***
Sri tulus.
Sinar matanya memijarkan perhatian dengan gestur lemah lembutnya. Perempuan belia itu tak memperdulikan dirinya, dia sibuk menenangkan kekalutan seorang pria.
Henri menderu sedan, layaknya anak kecil yang kehilangan arah. Dia mencecar Sri dengan seribu kekalutan!
Bagaimana bisa, dirinya mendarat dalam situasi di luar nalar. Jiwanya pun teraduk-aduk ke dalam pusaran ketakutan. Imaginasi itu terlalu nyata! Pengkhianatan Wulan— Bahkan rasa senggama itu terlalu nyata?!
"Tenanglah, Meneer."
Usapan halus di puncak pipinya terasa hangat. Perempuan belia itu tampak berantakan, namun dia tak resah pada dirinya sendiri.
Pada akhirnya, Henri menyerah. Dia kembali merebahkan dirinya.
Mereka membisu— terbaring tanpa kata selama beberapa menit.
"Apa— apa aku— aku melakukannya?"
Pertanyaan itu tercetus sekali lagi. Sri tak menjawab. Tapi Henri yakin— mereka bersetubuh walaupun dirinya dalam keadaan tak sadar!
Rasa bersalahnya besar, rasa malunya luar biasa.
Dari awal, Henri sendiri tidak memiliki rencana untuk menjadi Raja bagi Sri.
Manik biru itu beralih, dia tidak berani berlama-lama memandangi Sri. Dia bergegas memisahkan dirinya dari ranjang.
Baru saja Henri merapatkan piyamanya. Tatapannya menangkap cepat noda kemerahan-merah di seprai putihnya. Jantung Henri nyaris meledak.
Sri memang tidak menjawab pertanyaannya, tapi Henri sudah mendapatkan jawabannya.
"Apa aku memperkosamu?"
Sri tampak termanggu di balik selimutnya. Gerakan kepalanya pun tak jelas. Henri iba dengan penampilan Sri ... Wajahnya pucat dengan sisa riasan yang tidak sempurna. Gelungan rambutnya pun berantakan.
"Aku tidak tahu apa yang aku lakukan. Aku minta maaf, Sri."
Sorot mata Sri naik, dia memperhatikan tertib jemari si tuan Walanda merapikan kancing-kancing piyamanya. Gadis itu juga kebingungan, setelah mengalami malam pertamanya ....
"Kamu boleh marah kepadaku."
Henri menggaruk kasar rambut pirangnya. Kebingungannya masih mengaduk-aduk isi kepalanya, tetapi kini dia lebih khawatir dengan Sri.
Matahari menembus tirai putih yang tidak sempurna menutupi pintu balkon.
Semalam ingatannya hanya sampai di depan balkoni itu. Dia asik menyaksikan para penari Cadeau melakukan serangkaian hiburan dan nyanyiannya.
Anehnya, setelah dia bertatapan dengan Sri Kemuning— Semuanya seperti hilang. Lebih tepatnya, dia seperti terseret ke dimensi mimpi!
Segala sesuatunya digubah dengan ketidak-mungkinan .… Halusinasinya terlalu fana dan tinggi! Bahkan mengkonsumsi alkohol atau candu tak pernah membuatnya seperti itu!
Bagaimana dia menari dan terpikat dengan perempuan bernama Dewi Kamboja, perempuan dalam lukisan?! Belum lagi kehadiran sosok Wulan ... seakan-akan menjadi cara untuk menghakimi sakit hatinya!
"Apakah meneer Henri merasa lebih baik?"
Lamunan Henri pecah. Suara parau bersaung manis itu membuatnya sadar.
"Aku baik-baik saja … tunggu sebentar."
"Meneer Henri tidak menangis lagi?"
Henri tertawa dingin, mendengar perhatian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Sang Penari
RomanceTerhimpit kemiskinan, kelaparan dan terluntang-lantung di jalanan... Atik memutuskan untuk bergabung sebagai tenaga kerja Rodi, di sebuah perkebunan milik Tuan berdarah Netherlands. Mereka pun harus pindah ke Desa Walangsari dan tinggal di barak pek...