak boleh mati karena Bintang Utara tak mati karena digigit ular. Selain itu, ini masih tahun 775 Karellus," gerutu Cla.
Di tempat lain, Aeris masih mencari keberadaan Cla dan Grace. "Ke mana perginya kedua orang itu?" gumamnya.
Akhirnya, Cla dan Grace berhasil keluar dari ruangan ular. Saat ini, mereka berada di koridor yang tak ada pintunya di setiap ujung. Adanya beberapa ruangan lain, di mana pintunya tertutup. Ada yang terkunci, ada juga yang tidak.
"Sebenarnya ini tempat apa? Kenapa mencurigakan begini?" tanya Grace.
"Entahlah." Cla mengedikkan bahu.
"Bagaimana jika kita keluar lewat pintu yang tadi saja? Yang kita masuk itu," usul Grace.
"Kau mau melewati ruangan ular lagi?" sahut Cla.
Grace terdiam untuk sesaat. "Okay, kita cari jalan lain," ucapnya kemudian.
Grace membuka salah satu pintu. "Ini tidak terkunci." Ia dan Cla masuk. Keduanya berhenti melangkah saat melihat beberapa ekor singa di dalam ruangan tersebut. Ada kandang di dalam ruangan itu, tetapi semua pintu kandangnya terbuka.
Para singa itu melihat ke arah Cla dan Grace, lalu melompat untuk menyerang mereka. Kedua wanita itu membeku.
Di luar ruangan, Aeris menatap bangunan yang cukup besar di depannya. Terdapat papan yang bertuliskan huruf Terra.
"Gedung Sirkus?" baca Aeris. "Aku baru tahu di zaman Karellus ada sirkus juga."
Di dalam ruangan, terlihat Cla yang sedang membelai lembut kepala singa.
Grace membeku. "Selain bisa bicara dengan kuda, apakah kau juga bisa bicara dengan singa?" tanyanya.
"Aku pernah bekerja di tempat sirkus dulu," sahut Cla.
"Hah?" Grace melongo.
Kedua wanita itu pergi ke pintu berikutnya. Mereka terkejut melihat adanya seekor kanguru yang cukup besar di ruangan itu. Melihat kedatangan dua manusia, si kanguru pun memasang pose bertarung.
"Aku tebak, kau pasti tak bisa menjinakkan yang satu ini," kata Grace sembari memasang kuda-kuda tinju.
Ketika si kanguru melompat untuk mendekati mereka, Grace langsung melayangkan pukulannya ke wajah si kanguru yang membuatnya langsung tumbang.
Cla menghela napas panjang. "Untuk menghadapi kanguru, sebenarnya kau hanya perlu berlari zig-zag," paparnya.
"Kau ini penulis novel macam apa?" gerutu Grace.
Cla hanya terkekeh kecil melihat Grace yang sudah frustrasi.
"Dia (Cla) tahu banyak hal. Terkadang dia agak menakutkan untuk ukuran penulis novel. Tahu banyak tidak selalu bagus. Itulah sebabnya dia berada dalam bahaya karena apa yang dia ketahui," batinnya.
Kedua wanita itu pun lanjut ke ruangan berikutnya. Mereka terkejut melihat adanya beruang di dalam ruangan itu.
"Okay, sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Grace sembari menoleh ke belakang. Ia melongo melihat Cla yang terbaring di lantai.
Grace sempat mengira jika Cla mati, tetapi penulis novel itu bersuara, "Pura-pura mati."
Grace terkulai lemas di lantai dan berakting seolah-olah ia mati seperti Cla.
Setelah melewati banyak ruangan-ruangan berisi hewan-hewan sirkus, akhirnya Cla dan Grace menemukan pintu keluar. Kedua wanita itu menghela napas lega.
"Ah, tempat itu hampir membunuh kita," gumam Grace. Wanita itu menyeka keringatnya.
Cla mengatur napasnya yang terengah-engah.
"Bosan sekali menunggu kalian di sini." Suara itu membuat Cla dan Grace tersentak. Mereka mendongak melihat Aeris yang duduk di atap bangunan seberang gedung sirkus.
Cla dan Grace terdiam.
Aeris melompat untuk turun, ia mendarat dengan mulus di tanah. "Clarabelle, ayo kita kembali ke abad 21. Aku perlu memotong kepalamu yang ditawar dengan harga tinggi," ajaknya. Untuk pertama kalinya ia memanggil Cla langsung dengan nama.
Cla mengepalkan tangannya. "Hei! Kau pikir itu kata-kata yang sopan?!" gerutunya.
"Memangnya kau tahu bagaimana caranya kita kembali ke masa depan?" tanya Grace.
Aeris melipat kedua tangan di depan dada. "Aku tahu."
Cla dan Grace terkejut mendengar jawaban Aeris. Keduanya saling pandang karena sama-sama tak percaya.
Grace menghalangi Cla dari Aeris. "Aku tidak akan membiarkan pembunuh bayaran sepertimu mengambil nyawa orang seenaknya hanya untuk uang," ucapnya.
Aeris menghela napas panjang. "Kau ingin melanjutkan perkelahian kita yang sempat tertunda?" tanyanya.
Terjadilah pertarungan di antara keduanya. Bintang Utara dan Selatan. Grace menggunakan tonfa yang sudah dimodifikasi (dengan bahan terbaik pada zaman itu) sebagai senjata, sementara Aeris menggunakan pedangnya yang canggih seperti biasanya.
Cla cemas. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" batinnya. "Meski Grace kuat, tetapi Aeris sangat kejam dan tak berperikemanusiaan. Dia menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya."
Grace menghindari semua serangan pedang Aeris yang tak bisa ditebak karena mata pedangnya kadang mencuat, kadang melesak masuk ke gagangnya.
Aeris mundur, begitu pula dengan Grace.
"Sepertinya kemampuanmu menghindari seranganku sudah meningkat. Lumayan juga," puji Aeris.
Cla menautkan alisnya. "Jangan meremehkan polisi elit yang terlatih."
"Dipuji segitu saja sudah senang," ledek Aeris.
Grace menggeram kesal. Ia menyerang Aeris. Keduanya melanjutkan perkelahian hingga sebuah pedang melesat dan menancap di tanah, tepat di tengah-tengah mereka berdua.
Kedua Bintang Kemiliteran itu terkejut dan menghentikan pertarungan mereka.
Cla mendongak menatap seseorang yang berdiri di atap gedung. Namun, ia tak bisa melihat jelas wajah orang itu karena silaunya cahaya matahari.
"Apa yang dilakukan dua Bintang Militer dan aspen wanita di sini?" tanya orang yang melemparkan pedang. Pria itu melompat untuk turun.
Cla terkejut setelah ia melihat wajah pria paruh baya di depannya itu. "Master, guru pedangnya Putri Theodosia," batinnya.
⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅
09.41 | 02 Desember 2018
By ucu_irna_marhamahFollow Instagram :
@ucu_irna_marhamah
@novellova
@artlovae
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra
Ciencia Ficción∘⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ "Para Penjelajah Waktu di Kekaisaran Terra" Penulis : Ucu Irna Marhamah ⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅ Di abad ke-21, novel dengan genre action-thriller sangat populer. Para penulis banyak yang banting setir ke genre tersebut demi mengejar pasar...