Bab 12: Sekelumit Masa lalu

82 18 8
                                    

***

"... Apakah kalian tidak mencari perempuan untuk menjadi Penari Cadeau lagi?" Atik bertanya dengan suara lemah. "Apakah mungkin ada kesempatan orang biasa seperti kami untuk bergabung dengan kalian?"

Langkah Indung Ali terhenti di depan pintu, kaki dengan sandal kulit itu memutar arahnya kembali. Suara tawanya rendah. "Tidak, tentu kami tidak akan mempekerjakan Nini tua sepertimu. Menjadi seorang Penari Cadeau pun tidak bisa sembarangan. Mereka memiliki ritual khusus. Ngartos?"

"Kalau begitu, beritahu aku apa aturan dan ritualnya?" tanya Atik. Keinginannya sudah terpancang kuat. Sekali lagi... Mungkin saja ada kesempatan untuk mendapatkan banyak Gulden!

Indung Ali dan Wulan saling bertatapan.

"Aya naon, Ni? (Memang ada apa, Ni?)" Tanya Wulan.

Atik berdiri supaya sikapnya terlihat menyakinkan. "Aku..." Atik tersentak dan memegangi perutnya yang kembali melejitkan rasa sakit... Dengan terpaksa dia duduk kembali.

"Pulanglah, beristirahat, Ni. Kami harus bersiap-siap." Indung Ali kembali memutar arah tubuhnya.

Batin Atik memberontak! Dia memaksa dirinya yang kesakitan untuk berpikir cerdas! Dia sudah menyusun rencana dan kata-kata di dalam kepalanya, agar Indung Ali tertarik dengan ceritanya!

"... Sri Kemuning, Putri abdi yuswa 14 taun (Putriku berumur 14 tahun). Dia sangat menyukai seni tari dan nyanyian kalian. Ketika Condroso itu kubawa pulang, dia selalu memakainya di gelungan rambutnya. Sampai-sampai aku kesulitan untuk membujuknya. Tetapi dia tidak mau melepasnya." Atik mulai mengarang cerita. "... Éta sababna, naha kuring ngan ukur tiasa uih deui ayeuna (Itulah alasannya, mengapa aku baru bisa mengembalikannya sekarang)."

"Maksud, Nini... Putri Nini ingin menjadi Penari Cadeau?" Wulan terkejut, jika ada anak perempuan yang ingin menjadi penari Cadeau. Biasanya, mereka dipaksa oleh orang tuanya...

"Éta leres. Sri hayang jadi penari (Benar. Sri ingin menjadi penari)." Atik berjuang keras menekan rasa gugupnya. Dia harus menyakinkan, kalau Sri memang ingin bergabung dengan kelompok penari ini.

"Kalau begitu..."

"Nyi Wulan!" Indung Ali memotong omongan Wulan."... Asup ka imah (Masuklah ke dalam). Setelah ini, kita akan membicarakannya. Urusan penari Cadeau adalah urusanku." Dia mengulurkan Condroso milik Wulan.

Wulan diam. Dia memandangi Condroso yang diulurkan kepadanya. "Aku permisi, Ni."

Atik mengangguk. Bola matanya mengikuti langkah perempuan cantik itu masuk ke dalam rumah. Samar-samar wangi bunga Cempaka itu... Masih tertinggal. Atik menggagumi sosok Wulan yang sangat cantik... Dia bisa membayang jika Sri yang....

"Putri anjeun masih parawan? (Apakah putrimu masih perawan?)"

Atik mengerjapkan matanya. Indung Ali mengangkat mangkuk batok kelapa yang berisi jamu itu dekat dengan wajahnya. Atik gugup dan segera mengambil mangkuk itu. Pertanyaan itu tentu saja begitu mudah untuk dijawabnya.

"Aku yakin demi apa pun, Putriku tentu masih perawan."

Indung Ali menarik kursinya, dan kembali duduk di hadapan Atik. "Aku rasa... Sangat tidak mungkin ada perempuan perawan di sini. Bukankah para laki-laki lebih banyak dari pada perempuan? Mereka pasti jadi sasaran empuk para pemburu birahi."

Atik mengalihkan matanya, dia tidak berani membalas tatapan runcing Indung Ali. Akhirnya Atik memutuskan untuk meminum jamu berwarna hijau itu, agar tidak terlalu gugup. Jantungnya berdebar kacau sekali... Sekali lagi, ini ada kesempatan terbaik dari mereka untuk merubah nasib. Perkara Sri akan menolaknya... Itu urusan nanti!

Hikayat Sang PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang