Rabu, 7 Agustus 2024.
Catherine memperhatikan satu persatu hidangan di atas meja, tidak ada yang spesial selain karena semua adalah jenis makanan sederhana juga rasanya hambar.
Pagi-pagi sekali Fira sudah berada di dapur dan membuat masakan, ia ingin melarang namun melihat ekspresi putranya terlihat bahagia, dirinya lebih memilih untuk diam.
Wanita paruh baya itu menatap sang buah hati heran, bagaimana caranya menikmati makanan dengan rasa hambar seperti itu.
Fira duduk di samping yang Suami, menatap pria itu dengan senyum terpatri di wajahnya."Mas, apakah enak?"
Maulana tersenyum lalu menoleh pada sang Istri."Masakan Istri ku yang terbaik."
Catherine menatap sang buah hati heran, ia kembali mencicipi makanan menantunya, tidak ada yang berubah, rasanya tetap hambar dan tidak enak.
Fira semakin bahagia, ia pun mencoba untuk mencicipi makanan di atas meja namun ditahan oleh Maulana.
" Sayang, tadi Mas sudah membuatkan makanan untuk mu. Mas sudah makan hasil buatanmu, jadi kamu harus makan buatan Mas juga."
Maulana menaruh makanan hasil masakannya di depan sang Istri, melihat putranya mengambil makanan hasil masakan sang buah hati, Catherine pun ikut mengambil makanan itu lalu mencicipinya, ia tersenyum lega karena ada makanan yang bisa dimakan.
Fira mengangguk, ia pun memakan makanan hasil masakan sang Suami dengan lahap karena meski selain rasanya enak juga penampilannya sangat bagus.
"Mas, Mas hebat sekali dalam memasak?"
Maulana tersenyum, ia mengangkat tangan menyentuh puncak kepala sang Istri dan mengusapnya dengan lembut.
"Sayang, kamu harus makan banyak. Biar kamu kuat, dan jangan terlalu lelah."
Fira memicing tajam."Bilang saja Mas mau sering ngajak aku main kan?"
Maulana menahan senyum melihat ekspresi sang Istri, gadis itu terlihat sangat kesal namun saat bermain terlihat sangat menikmati.
"Ya ... Begitulah." Maulana terkekeh lalu mengeluarkan uang lima ribuan sebanyak 20 lembar dan diserahkan pada sang Istri.
"Sayang, ini uang sakumu hari ini. Kamu tidak mau memakai uang ratusan ribu, jadi Mas tukar dengan uang pecahan lima ribuan." Ia menjelaskan dengan nada lembut.
Fira menoleh pada sang Suami, tangannya terulur mengambil uang tersebut lalu mencium pipi putih pria itu sebagai tanda terimakasih."Terimakasih, Mas."
Maulana mengangguk, ia semakin sayang pada Istri kecilnya. Seorang gadis yang dulunya sangat tidak suka dengan dirinya, sekarang menjadi suka.
"Mas, ayo nanti jalan-jalan ke mall. Aku nggak pernah diajak Mas jalan-jalan." Fira menggembungkan pipinya, ia selalu gagal setiap kali ingin kencan berdua.
"Turuti saja, Van. Lagi pula kamu ini bagaimana? Istri mu masih muda, ajaklah dia jalan-jalan." Catherine menimpali ucapan Fira.
Fira menoleh sejenak pada sang mertua lalu kembali memandang sang Suami dengan tetapan memohon.
Maulana heran dengan gadis itu, kenapa tidak mengajak teman -temanya."Sayang, kenapa tidak bersama teman-temanmu?"
"Ya sudah, nanti aku ajak Antonio dan Angga saja. Bukankah mereka menyukai ku, beda sama Mas yang tidak sayang padaku." Fira merengut sebal lalu bangkit dari tempat duduknya.
Maulana memandang sang Istri heran, ia tidak mungkin tidak mencintai gadis itu, namun ia hanya ingin memberikan kebebasan agar Istrinya bisa merasakan masa muda bersama teman-temannya tapi bukan dengan pria.
Maulana memperhatikan sang Istri, gadis itu langsung mengambil tas dan pergi setelah mengambil tangan sang Suami lalu mencium punggung tangannya.
Maulana mengikuti arah tujuan sang Istri, gadis itu kesal hanya karena disarankan berjalan-jalan bersama temannya.
Catherine pura-pura tidak tahu, putranya sudah dewasa hingga tidak perlu lagi dirinya ikut campur dalam urusan cinta mereka.
"Kenapa dia marah?" Maulana bingung sendiri.
"Kamu selalu memanjakannya, jadi Istri mu tidak tahu yang namanya memahami kata-kata. Istri mu hanya bisa memahami ucapan lembut mu," sahut Catherine.
Maulana mengalihkan perhatian pada sang Ibu, menatap wanita itu meminta petunjuk."Jadi aku harus apa, Ibu?"
Catherine mengangkat pandangan menatap sang buah hati."Kamu Suami nya, kamu yang harus memikirkan itu. Kalau kamu tanya pada Ibu, Ibu bisa saja mengatakan ajarkan Istri mu memahami mu bukan kamu terus yang harus memahami dia."
Apa yang dikatakan Catherine benar, ia terlalu memanjakan Istrinya, namun dirinya suka melakukan itu dan selalu tidak tega jika harus mengajarkan ketegasan pada sang Istri.
"Aku tidak tega, bagiku selama itu tidak melanggar hukum dan agama, sama sekali bukan masalah besar."
"Kalau kamu sudah bicara seperti itu, ya sudah. Lagipula Istri mu hanya ingin ditemani oleh mu, kamu malah menyuruhnya bersama yang lain. Nanti kalau Istri mu lebih suka bersama teman-temannya, kamu merasa tidak diperhatikan." Catherine kembali menyantap hidangan di depannya.
Maulana menghela nafas, ia pikir wanita itu sungguh ingin membelanya, tapi rupanya hanya ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan.
Catherine menyelesaikan makannya lalu bangkit dari tempat duduknya."Kamu segera susul Istri mu, nanti dia semakin ngambek dan malah serius ingin pergi bersama Antonio dan Angga."
Maulana mengangguk, ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu meraih jas miliknya lalu memakainya.
Maulana segera keluar dari rumah, di depan pintu, mobil sedan mewah sudah siap dengan supir menunggu.
"Selamat pagi, Tuan Muda."
Maulana mengangguk, ia mendongakkan kepala melihat jauh di depan mencari keberadaan sang Istri.
Terlihat tubuh mungil itu berjalan kaki ke arah SMA Dirgantara, ia tersenyum sendiri melihat betapa gadis itu sangat menggemaskan.
Maulana menggelengkan kepala kemudian mengalihkan perhatian pada supir pribadinya."Aku berangkat sendiri saja, kamu di sini tunggu jika Nyonya Besar ingin diantar pergi."
"Baik, Tuan Muda." Supir pribadi bernama Mizuno itu mengangguk, ia bergeser ke samping untuk memberikan ruang sang majikan.
Maulana berjalan memutar menuju arah kemudi, ia lupa tentang motor Rangga yang kemarin dipinjam.
Maulana segera melajukan mobil mendekati sang Istri, mengurangi kecepatan menyamakan dengan langkah kaki Istrinya.
Maulana menurunkan kaca jendela mobil lalu mengeluarkan kepala membujuk gadis itu."Sayang, maafkan Mas ya?"
Fira pura-pura tidak mendengar, ia masih kesal karena salah paham dengan niat baik sang Suami.
"Ngapain Mas ke sini? Aku menunggu Antonio saja!"
Maulana menghentikan mobil di tepi jalan lalu turun dari mobil dan berjalan mendekati sang Istri.
Fira mundur beberapa langkah dengan sikap siap lari, bibirnya menahan senyum saat Maulana semakin mendekat.
"Sayang, kenapa menjauh?" Maulana berjalan perlahan mendekati sang Istri.
"Aku nggak mau pergi sama Mas, tadi Mas sudah nyuruh aku sama yang lain." Fira semakin mundur menjauh dari Maulana.
Maulana tersenyum sendiri melihat tingkah gadis itu, rupanya sang Istri ingin bermain kejar-kejaran, tapi bahaya kalau di tepi jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Terbaik 2
Roman d'amourDipaksa menikah dengan seorang rentenir ternyata Fira justru mendapat anak dari si Rentenir.Sosok pria yang lembut pada dirinya namun sangat dingin pada orang lain, awalnya Fira berpikir kalau Suaminya itu juga sama kejam seperti mertua tapi ternyat...