***
Genangan air berambai-ambai, ketika 3 Jip berbendera tiga warna menembus rinai hujan. Keempat rodanya menggerus pemukaan jalanan utama yang lebih baik daripada jalan sebelumnya. Hamparan jalan utama itu sudah licin, tertutupi batu-batu kerikil yang tersusun rapi. Hujan bertambah deras, menghantarkan kabut-kabut dari kaki gunung Salak yang turun menggulung. Dari atas mereka jelas melihat Wwilayah Desa Walangsari diselimuti asap putih yang berpulun-pulun, bahkan tembakan lampu sorot Jip, seolah tidak mampu menembus kabut tebal yang menghadang.
Sri mengeratkan jas milik Meneer Henri yang dikenakan di bahunya. Dia sebenarnya cukup tahan jika berada di daerah dingin, tetapi hawa perpaduan hujan dan angin kali ini... Benar-benar sampai merasuk hingga ke tulang-tulangnya. Sri mengigil sampai-sampai giginya gemeretak berbunyi.
"Sebentar lagi kita sampai... Berikan tanganmu." Henri mengusap-usap telapak tangan Sri dan turut melekapkan tubuhnya. Dia berharap bisa membagi kehangatan untuknya. Henri sendiri sudah terbiasa dengan cuaca dingin. Dari kecil dia melewati musim dingin ekstrem di Rotterdam, bahkan sudah terbiasa mandi air sedingin es ketika mengikuti wajib militer.
Deru mesin melambat. Sopir kembali menghentikan Jip di depan pos penjaga. Pos ini adalah pos pemeriksaan terakhir ... yang artinya posisi mereka sudah sangat dekat dengan Desa Walangsari.
Dua dari tentara dari Pos itu siaga menyilangkan senapannya. Sedang satu lagi mengangkat senter penerangan dari tangannya dan bergegas mendekati jip itu. Dia memindai sang tamu yang datang.
"Waar kom je vandaan? (Dari mana kalian?)"
"Wij komen uit Buitenzorg (Kami dari Buitenzorg)," ucap Sopir, dia mengeluarkan surat yang terkena cipratan air hujan.
Tentara itu langsung menegakkan postur tubuhnya, ketika mengetahui yang datang adalah sang pemilik perkebunan. Senternya yang menyorot mata biru itu langsung dimatikannya. Tentara itu berlari dan buru-buru menuju gerbang, dia segera membukakan pintu untuk masuk ke Desa Walangsari.
"Welkom, Meneer Henri," ucap Tentara Walanda itu seraya menaikkan tangannya. Hujan langsung membasahi seragam dan topinya, dia tetapi berdiri di pinggir gerbang sampai jip-jip itu melewatinya.
"Danke," ucap Henri sedikit membuka penutup Jipnya.
Indra pengelihatannya tajam dan mulai mengamati lagi. Memang hampir tiga minggu dia meninggalkan perkebunan miliknya, segala sesuatunya hanya dia percayakan kepada manajemen perusahaan. Tetapi, sedikit saja ada yang berubah ... Tentu itu menjadi momok pikiran di kepalanya. Dia tidak pernah mengkhawatirkan masalah keamanan tetapi ...
"Is het je opgevallen, waarom zijn er te veel soldaten bij de buitenpost? (Apa kamu memperhatikan, kenapa terlalu banyak tentara di pos luar?)" tanya Henri seraya mengusap rambut Sri yang tertidur di atas pahanya.
"Momenteel in dit bericht slechts drie mensen (Sedang di pos ini hanya tiga orang)"
"Ja, dat viel me ook op Meneer. Maar ik begrijp het niet (Ya, saya juga memperhatikan itu Meneer. Tetapi saya kurang paham)."
"Volgens mijn ervaring, als de soldaten in paraatheid ten onder gaan... Betekent dit dat er aanvallers in dit gebied zullen komen (Menurut pengalamanku, jika tentara-tentara bersiaga turun... Artinya akan ada penyerang yang masuk ke wilayah ini)."
Sri membuka matanya. Dia memang tidak mengerti pembicaraan Meneer Henri, tetapi dari nada suara dan bias sinar penerangan yang jatuh di wajahnya, Sri melihat ada kekhawatiran.
"Als ik daar aankom, zal ik later het radiohoofdkwartier bellen (Setelah sampai, saya akan hubungi markas dengan radio nanti)," jawab Sopir itu.
"Zorg ervoor dat alles veilig is. Ik ga het Colin vragen... (Tolong pastikan semuanya aman. Aku akan bertanya dengan Colin...)"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Sang Penari
RomanceTerhimpit kemiskinan, kelaparan dan terluntang-lantung di jalanan... Atik memutuskan untuk bergabung sebagai tenaga kerja Rodi, di sebuah perkebunan milik Tuan berdarah Netherlands. Mereka pun harus pindah ke Desa Walangsari dan tinggal di barak pek...