Episode 84

44 2 0
                                        

Darah berdesir seakan naik ke kepala mengakibatkan rasa panas membakar otak setiap kali Fira melihat tatapan memuja para siswi pada Maulana.

Fira memeluk lengan sang Suami saat mereka berjalan menuju kantin, ia ingin semua orang melihat bahwa pria itu hanya miliknya.

Maulana hanya diam tanpa merasa risih saat lengan mungil itu melingkari lengannya.

"Mas."

"Hm." Maulana menanggapi ucapan sang Istri tanpa menoleh pada gadis itu, pandangan matanya tetap menatap lurus ke dapan dan sesekali tersenyum saat ada murid atau Guru wanita menyapanya.

"Hari ini tidak ada latihan gerak jalan ya, Mas?" tanya Fira memperhatikan tidak ada para Guru yang meminta mereka untuk keluar dan berbaris.

"Hari ini libur dulu, Sayang. Minggu depan ada acara pentas seni, apakah kamu ingin ikut?" Maulana menoleh sejenak pada sang Istri, kemudian kembali menatap jalan di depannya.

Fira nampak antusias saat mendengar pertanyaan sang Suami, ia ingin mengikuti acara pentas seni namun tidak tahu seni apa yang harus ditampilkan.

Di sepanjang jalan menuju kantin, Fira terus berfikir tentang kesenian yang ingin dia tampilkan, hingga mereka akhirnya sampai di kantin.

Suasana kantin sudah penuh, hanya tersisa satu meja saja, biasanya digunakan oleh Maulana saat bersama rekan guru.

"Mas, semua meja sudah penuh. Kita mau duduk dimana?" tanya Fira sambil memperhatikan semua meja yang penuh dan hanya tinggal tersisa satu meja di pojokan yang biasa digunakan untuk para Guru seperti sekarang.

Maulana menunjuk meja kosong hanya diisi oleh beberapa Guru yang kebetulan makan siang menggunakan dagunya, Fira mengerutkan kening tidak percaya kalau dirinya harus bergabung satu meja dengan para Guru.

"Masa aku makan sama mereka, Mas?" Fira memandang tidak yakin pada meja kosong dengan beberapa guru menempati meja itu.

Maulana menoleh pada sang Istri dengan tatapan heran, baginya tidak ada yang salah dengan makan bersama para Guru itu.

"Tapi aku malu, Mas." Fira cemberut tidak berani jika harus makan dengan para Guru.

Maulana menaikkan sebelah alis heran, gadis itu merasa malu hanya karena makan bersama para Guru, sedangkan makan bersama dirinya tidak ada rasa malu.

Maulana meraih tangan sang Istri lalu membawa gadis itu ke meja tempat para Guru itu makan.

Di sisi kiri meja ada Rangga, Indri, Aldo dan Nico. Sedangkan di sisi meja lain hanya ada Ian, hingga masih tersisa 3 tempat di satu meja tersebut.

Fira berkeringat dingin saat Maulana membawa gadis itu duduk di samping Ian, menaruh bekal makanan di atas meja.

Indri memperhatikan bekal makanan yang baru ditaruh Maulana di atas meja, ia tahu kalau tadi bekal itu ada di tangan Fira.

Indri mengalihkan perhatian pada Fira, ia tersenyum manis saat ingin menjalankan rencana untuk menjebak Fira.

"Fir, nanti malam kamu ada acara?" Indri bertanya dengan ramah, tidak seperti biasanya yang selalu sinis dan menunjukkan sikap permusuhan pada gadis itu.

Fira menggeleng pelan, pandangan matanya terlihat tidak tertarik dengan pertanyaan Indri, namun sebagai seorang murid, dirinya harus tetap memberikan perhatian pada Indri.

"Memangnya ada apa, Bu Indri?" Maulana bertanya pada Indri sambil meraih kotak makanan yang ada di atas meja.

"Saya ingin mengajak Fira makan malam di hotel, Pak Ivan tidak keberatan bukan?" Indri mengalihkan perhatian pada Maulana, ia berharap Maulana tidak akan melarang apalagi ingin ikut.

Maulana mengangguk."Ya, tidak masalah, Bu Indri. Saya juga tidak ada kegiatan nanti malam, jadi saya bisa menemani Istri saya."

Fira menoleh pada sang Suami, ada perasaan bahagia dalam hati mendengar pria itu bersedia menemaninya, namun dirinya sebenarnya tidak ingin pergi makan malam bersama Indri.

Indri diam sejenak memikirkan bagaimana cara agar Maulana tidak ikut makan malam di hotel atau semua rencana menjebak Fira akan gagal.

Maulana menaikkan pandangan sejenak menatap Indri, dari pandangan matanya ia dapat melihat niat jahat pada ekspresi Indri, pengalaman menjadi mafia dulu membuat dirinya bisa membedakan mana orang tulus dan orang munafik.

Fira menoleh pada sang Suami, tangan pria itu tidak segera membuka tutup kotak makanan padahal dirinya menanti, meski sudah bisa membuka sendiri namun jika dibukakan oleh Suami lebih enak di hati.

Rangga merasa aneh dengan Indri, dari ekor matanya pria itu kalau Indri seperti sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik.

Rangga mengalihkan perhatian pada Maulana, ia ingin memberi peringatan pada Maulana agar pria itu tidak membiarkan Fira berdua dengan Indri.

Fira mengulurkan tangan memegang tangan sang Suami, Maulana mengalihkan perhatian pada jemari mungil Istrinya menatapnya penuh tanda tanya.

"Mas kapan akan membuka tutup kotak bekal itu?" Dua alis Fira seperti hampir menyatu karena kesal melihat kotak bekal hanya di elus -elus saja oleh Suaminya.

Maulana tersenyum lembut lalu membukakan tutup kotak bekal lalu diberikan pada sang Istri."Istriku sudah lapar? Maaf ya, tadi Mas ngobrol sebentar. Ini makanlah, makan yang banyak setelah makan kamu bisa makan bakso atau mie Ayam."

Rangga tersenyum sendiri melihat sikap Maulana, pria itu sangat dingin pada wanita lain tapi sangat memanjakan Istrinya.

Indri menatap Maulana kesal, ia sangat cemburu setiap kali melihat Maulana memanjakan Fira.

"Fira, kenapa kamu manja sekali? Kamu kan bisa membuka kotak bekal sendiri?"

Indri berbicara dengan pura-pura ramah, padahal dalam hati sangat ingin memaki gadis itu.

"Tidak apa-apa juga Bu Indri, Pak Ivan kan Suaminya, jadi biarkan saja Fira manja pada Pak Ivan. Daripada manja pada saya?" sahut Rangga merasa aneh dengan sikap Indri, wanita itu selalu usil dengan sikap Maulana pada Fira.

Fira mengangguk dengan ucapan Rangga begitu juga Maulana, menurutnya tidak ada yang salah dengan sikap manja Istrinya, selama tidak manja pada pria lain.

Maulana tidak menanggapi ucapan Indri, ia malas setiap kali mendengar teguran Indri dengan sikap manja pada dirinya.

Maulana mengambil kotak bekal yang satunya kemudian membuka kotak tersebut dan diserahkan pada Rangga."Untuk Pak Rangga."

Fira menoleh pada sang Suami, ada perasaan tidak suka dalam hati saat Maulana memberikan kotak itu pada Rangga, karena dirinya membawa makanan dari rumah agar bisa dinikmati oleh sang Suami.

Rangga merasa tidak enak hati dengan apa yang dilakukan Maulana, pria itu sudah terlalu baik terhadapnya bahkan tidak mempermasalahkan dirinya telah merusak mobil yang dipinjam meski tanpa sengaja, sekarang malah memberikan kotak bekal.

"Pak Ivan, kenapa diberikan pada saya, Pak? Fira sepertinya tidak suka."

Rangga melirik Fira, ekspresi wajah gadis itu seperti ingin memakan seseorang namun Maulana tidak menyadarinya.

Suami Terbaik 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang