Lo lagi ngomongin diri lo sendiri ya ? Udah putus tapi seolah ngerasa masih ada hak buat ngurusin dia.
"Bukaa !!"
Tak ada hentinya Deana menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Ma, please ma.. Buka pintunya."
Saat ini Deana sedang dikurung dalam kamarnya dan dijaga ketat oleh para bodyguardnya Valen. Ia terpaksa dikurung karena hendak pulang menghampiri putri kandungnya yang baru diketahuinya itu. Valen tidak mau Deana merusak rencananya, sehingga untuk sementara lebih baik tidak dipertemukannya terlebih dahulu.
"Ma.. Buka pintunya ma.."
Deana menangis tersedu-sedu. Rasanya dia benar-benar ingin menemui putri kandungnya itu yang ternyata masih hidup, dan selama ini sudah berada didekatnya sangat cukup lama.
Pantas saja, ketika pertama kali mereka bertemu dulu, Deana merasa seolah ada rasa yang sangat sulit untuk diungkapkannya sendiri. Anehnya, rasa itu seperti rasa ikatan batin antara seorang ibu dan anak.
Tapi pada saat itu tidak terlalu dipikirkannya. Karena menurutnya, gadis itu adalah calon menantunya dan sudah seharusnya juga ia memperlakukannya seperti anaknya sendiri.
Setelah memutar otaknya begitu keras, Deana pun menemukan cara untuk memastikan keberadaan putrinya itu.
Lalu segera mengambil ponselnya, mencari kontak putranya.
"Bima please angkat telfon mama.." Mondar-mandir menunggu panggilannya terjawab.
***
Sementara yang dihubungi sedang sibuk membaca laporan melalui tabnya. Sehingga ponselnya berdering pun tak diketahuinya, karena mode silent.
Kalau Juna sedang berusaha untuk menenangkan orang yang sudah menabrak mobil mereka sambil menghubungi polisi. Tapi orang-orang itu tetap marah-marah dan mencoba untuk mengambil paksa ponsel Juna.
Orang-orang itu juga mencoba untuk menahan Juna agar tidak pergi. Seolah sengaja mengulur waktu mereka.
Bima yang selesai membaca laporannya, memeriksa ponselnya. Ia bermaksud untuk menghubungi sekertarisnya yang lain untuk mengurus masalah yang sedamg menghambat kepergiaannya saat ini. Tapi ternyata setelah dibukanya sudah banyak panggilan masuk dari mamanya.
"Mama nelfon ?" Bima terheran, tidak biasanya mamanya menghubunginya sebanyak itu. "Ada apa ya ?"
Bima pun langsung menghubunginya kembali.
"Hallo ma.. Maaf ya ma telfonnya gak aku angkat, soalnya aku lupa handphone aku msih mode silent."
"Bima.. Kamu dimana sekarang ?"
"Lagi di jalan mau pulang ma. Kenapa ma ?"
"Bima.. Sekarang kamu dengerin mama baik-baik ya.." Dengan suara yang berbisik-bisik dan tergesa-gesa. "Sekarang, kamu harus jemput Naiara dan sembunyiin dia baik-baik. Jangan sampai ada orang lain yang tau dimana keberadaan dia."
"Emangnya ada apa ma ? Mama baik-baik aja kan disana ?"
"Mama baik-baik aja. Sekarang, pokoknya kamu harus lakuin apa yang mama bilang barusan. Karna bakal ada banyak orang yang mau memisahkan kalian."
"Baik ma. Kebetulan aku juga mau ke kampus jemput dia. Tapi masih ada sedikit masalah nih ma."
"Masalah apa ? Kamu gapapa kan ?"
"Aku gapapa kok ma. Cuma, tadi ada mobil yang nabrak mobil aku dari belakang. Tapi orangnya marah-marah, seolah mobil aku yang salah karna berhenti mendadak."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...