***
Henri memulaskan ujung jarinya. Parasan kulit eksotis itu masih bersuam peluh, meninggalkan sisa akhir pergumulan dramatis mereka. Manis birunya mulai menelisik tubuh lemas yang membelakanginya. Warna merah kehitaman di berapa tempat... Cukup menarik atensinya. Beberapa tanda pun, lebih terlihat jelas seperti bekas gigitan gigi manusia. Sepertinya... Pria ini tahu betul, posisi bercinta apa yang disukai oleh Wulan.
Henri menghela napas, dia menopang kepalanya. Akal sehat itu sepertinya tidak mampu mempercayai... Kebenaran yang terjadi. Bagaimana mungkin Wulan Asih mengkhianatinya?
"Sepertinya, dia tidak berbohong."
Henri menghela napas.
Ketika perempuan tua itu meneriakkan namanya berkali-kali, awalnya dia merasa terganggu. Henri pun terpaksa mendatanginya karena tidak tega... Perempuan itu dipukuli penjaga dengan cukup beringas.
Tetapi setelahnya... Cukup aneh... Perempuan bernama Atik itu menawarkan malah pertukaran...
.
"Meneer Henri harus membantuku keluar dari serikat kerja Rodi..."
Henri melipat tangannya, dia langsung tidak suka dengan sikap perempuan berkebaya putih ini. Bahkan dia tidak mengucapkan terima kasih!
"Itu bukan tugasku."
Atik sedikit limbung, sambil memegangi kepalanya masih terasa yang sakit. "Meneer Henri adalah pemilik perkebunan ini... Pasti semuanya akan mudah." Atik ngotot.
"Maaf, Meneer... Saya akan mengusir perempuan gila ini!" Penjaga itu pun bergegas kelar dari gerbang.
"Meneer, aku berjalan kaki dari perkebunan yang jauh. Aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong." Atik memundurkan tubuhnya, ketika penjaga itu lebih mendekatinya.
Henri tidak perduli, dia langsung melenggang menjauhi gerbang itu. Tentu saja dia tidak enak hati, karena meninggalkan tamu penting sendirian di dalam.
"Meneer Henri! Kalau Meneer mau membantuku! Aku akan memberitahu Meneer suatu rahasia!" teriak Atik sambil menepis tangan penjaga yang sudah memegangi tangannya.
Henri tertawa rendah. Apapun itu dia tidak akan perduli, apalagi di jebak oleh kata 'rahasia'. Dia melewati tentara bersenjata yang berdiri di depan pintu gedungnya.
Atik sigap, ditendangnya selangkangan sang penjaga sekuat-kuatnya. Atik tahu, jika pemilik perkebunan itu masuk ke dalam, maka tidak ada lagi kesempatannya! Dia harus bisa mengambil kesempatan ini dengan baik!
"Meneer Henri! Mener akan rugi jika tidak mengetahui rahasia Wulan!" Teriak Atik. Dia benar-benar mengerahkan segala kekuatannya. Ditekannya perut hingga dadanya agar bisa menyalurkan tenaga lebih, untuk keluar tenggorokannya.
"Dasar Nenek Keparat!"
Beberapa penjaga pribumi pun sangat kesal dengan Atik. Tidak cukup satu penjaga, keenam penjaga itu pun kelar dari pos penjagaan. Bahkan salah satu di antaranya, langsung menarik rambut Atik, memaksanya tiarap ke atas tanah dan menginjak punggungnya.
"Kamu mau mati, HAH?"
Atik tahu, tubuhnya yang renta itu tidak akan sanggup... Tenaganya tidak akan sebanding dengan kekuatan para penjaga-penjaga itu. Sejak masuk ke Desa Walangsari, Atik belajar melihat celah, dia berusaha memanfaatkan segala kesempatan... Kesempatannya memang selalu kecil, tetapi Atik mulai menguras banyak keuntungan dari hal kecil itu. Apakah kali ini, rencananya tidak berhasil?
"Kurang ajar Si tua bangka ini! Kita laporkan saja kepada Ki Sedan. Orang gila itu pasti senang mendapatkan sasaran untuk tinjunya!"
Atik menggugut. Dadanya sesak, dan tidak bisa bernapas lancar. Dengan susah payah, Atik berusaha menahan tubuhnya agar tidak tergencet kuat. Sisa tenaganya sangatlah percuma, Penjaga itu menumpukan pijakannya dengan lebih kuat... Bahkan... Atik bisa mendengar suara gemeretak tulang-tulangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Sang Penari
Storie d'amoreTerhimpit kemiskinan, kelaparan dan terluntang-lantung di jalanan... Atik memutuskan untuk bergabung sebagai tenaga kerja Rodi, di sebuah perkebunan milik Tuan berdarah Netherlands. Mereka pun harus pindah ke Desa Walangsari dan tinggal di barak pek...