Bab 47: Melepaskan bara

116 20 18
                                    

***

Penari Cadeau.

Katanya adalah jelmaan Dewi Kamboja yang menari demi membalaskan dendam suaminya yang mati karena dibunuh oleh gerombolan penyamun. Konon tarian magis itu, merasuki tubuh sang penari yang diberkahi dengan nasib naik dan keberuntungan. Aura mereka pun mampu memikat para pria untuk mendekat dan rela memberikan apa saja untuk bisa memilikinya.

.

Kotak millik Ki Ali, cukup menarik perhatian Atik.

Selesai manggung, kotak yang buat dari kayu jati itu selalu penuh dengan Gulden. Artinya, Penari Cadeau berhasil menguras Gulden simpanan semua pria yang berada di perkebunan. Sayangnya, Gulden itu bukan milik penari Cadeau sepenuhnya. Beberapa hari setelah pertunjukkan, Ki Ali harus menyetorkan upeti dari kotak itu kepada orang Walanda yang khusus datang. Katanya tidak hanya penari Cadeu di desa ini saja yang ditarik pajak.

Atik bingung, bagaimana dengan Penari Cadeaunya sendiri?

Karena Sri belum menari, Atik tidak tahu berapa besar upah yang mereka dapat. Yang pasti penari-penari ini tidak pernah mengeluh masalah pembayaran. Apalagi ada perhiasan-perhiasan yang dihadiahkan, dia bisa membayangkan jika ada hadiah-hadiah mewah yang diberikan kepada Sri.

"Apakah Wulan Asih masih ada di rumah Meener Henri?"

Indung Ali yang sedang merapikan kotak jatinya, mengangguk. "Ya, tentu saja Wulan Asih masih ada di rumah itu."

Atik menaikkan alisnya tinggi-tinggi. "Hm ... sepertinya, tuan Walanda itu cinta mati kepada Wulan Asih," desahnya dengan rasa kecewa.

Indung Ali tertawa. "Kita tunggu saja apa yang terjadi. Toh tuan yang anti penari Cadeau itu ... akhirnya mau mengadakan pesta di kediamannya."

"Ku sabab kitu abdi nyuhunkeun bantosan anjeun, Ki. (Makanya aku meminta bantuanmu, Ki)."

"Tidak ... Tidak ... Aku tidak akan membantu mendekatkan Sri dengan Meener Henri. Pergerakanmu cukup sampai di sini, Ni. Biarkan Dewi Kamboja yang bekerja."

"Dewi Kamboja," dengus Atik. Dia lebih percaya Gulden daripada tahayul.

"Meneer Henri parantos muka jalan pikeun. (Meneer Henri sudah membukakan jalannya sendiri.)"

"Ah!" Atik tidak sabar.

"Tenang saja, Ni. Wulan Asih sedang bergulat dengan nasib buruknya. Dia sendiri yang memilih mengkhianati ikatannya sebagai penari Cadeau dan juga cinta Meneer Henri."

Atik mengusap tengkuknya yang tiba-tiba tersapu rasa merinding. "Omong-omong. Naon teh kakurangan Meneer Henri? (Meneer Henri itu kurangnya apa?"

"Henri Henri sae pisan (sangat baik). Tapi dia akan merasakan getahnya." Indung Ali merapikan ikatan kepalanya. "Aku menerawangnya, Meneer Hendri sedang bimbang)."

"Bimbang? Mungkinkah karena pengkhianatan Wulan Asih?"

Lagi-lagi Ki Ali tak menjawab, dia fokus memilin-milin  kulit jagungnya.

***

Wulan sudah patah arang.

Langkahnya melambat, kemudian berhenti di anak tangga teras. Dadanya terasa sesak.

Sebuah panggung kecil telah dibangun. Tiga buah obor yang tertancap di tengah-tengah panggung tersebut adalah pertanda, kalau benae penari Cadeau akan menari di sana.

Diperlukan waktu lima menit bagi Wulan, untuk mengeraskan emosinya yang pecah. Wulan sadar, sang  kekasih tak mau memaafkan kekhilafannya.

Meener Colin.

Hikayat Sang PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang