Bab 19: Ritual Pertama

144 18 3
                                    

***

Sri sangat canggung ketika para penari Cadeau itu mengelilinginya. Wajar saja, mereka sangat cantik, berkulit bersih, mengenakan pakaian yang bagus.

Sri pun selalu menunduk, hanya berani memandangi kaki-kaki mereka yang mulus tiada noda.

"Naon? Bagaimana, Ki?" Tanya Atik. "Apakah sudah ada keputusan soal Sri kemuning."

Indung Ali membuka peti kecil yang terletak di atas meja. Disusurnya rajangan tembakau dan dilintingnya ke dalam kulit jagung yang sudah dikeringkan.

"Kalian semua, masuk saja ke dalam."

"Apakah aku tidak boleh duduk di sini, Ki?" tanya Wulan.

"Nyi Wulan, aku tidak mau ada kecemburuan lagi. Selama ini aku sudah terlalu murah hati kepadamu," jawab Indung Ali tanpa melihat wajah Wulan.

Wulan merengut dengan rasa kecewanya, dia tersenyum datar, dan mengikuti langkah kawan-kawannya masuk ke dalam rumah bedeng.

Atik memindai langkah Nyi Wulan. "Naon?"

Indung Ali tersenyum. "Tidak apa-apa. Sri duduklah di meja itu, aku ingin bicara dengan ibumu."

"Iya." Tentu saja Sri senang pindah ke meja itu, karena di atasnya ada camilan getuk yang sudah disajikan.

Indung Ali menatap serius ke arah Atik. "Nyi Wulan dulunya adalah penari kesayangan Raja Singolasi ... Dan sekarang dia adalah perempuan kesayangan Meneer Henri."

Atik terkejut. Dia teringat kepada sosok perempuan berkerudung yang sering melintasi perkebunan di pagi hari.

"… Meneer Henri dan Nyi Wulan?"

"Aku rasa, Ni Atik sudah mengetahui kalau Nyi Wulan adalah kesayangan orang penting di sini." Indung Ali menyalanya koreknya. Dia menghisap pelan, menjaga bara api agar tetap membara di ujung rokok lintingnya.

"Ki, ini kopinya." Anak buah Indung Ali meletakkan dua cangkir kopi.

"Nuhun ... Minumlah, Ni." Indung Ali menarik secangkir kopi hitam yang baru saja diantarkan anak buahnya ke tengah meja.

"Anu ... Apakah maksud Ki Ali… Meneer Henri, pemilik perkebunan ini?" Atik nyata ingin memastikan lagi. Siapa sangka Nyi Wulan begitu lihai menarik pria-pria luar biasa.

"Benar ... Meneer Henri pemilik perkebunan, tempat Ni Atik bekerja." Indung Ali menghembuskan asap rokoknya tinggi-tinggi.

Indung Ali melirik ke arah Sri yang melahap camilannya.

"Aku akan memberitahumu tentang ritual yang harus dijalani oleh seorang penari Cadeau." Indung Ali mengubah ekspresinya lebih serius. "Mungkin Penari Cadeau terlihat mudah, hanya menari dari bernyanyi. Tetapi sebelumnya, ada ritual khusus yang harus Sri lakukan ... Itu sedikit memberatkan."

"Tidak apa-apa, Ki. Anakku Sri pasti bisa!" Seru Atik.

Indung Ali menoleh ke arah Atik. "Apakah sebenarnya kamu lah yang berambisi agar Sri menjadi penari Cadeau?"

Atik meneguk air ludahnya. "A... Ti... Tidak..."

"Aku meminta ijinmu, karena ketika dia menjadi Penari Cadeau, dia memegang beban sumpah yang mantra-mantra yang diikat pada tubuhnya," terang Ki Ali. "Dia tidak akan bisa melepas ikatan magis itu, kecuali dia menemukan gadis perawan untuk menggantikannya."

Tatapan runcing Indung Ali jelas membuat Atik bergidik. Atik pun cepat mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apapun, Ki ... Abdi ngaberkahan putri abdi janten penari Cadeau (Aku merestui putriku menjadi penari Cadeau."

Hikayat Sang PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang