Hal yang seharusnya aku hindari akhirnya menghampiriku kembali, hingga tak bisa tuk menolaknya lagi.
Dengan kondisi Caesar yang sudah babak belur, tidak memungkinkan lagi baginya untuk mengendarai mobilnya sendiri. Hingga tak ada pilihan lain selain Rania terpaksa ikut mengantarkannya pulang.
Mau bagaimana pun hal itu terjadi karena kesalahan dari mereka berdua. Sudah seharusnya juga mereka berdua yang harus menghadapi Marlene Julia.
Dengan jalan yang terhuyung-huyung, Rania membopong Caesar masuk ke dalam rumah.
Marlene Julia yang tengah asik menonton tv, ketika melihat kedatangan Caesar dalam keadaan babak belur seperti itu pun shock melihatnya. Ia begitu panik tanpa tau apa yang harus dilakukannya terhadap putranya itu.
"Caesar, apa yang terjadi sama kamu ? Bagaimana kamu bisa luka-luka begini ? Siapa yang udah bikin kamu seperti ini nak ? Bilang sama mami."
"Tante tenang dulu ya, tante. Nanti aku bisa jelasin. Tapi kita harus obatin Caesar dulu, tante."
"Ya, ya sudah kita bawa ke kamarnya saja." Dengan tubuh yang gemetaran, Marlene Julia memanggil para art-ny untuk segera membawa Caesar ke dalam kamarnya.
Marlene Julia masih terlihat khawatir dan panik. Tak ada hentinya dia mondar-mandir sembari memegang ponselnya untuk menghubungi dokter keluarga mereka agar segera datang mengobati anaknya.
"Caesar, kamu tahan ya. Sebentar lagi dokternya datang."
Seketika, ia baru menyadari akan kehadiran Rania di rumahnya. "Heh, kamu ! Ngapain kamu masih dekat-dekat sama anak saya ?"
"Mi, jangan marahin Rania. Dia gak salah." Tangan Caesar memegang tangan maminya, mencegah untuk memarahi Rania.
"Caesar.. Mami kan udah sering bilang sama kamu. Gak boleh berhubungan lagi sama dia !" Menunjuk ke arah Rania. "Kamu berantem sama Aline juga pasti karena perempuan ini, kan ?"
"Mi.. Anaknya lagi sakit, juga. Mami malah ngomel-ngomel."
"Trus apa ? Kamu bisa jelasin, kenapa anak saya bisa babak belur seperti ini ?" Tanyanya kepada Rania.
"Se.. Sebenarnya.. Sebenarnya tadi Arvin mergokin kita berdua, tante. Trus, dia ngehajar Caesar sampe kayak gini. Mm-ma.. Maafin aku tante."
PLAK !
Tidak segan-segan bagi Marlene Julia untuk melayangkan tangannya ke wajah Rania.
"Itu akibatnya karna kamu sudah berani mengacaukan hubungan Caesar dan Aline."
PLAK !
"Dan ini untuk kamu yang sudah berani mendekati anak saya lagi !"
Lagi-lagi tangan Marlene melayangkan tamparannya ke wajah Rania. Hingga terlihat memerah di kiri kanan wajahnya.
"Maafin aku, tante. Ini semua salahku."
"Ini semua memang salah kamu. Sekarang kamu pergi dari sini !" Marlene menunjuk ke arah luar mengarahkan Rania agar segera pergi dari rumahnya. "Saya gak sudi melihat kamu ada di hadapan saya. Pergi !"
Dengan butiran bening yang mengalir deras membasahi wajahnya, Rania pun segera pergi meninggalkan rumah itu. Ia benar-benar sedih atas caci makian yang Marlene Julia lontarkan kepadanya.
"Mami gak habis pikir sama kamu. Apa sih yang perempuan itu miliki sehingga kamu masih berhubungan sama dia ? Ingat Caesar.. Kehidupan gak cuma modal cinta doang. Biasa apa kamu hidup dengan cinta ? Kamu gak akan bisa apa-apa !"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Non-Fiction"Oyy.. ! Lo manusia apa bukan ?" Teriak seseorang yang tidak jauh dari belakangnya. Dengan cepat, Naiara menghapus air matanya. Seseorang itu pun mendekati Naiara. Ia tidak terlihat seperti dalam kondisi sadar sepenuhnya. "Ooh, ternyata lo manusia."...