Episode 85

17 1 0
                                    

Duduk seorang diri di taman belakang, tidak ada seorang Suami atau para Istri Suaminya yang lain, Catherine merasa sedikit kesepian.

Berkali-kali Catherine menghela nafas, meski di rumah ini juga banyak pelayan, namun suasananya tidak seperti ketika bersama Sinya dan saudaranya yang lain.

Catherine melirik secangkir teh buatan pelayan serta biskuit di atas meja dengan malas, Maulana dan Fira pergi ke sekolah dan belum pulang.

Catherine membayangkan jika nanti Fira telah memiliki seorang putra atau putri, dirinya menjadi seorang Nenek dan tidak akan kesepian lagi.

Ia tahu kalau Fira masih muda, Maulana juga tidak akan membiarkan Istrinya berhenti menempuh pendidikan hanya sampai SMA karena itu, dirinya tidak keberatan jika di rumah bersama cucunya.

"Kenapa kalian tidak segera punya anak?"

Seorang pelayan cantik yang berdiri di belakang Catherine tersenyum sendiri mendengar keluhan Majikannya, Fira dan Maulana baru menikah dan belum sampai sebulan, mana mungkin bisa langsung punya anak?

"Nyonya Besar, Tuan Muda dan Nyonya Muda baru menikah. Mana mungkin akan memiliki seorang anak secepat itu?"

Catherine membenarkan ucapan pelayan itu, tapi dirinya tetap ingin segera memiliki cucu.

Catherine mengulurkan tangan meraih teh itu lalu menyesapnya sedikit dan kembali menaruhnya,  ia semakin merasa bosan terus di rumah sendirian tapi juga tidak ingin kembali ke mansion Mizuruky, hatinya terlanjur kecewa dengan sikap Sinya.

"Aku merasa bosan sekali di sini, tidak ada Sintia atau yang lainnya. Meski mereka sering membuatku kesal, tapi aku tidak merasa sendiri." Catherine mengeluh kebosanan, ia ingin bersama para saudaranya itu tapi malas bertemu dengan Suaminya.

"Kenapa Nyonya tidak telpon saja Nyonya Sintia? Nyonya dan Nyonya Sintia bisa pergi ke Mall untuk belanja." Pelayan itu memberikan usulan pada Catherine agar Catherine tidak merasa bosan lagi.

Seperti mendapatkan sebuah pencerahan saat mendapatkan usulan dari pelayanannya tersebut, Catherine mengangguk setuju kemudian mengambil ponsel dan menghubungi nomer Sintia.

Mansion Mizuruky...

Sintia bersama Nindi duduk di ruang TV sambil membahas tentang Maulana, Fira dan Catherine.

Kedua wanita itu merasa tidak nyaman tanpa kehadiran mereka, sebenarnya bagi Nindi, ada atau tidak ada Fira sama sekali tidak masalah namun kalau tidak ada Maulana, membuat dirinya merasakan rindu.

"Kenapa Papa harus seperti itu? Jadinya Kak Ivan ikut pergi deh." Nindi cemberut dengan sikap Sinya, sudah punya 5 Istri tapi masih mau menginginkan Istri dari anaknya sendiri.

"Begitulah Ayahmu, Nindi. Dia tidak bisa melihat gadis cantik sedikit saja, padahal sekarang sudah ada Istri lagi." Sintia pun bingung sendiri dengan Suaminya, kenapa dulu dirinya harus jatuh hati dengan pria tukang selingkuh dan merasa bersalah karena telah merebut Sinya dari Catherine.

Ekspresi sendu terlihat sangat jelas di paras cantik meski sudah tua tersebut, andai saja dirinya tidak tergoda oleh bujuk rayuan Sinya hingga dirinya bersedia menerima pria beristri itu menjadi Suaminya.

Nindi merasa aneh dengan ekspresi sang Ibu, terlihat sekali kalau wanita itu seperti sedang menyesali sesuatu meski dirinya tidak tahu apa yang sedang disesali.

"Mama..."

Sintia sedikit tersentak mendengar panggilan dari sang buah hati, ia menaikkan pandangan menatap buah hatinya tersebut.

"Mama kenapa? Mama seperti sedang menyesali sesuatu saja? Pasti Mama menyesal karena merebut Papa dari Mama Catherine ya?" Nindi menebak isi pikiran Sintia.

Sintia menarik nafas dalam lalu mengeluarkan perlahan, wanita itu menarik sudut bibirnya sedikit ke atas, membentuk suatu senyuman.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya memang menyesal telah menikah dengan Sinya dan membuat Catherine kecewa dan sakit hati kala itu,  di depan mata sendiri dirinya melihat seorang anak kecil berusia 7 tahun harus berpura-pura bahagia demi agar Ibunya tidak kehilangan sosok Suami.

Awalnya dirinya tidak tahu bahwa Sinya ternyata sudah memiliki seorang anak dan Istri, pria itu mengaku sebagai duda, namun setelah punya anak, baru mengatakan bahwa sudah punya Istri dan anak dari Istri pertamanya.

Sintia merasa menjadi wanita jahat yang merebut Suami orang, namun dengan kebaikan hati Catherine, mereka bisa bersama hingga sekarang dan Sintia juga memiliki anak lagi.

Nindi merasa prihatin dengan Ibunya, sebenarnya Sintia bukan wanita yang suka merusak kebahagiaan orang lain, namun semua sudah terjadi dan mereka juga bisa rukun serta menjadi keluarga.

"Mama, jangan disesali lagi. Mama Catherine juga tidak pernah mengungkit serta baik sama Mama, Kak Ivan juga sayang pada Nindi dan Farhan. Tapi sekarang Kak Ivan lebih perhatian pada Istrinya, seperti tidak punya waktu lagi untuk Nindi." Ada rasa penyesalan dalam hati Nindi saat mengingat bahwa sekarang Maulana telah memiliki Istri sehingga jarang ada waktu untuk dirinya.

Sintia tersenyum maklum menatap putrinya, bisa-bisanya gadis itu cemburu pada Maulana, sedangkan Nindi sendiri sudah mau menikah dengan calonnya.

"Nindi, Kakakmu sudah menikah, jadi harus utamakan Istrinya dari pada menemanimu jalan-jalan." Sintia dengan sabar memberikan nasehat pada Nindi agar gadis itu tidak sedih dan kecewa.

Nindi cemberut dan tidak terima, dulu saat mereka masih kecil, Maulana selalu menjaga Nindi dan menemani kemanapun Nindi pergi, tapi sekarang bahkan dirinya diusir keluar kamar.

"Aku lebih suka jalan sama Kak Ivan, Michael itu menyebalkan, Mama. Tidak seperti Kak Ivan yang selalu menjaga ku dan memperlakukan ku dengan baik, Michael itu mesum."

Nindi kesal dengan tunangannya, calon suaminya itu selalu menyentuhnya dengan paksa, dia ingin lepas namun masih cinta, terlebih Michael adalah seorang pebisnis muda yang kaya raya.

"Nindi, kamu tidak suka dengan cara Michael? Kamu tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum agama bukan?" Sintia khawatir kalau putrinya itu akan terjerumus ke dalam dosa sebelum dirinya dan calon Suaminya menikah.

Nindi mengangguk."Tapi aku cinta dia, Mama. Hanya tidak suka caranya saja, setiap aku menolak, dia mengancam akan memutuskan hubungan kerjasama dengan perusahaan Mama."

Ekspresi Nindi berubah sendu, ia merasa tidak berdaya menghadapi sikap calon Suaminya, mereka sudah bertunangan namun Michael semakin berubah dan semakin membuat dirinya tertekan.

Sintia merasa prihatin dengan kondisi buah hatinya, ia ingin berbicara dengan Michael namun pasti pria itu juga tidak akan berubah dan akan menekannya, jika bicara pada Sinya, Suaminya juga tidak memiliki kekuasaan setara dengan Michael.

Satu -satunya orang yang bisa hanyalah anak sambungannya yaitu Maulana, perusahaan Michael memang besar tapi tidak sebesar milik Maulana, jika harus bersaing dunia bisnis, ia yakin Michael tidak akan bisa menang melawan Perusahaan Mizuruky Corporation.

"Nindi, kamu jangan khawatir. Biar Mama bicara pada Kakakmu, Mama yakin dia akan membantu mu. Jika memang kamu sudah tidak nyaman dengan Michael, Mama tidak keberatan kamu putus dengannya."

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang