Bab 74: Akhir?

202 26 10
                                    

***

"Akhirnya Penari Cadeau bisa menikah."

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, bukan?"

Senyum Sri mengembang. Diletakkannya empat cangkir kopi panas di atas meja.

"Abdi bagja pisan tiasa patepang deui, Sri (Aku senang sekali, bisa bertemu lagi denganmu, Sri)," isak perempuan itu sembari mengusap air matanya. Dia di berdiri di depan lukisan Dewi Kamboja yang kini menjadi hiasan di ruang tamu Sri.

"Saya juga, Nyi Sinar." Sri berusaha keras harunya. Tetapi, dia sangat senang ... Tenyata Nyi Sinar ternyata selamat. "Aku benar-benar sedih dengan kejadian lalu."

Sinar melirik ke arah teras, dimana suaminya dan Edi sedang berbincang-bincang. Sedangkan anaknya mulai akrab bermain dengan Datri. "Yang maha kuasa melindungiku. Nasibku lebih baik."

Sri turut melirik ke arah teras. "Bukankah... suami Nyi Sinar adalah satu dari mandor perkebunan?"

Sinar mengangguk . "Dia memang pernah beberapa kali hendak melamarku … tapi kata Ki Ali penari Cadeau tidak akan bisa menikah."

Tentu Sri tentu ingat mandor itu, ketika dia kabur dan bersembunyi di semak-semak. Mandor itulah yang memberitahu kawannya kalau dia berniat menikahi Nyi Sinar ... Ternyata pria itu benar-benar serius dengan ucapannya.

"Dialah yang menyelamatkanku, ketika suasana kacau balau."

Sri memejamkan matanya beberapa detik. Sungguh dia tak ingin mengingat apa pun malam itu. Perjalanannya juga tidak mudah. Trauma dan kesedihannya seakan tak berujung karena kematian ibunya ... Dan orang-orang baik lainnya.

Ah, untuk apa aku hidup?

"Sri?"

Sri mengerjapkan matanya, ketika Sinar mengusap pundaknya. Perempuan berkerudung hijau itu menatapnya sungguh-sungguh.

"Datri … anakmu?" Sinar sedikit ragu.

Jantung Sri bergedup, namun lekas menaikkan ujung senyumnya. "Iya. Datri ... Putriku."

Sinar menghela napas. "Apakah kamu ... baik-baik saja?"

Sri ragu-ragu, bahunya terangkat sedikit. "Aku pikir, tak ada harapan dengan hidupku. Bahkan beberapa kali aku sempat mengakhiri hidupku di ujung tali ... Tapi Kang Edi ... menyelamatkanku."

Ujung jari Sri saling tertaut. Otaknya tentu bereaksi, Sri tak ingin mengulik trauma yang sebenarnya tak seluruhnya dia kubur.

"Maaf, Sri. Aku tak bermaksud ..."

"Tidak apa-apa, Nyi. Aku merasa lebih baik sekarang. Datrilah yang membuat hidupku lebih baik."

Sinar kembali memandangi anaknya dan Datri. Ya, penampilan gadis cilik itu memang mencolok ...

"Bagimana ... dengan ayahnya ... Meener Henri?"

Sri menelan ludah ketika nama itu terucap. "Aku tidak tahu ... tak ada yang memberitahuku."

"Begitu?"

"Kang Edi juga sudah ke kantor polisi Belanda. Katanya itu rahasia, karena Meneer Henri adalah orang Walanda."

"Mungkin beliau selamat, Sri."

"Aku tidak tahu."

Ekspresi Sinar pun sendu dirangkulnya bahu Sri dengan lembut.

"Sri, kita harus bersyukur, kita semua sudah melalui itu semua. Sekarang tugas kita adalah menjalani hidup sebaik-baiknya, sebagai tanda kita menghargai kesempatan yang diberikan pencipta kepada kita."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hikayat Sang PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang