Episode 82

18 1 0
                                    

Ruang kerja di sekolah itu dipenuhi dengan tumpukan buku dan dokumen yang tak teratur. Ivan Maulana Rizky, seorang guru yang dikenal tampan dan karismatik, duduk di mejanya. Dia mengayunkan kursi dengan santai, memandang ke arah jendela yang terbuka, merasakan angin pagi yang lembut.

"Jadi, Rangga, kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang mobil yang rusak itu," kata Maulana dengan nada santai. "Kita semua pernah mengalami hal yang sama. Aku yakin  bisa mengatasinya."

Rangga, rekannya sesama guru, duduk di seberang meja dengan raut wajah cemas. "Tapi Pak Ivan, mobil itu dipinjam dari Bapak. Aku tidak mau membuat Bapak marah," jawab Rangga, mengelus tengkuknya yang terasa tegang.

Maulana tersenyum, mengingat betapa seringnya mereka berdua terlibat dalam diskusi hangat tentang berbagai masalah, baik di dalam maupun di luar sekolah. "Kau tahu, kadang kita harus belajar untuk tidak terlalu memikirkan masalah kecil. Yang penting, kita punya teman yang selalu siap membantu."

Rangga terlihat sangat lega dan bersyukur ketika bertemu dengan temannya, seorang pria lain yang telah meminjamkan mobilnya.

Dengan ekspresi penuh penyesalan dan tulus, pria itu berterima kasih karena temannya tidak mempermasalahkan kerusakan yang terjadi pada mobil saat dipinjamnya.

Dia berkata bahwa kerusakan itu benar-benar tak disengaja dan sudah membuatnya merasa sangat bersalah. Namun, respons temannya yang penuh pengertian dan tidak menyalahkan membuatnya merasa tenang dan dihargai. Sambil tersenyum, temannya menepuk bahunya dan berkata bahwa yang terpenting adalah keselamatan dan kejujuran.

Saat mereka terjebak dalam obrolan, pintu ruang kerja perlahan terbuka. Indri, seorang guru baru yang cantik dan berbakat, masuk dengan senyuman cerah. Rambutnya yang panjang tergerai indah, dan matanya bersinar penuh semangat.

Maulana dan Rangga seketika terdiam, terpesona oleh kehadiran Indri. Dia adalah sosok yang selalu menarik perhatian di sekolah, baik dengan kecantikan maupun kecerdasannya.

“Maaf, aku tidak ingin mengganggu. Hanya ingin mengambil dokumen yang tertinggal,” kata Indri, sambil melirik ke arah mereka.

Rangga, yang terlihat sedikit canggung, langsung berdiri. “Oh, tidak, Indri. Kami sedang membahas tentang mobil yang rusak. Kira-kira kamu tahu mekanik yang bagus?”

Indri tersenyum.“Aku tidak begitu tahu, tapi aku bisa tanya ke Ayahku, ia punya Bengkel.”

Rangga mengangguk. “Tentu saja, itu ide yang bagus. Kami memang butuh rekomendasi.”

Indri mulai mencari dokumen di meja Maulana. Maulana merasa heran dengan Indri, di semua tempat yang ada di Sekolah ini, kenapa Indri selalu datang ke ruang kerjanya.

Rangga melihat Maulana aneh, pria itu terlihat tidak suka setiap kali berada di sekitar Indri, ia ingin bertanya namun diurungkan.

Berbeda dengan dirinya dan Guru yang lain, siapapun akan terpesona dengan kecantikan Indri.

Indri sengaja berlama-lama di ruang kerja Maulana, menunggu Rangga keluar namun Guru Matematika itu terlihat masih sangat betah di ruang kerja Maulana.

"Bu Indri, apakah sudah ketemu yang Ibu cari?" Maulana bicara dengan sopan, meski dalam hati ia sangat tidak nyaman dengan kehadiran Indri di ruang kerjanya.

Indri tersentak dengan pertanyaan Maulana, dirinya bukan belum selesai mencari berkas yang dicari bahkan berkas itu sudah berada di tangannya, ia hanya ingin memiliki waktu berdua dengan Maulana saja.

Rangga menyadari bahwa Indri tidak ingin keluar dari ruangan itu dan menginginkan dirinya yang keluar, tapi pembicaraan antara dirinya dengan Maulana juga belum selesai.

"Pak Ivan, sebelumnya terimakasih. Kalau begitu saya permisi dulu." Rangga memutuskan untuk mengakhiri perbincangan dengan Maulana, meski ia merasa heran dengan Indri yang masih suka mengejar Maulana padahal pria itu sudah memiliki seorang Istri, namun dirinya tidak ingin ikut campur dalam urusan orang.

Maulana mengangguk, setelah Rangga pergi, Maulana membereskan persiapan mulai dari materi serta buku yang akan dibawa.

Indri tersenyum senang karena akhirnya Rangga pergi, dengan begitu dia bisa berduaan dengan Maulana.

Namun khayalan Indri gagal total, karena setelah Rangga keluar dari ruangan itu, Maulana pun ikut menyusul.

Indri memandang punggung tegap Maulana yang sudah melewati pintu dengan tatapan tak rela, ia mendesah kecewa karena tidak bisa berduaan dengan pria pujaan hatinya.

"Kenapa Pak Ivan sekarang menjauhiku? Aku hanya ingin bersama Pak Ivan, tapi kenapa Pak Ivan justru menikah dengan wanita itu?"

Indri merasa semua tidak adil untuk dirinya, ia sudah mengenal Maulana lebih dari dua tahun bahkan sebelum pria itu mengajar di SMA Dirgantara, sedangkan Fira baru mengenal Maulana selama 8 hari tapi sudah mendapatkan posisi sebagai seorang Istri.

Indri mulai memikirkan rencana licik untuk menjebak Fira agar Maulana meninggalkan gadis itu, Indri tersenyum sendiri saat membayangkan rencana apa yang akan dia lakukan pada Fira.

Indri berencana akan mengajak Fira ke sebuah hotel, dia juga akan menyewa seorang pria untuk masuk ke dalam kamar hotel bersama Fira.

Indri akan memberikan minuman yang diberikan obat perangsang lalu menuntun Fira masuk ke dalam kamar hotel, setelah gadis itu masuk, dirinya akan memanggil pria sewaannya hingga mereka terlihat sedang berselingkuh.

Setelah membayangkan semua rencana itu, Indri keluar dari ruang kerja Maulana dengan perasaan bahagia seakan dia mendapatkan undian berhadiah uang miliaran.

Indri berjalan menuju kelas 3F, ia akan mengajak Fira untuk membuat janji temu dengan dirinya dengan alasan mengundang makan malam.

Sementara itu, Maulana telah sampai di depan ruang kelas 2A, ia menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkan perlahan.

Pria itu merasakan tubuhnya semakin tidak nyaman meski telah menelan obat yang diresepkan oleh Fransis untuknya, namun tanggung jawab sebagai seorang pendidik membuat dirinya tidak ingin mengabaikan waktu yang telah Allah berikan kepadanya.

Maulana mengulurkan tangan membuka kenop pintu, saat dirinya masuk ke dalam kelas.

Terlihat berbagai macam ekspresi wajah murid, mayoritas murid perempuan memandangnya dengan tatapan memuja seakan dirinya adalah Pangeran kerajaan, sedangkan murid laki-laki terlihat serius ingin belajar ilmu agama.

Maulana mengabaikan semua tatapan mata para murid itu, ia terus berjalan ke arah meja Guru yang telah disiapkan.

"Pak." Andini, salah seorang murid perempuan memanggil Maulana dengan suara dibuat-buat.

"Ya." Maulana menaruh buku pelajaran di atas meja lalu mengalihkan perhatian para Andini.

Dirinya juga belum salam tapi muridnya sudah memanggil dengan ekspresi wajah dibuat semanja mungkin.

Andini bangkit dari mejanya lalu berjalan mendekati Maulana, di tangannya terdapat sebuah kotak kue.

Maulana mengamati tingkah Andini, ia tidak berharap kalau kue itu akan diberikan pada dirinya namun juga tidak berharap kalau Andini akan meminta ijin untuk keluar dan memberikan kue itu pada orang lain atau dimakan sendiri, Maulana tidak suka saat dirinya mengajar ada yang mengganggu.b

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang