Episode 83

61 1 0
                                        

Ivan Maulana Rizky berdiri di depan bangku para murid di kelas 2A SMA Dirgantara, ia memberikan mata pelajaran Al Qur'an dan Hadits dengan tema materi menghormati orang tua dan Guru.

Para Murid yang belajar di dalam kelas mendengarkan penjelasan dari Maulana dengan antusias serta penuh ketertarikan, sesekali dari mereka mengacung tangan jika Maulana memberikan pertanyaan seputar materi yang telah diajarkan.

"Dalam Al Qur'an Surat Al Isra Ayat 23 sampai 24 dituliskan tentang perintah berbuat baik terhadap orang tua. Pada Ayat 23 yang Artinya ,
Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Serta pada Ayat 24 yang artinya,
Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.”

Tatapan mata Maulana menyapu satu persatu murid yang ada dalam kelas 2A, mereka semua nampak menyimak penjelasan yang disampaikan oleh dirinya, tanpa ada kegaduhan atau tidak mendengarkan.

Maulana merasa puas dengan sikap serta antusias mereka dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan olehnya.

"Jika ada yang tidak kalian pahami, bisa langsung bertanya." Maulana memutar tubuh kembali ke meja Guru kemudian duduk di kursi meja tersebut.

Pandan mata Maulana teralih pada kotak kue di sudut meja, ingatannya berputar pada beberapa saat lalu saat dirinya baru memasuki kelas.

Andini memberikan kue tersebut dengan alasan karena jatuh cinta pada dirinya, Maulana telah menjelaskan bahwa dirinya sudah punya Istri, namun Andini menangis secara tiba -tiba karena ucapan Maulana.

Maulana terpaksa menerima pemberian kue tersebut namun ia tetap tidak bisa menerima perasaan khusus yang diberikan oleh Andini pada dirinya, sebagai seorang Guru, dirinya berusaha menenangkan hati Andini hingga gadis itu tenang dan tidak menangis.

Jemari lentik itu meraih buku paket materi Al Qur'an dan hadits lalu membuka setiap lembar, pandangan mata beralih pada setiap kata dan huruf yang ada di lembaran buku tersebut.

"Pak..."

Maulana mengangkat pandangan saat mendengar suara seseorang siswa memanggil dengan rasa ingin bertanya.

Mata safir itu beralih pada sosok siswa yang duduk di bangku paling pojok, siswa itu mengangkat tangan dengan ekspresi wajah kurang mengerti.

"Kenapa, Ilham?" Maulana memberikan perhatian pada Ilham seorang siswa berkaca mata dengan rambut ikal serta kulit sawo matang.

"Pak, bagaimana cara agar orang tua tidak suka marah? Bukankah tadi Bapak  menjelaskan bahwa seorang anak harus berbuat baik terhadap orang tua? Saya sudah merasa berbuat baik, tapi Ibu saya tetap menganggap saya jahat." Dari balik kaca mata itu, terlihat pancaran kesedihan  bercampur penyesalan di wajah bocah 16 tahun tersebut.

Maulana bangkit dari tempat duduknya lalu melangkahkan kaki mendekati Ilham, ia berdiri di samping Ilham dan menatap pria itu lembut.

"Ceritakan pada Bapak, masalah apa yang kamu hadapi?"

Ilham menundukkan kepala, rasa sesak dan rasa bersalah juga kebingungan dalam menghadapi sikap Ibunya, ia sudah merasa berbuat baik semampunya namun Ibunya tetap menyalahkan dirinya.

Maulana memahami apa yang dirasakan oleh Ilham, ia mengangkat tangan menepuk pelan bahu salah satu muridnya tersebut.

Setelah merasa lebih tenang, Ilham kembali mengangkat kepala dan mengalihkan perhatian pada Maulana.

"Ilham, jika kamu sudah merasa baik pada orang tuamu. Kamu tidak berkata kasar padanya, dan tetap berbakti padanya, tapi orang tuamu tetap menganggap mu tidak baik dan selalu salah. Itu bukan salahmu dan itu tidak berdosa, terkadang orang yang selalu dekat itu memang seperti itu. Yang terpenting sebagai seorang anak, kamu tetap menjalankan kewajiban untuk berbakti."

Maulana bicara dengan nada lembut serta penuh kasih, kesalah pahamm antara orang tua dan anak itu menurutnya normal dan tidak selamanya dianggap dosa, selama bukan kedurhakaan.

Ilham mengangguk, rasa sesak dalam hati sedikit lega dengan ucapan Maulana, tiba-tiba ada rasa keinginan untuk menjadikan Gurunya itu sebagai Ayah sambungnya mengingat Ibunya adalah seorang janda.

Ilham tersenyum sendiri dengan pandangan mata tetap ke arah Maulana, binar mata itu mencerminkan keinginan serta harapan.

Maulana menggelengkan kepala lalu membalikkan tubuh lalu kembali berjalan ke depan sambil berkata,"Sebentar lagi istirahat ..."

Maulana berdiri di depan meja lalu mengambil lembaran soal yang telah dibuat lalu kembali memutar tubuh dan membagikan lembaran soal itu.

"Berikan sampai bangku paling belakang." Maulana berkata sambil memperhatikan kursi paling ujung, setelah bangku paling ujung mendapatkan soal dan yang depan pun sudah, dirinya pindah ke bangku barisan berikutnya.

Begitulah Maulana melakukan hingga  bangku paling ujung, setelah itu ia kembali ke kursi kebesarannya.

"Mas."

Maulana serta para murid kelas 2A mengalihkan perhatian ke arah pintu, terlihat seperti gadis cantik memakai kerudung putih sama seperti mereka hanya beda tingkat kelas berdiri di depan pintu sambil membawa dua bekal makanan.

Maulana menanggapi panggilan sang Istri dengan senyum lembut, kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri gadis itu.

"Kenapa kelas ini belum istirahat? Yang lain kan sudah, Mas?" Fira menatap sang Suami dengan ekspresi wajah kesal. Dirinya sudah menunggu di dalam kelas namun pria itu tidak kunjung datang hingga akhirnya memutuskan untuk menyusul.

Maulana mengangkat tangan untuk melihat jam di pergelangan tangannya, waktu masih menunjukkan pukul 9:30 , artinya baru istirahat namun sang Istri terlihat kesal, sepertinya pelajaran tadi membuat gadis itu kesal.

"Iya, Sayang. Ini juga sudah mau istirahat, tunggu sebentar ya?"

Maulana mengangkat tangan mengusap lembut pipi putih sang Istri, Fira mendelik galak saat sang Suami tanpa sadar melakukan kebiasaan mengusapnya bahkan saat di depan para murid.

"Mas! Ini di depan banyak orang!"

Maulana tersenyum sendiri, entah sejak kapan dirinya selalu tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak menyentuh sang Istri.

Pria itu membalikkan tubuh dan kembali masuk ke dalam kelas kemudian menutup pelajaran dengan salam.

Para murid kelas 2A mulai berhamburan keluar, sedangkan Maulana masih membereskan buku pelajaran serta laptop yang ada di atas meja.

Setelah semua selesai, pria itu keluar dan disambut oleh pelukan kecil dari sang Istri.

"Mas, ayo kita makan." Fira tersenyum sambil memamerkan kotak bekal di tangannya.

Maulana mengangguk."Ya, tapi Mas taruh ini di kantor dulu. Kamu mau ikut?"

Fira mengangguk, ia pun melangkahkan kaki mengikuti sang Suami ke ruang Guru.

Setiap kali Maulana berjalan, pandangan mata para siswi selalu tertuju pada pria tersebut, sebagai seorang Istri tentu dirinya tidak suka, tapi juga tidak bisa berbuat apapun untuk menutupi sang Suami.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang