***
Sri merapatkan erat jari-jarinya untuk meredam suara teriakannya. Mungkin ini adalah hal yang memalukan sepanjang hidupnya.
Setelah berkenalan dengan Indung Ali dan Nyi Wulan. Usai pertunjukan itu... Mereka membawanya ke rumah bedeng, di mana penari-penari Cadeau itu tinggal. Entah ada pembicaraan apa ibunya dengan Indung Ali. Tiba-tiba saja, perempuan yang bernama Nyi Wulan sedang memeriksa ... bagian kewanitaannya. Sri pun harus mengangkat kakinya lebar-lebar ke ujung ranjang… Entah apa yang dilakukan perempuan cantik itu di bawah sana.
"Kamu sangat tegang... Kakimu terasa dingin, Sri." Wulan tertawa. Dia menurunkan paha Sri.
Sri sangat gugup, ketika mendengar suara tawa Nyi Wulan. "Ah … Geus rengse? (Apakah sudah selesai?)"
"Sudah. Aku tidak menyentuh apa pun hanya memastikan... Itu..." Nyi Wulan tersenyum. Dia merapikan kain jarik Sri.
"… Memastikan… Itu?"
Sri bangkit. Dia buru-buru menutupi bagian sensitifnya dan merapatkan kakinya. Sri menunduk malu. Dia menyadari kalau kasur yang dia duduki itu terasa empuk dan berbau wangi.
Wulan tertawa lagi. Menurutnya, Sri begitu polos dan tentu saja mengingatkan kepada dirinya yang dulu. "Aku harus memastikan, kamu masih perawan atau tidak." Wulan berdiri dan mencuci tangannya ke dalam waskom yang sudah disediakan.
"Éta penting? (Apakah itu penting?)"
"Bagi pengantin penari Cadeau itu penting."
Sri bergidik. "Pengantin? Dupi éta hartosna abdi hoyong nikah? (Maksudnya aku mau dinikahkan?)"
Wulan tertawa lagi. Dia mengambil handuk kecil di samping waskom. "Sri, bukankah kamu ingin sekali menjadi penari Cadeau?" Tanyanya seraya kembali duduk di samping Sri
Sri memandangi penampilan perempuan cantik itu. Rambutnya sangat hitam, tebal dan sudah rapi terurai... Aromanya tubuhnya pun sangat wangi... Sri tidak tahu wangi Apakah itu?
"Aku hanya mengatakan kepada ibuku. Aku menyukai nyanyian dan tarian penari Cadeau, ketika di atas panggung."
"Ni Atik bercerita, Sri memakai Condrosoku sambil meniru gerakan penari Cadeau. Sri terus menari, sampai-sampai enggan melepas condroso milikku."
Ujung alis Sri berkerut. "Ah, Naon? Aku?"
"Iya. Kata Ni Atik."
Sri tidak mengerti. Dia tidak melakukan itu! Justru ibunya lah yang menari dengan mengenakan Condroso itu. Bahkan Ibunya lah yang memaksa keinginannya untuk ingin memiliki Condroso yang bukan miliknya. Sri bertanya-tanya… Mengapa ibunya justru memutar balikan fakta?
"Aku... Aku tidak..."
Sri mendesah. Dia mengurungkan untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Kamu tidak apa-apa, Sri?" Wulan menangkap perubahan wajah Sri.
Netra Sri menunduk. Pikirannya masih saja tidak patuh. Padahal Sri tidak mempunyai pilihan untuk memprotes rencana ibunya. Semua bergantung kepada keberhasilannya hari ini. Walaupun, Sri tidak mengerti mengapa dia harus menjadi Penari Cadaeu…
"Apakah aku masih perawan?" Sri menarik ujung jariknya agar terikat dengan baik.
Wulan mengusap punggung Sri. "Sebenarnya perawan saja tidak cukup. Ada beberapa ritual berat, selain itu kamu harus punya kemampuan untuk merayu dalam menyanyikan Kawihan dan menyeimbangkannya dalam tarian. Parasmu juga harus cermerlang mempunyai kharisma... Personamu harus anggun, layaknya sang Ratu Dewi Kamboja."
Sri bisa membayangkan hal itu ketika Melihat Nyi Wulan dan penari lainnya. "Tapi… Kuring teu bisa nari, nyanyi jeung beungeut kuring awon... (Aku tidak bisa menari, menyanyi dan wajahku pun jelek...)" Ungkap Sri. Dia cukup tahu diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Sang Penari
RomanceTerhimpit kemiskinan, kelaparan dan terluntang-lantung di jalanan... Atik memutuskan untuk bergabung sebagai tenaga kerja Rodi, di sebuah perkebunan milik Tuan berdarah Netherlands. Mereka pun harus pindah ke Desa Walangsari dan tinggal di barak pek...