Bab 26: Kabur

85 17 0
                                    

***

"Sri kabur? Kenapa bisa kabur, Ki Ali?" Nyi Popon kebingungan.

"Loh, bukannya tadi pagi anak itu bersemangat. Dia makan banyak sekali," Nyi Minah langsung merapikan kerudungnya.

"Kenapa Ki Ali tidak mengejarnya? Bagaimana kalau terjadi apa-apa, Ki?" Nyi Darsi tampak kesal dengan Ki Ali. Pria itu hanya berwajah santai sambil menyesap tembakau dari cangklongnya.

"Ayo, kita cari dia di barak!" Ucap Nyi Minah, dia sudah berdiri di depan teras.

"Sabar dulu. Apakah mungkin Sri kabur kembali ke barak? Tapi sepertinya Ni Atik belum kembali dari perkebunan." Nyi Jujun menarik tangan Nyi Popon kembali ke arah meja tengah rumah bedeng itu. "Kita tidak bisa sembarangan masuk ke dalam."

"Tidak usah khawatir, Aku yakin anak itu akan kembali! Dia pasti kembali karena ayam bakar!" Celetuk Nyi Naimah dengan santai.

"Duh, Gusti ... masa hanya karena ayam bakar, anak itu akan kembali?" Nyi Sinar menyahuti celetukan Nyi Naimah. "Sebenarnya ada apa, Ki? Apa yang menyebabkan Sri Kemuning sampai kabur?"

Ki Ali menopang kakinya. Dipandanginya satu per satu wajah penari di bawah perlindungannya itu. Wajah mereka siap siaga bak menyodorkan omelan panjang. "Aku sudah memberitahu Sri, tentang Hata... Ritual ketiga."

Keenam Penari Cadeau itu langsung bertatap-tatapan.

"Ya, pantas saja," desah Nyi Darsi. "Kenapa Ki Ali tidak memberitahukan ketika kalian sudah di rumah saja?"

"Aku saja tidak berani memberitahunya, sebelum dia lolos ritual kedua." Nyi Popon mengacak pinggangnya.

"Yah, Ki Ali memang selalu begitu. Tapi masih mending Sri, aku dulu tidak beritahu apa-apa... langsung main coblos saja. Untung tidak berdarah," omel Nyi Naimah.

Indung Ali tertawa. "Jadi kalian semua ini kompak untuk memarahiku?"

"Ya, Naon, Ki? Ki Ali pasti sudah tahu Desa Walangsari ini tidak aman. Ki Ali malah membuat Sri kabur!" Nyi Sinar pun menyahut dengan suara kesal.

"Aku yakin, dia akan kembali. Yang terpenting ketika bulan purnama, dia harus sudah melakukan ritual ketiga itu," ucap Indung Ali. "Jika tidak... Sri tidak akan lolos menjadi penari Cadeau."

"Ada apa? Naha anjeun ribut pisan? (Kenapa kalian ribut sekali?)"

Wulan mendekati rekan-rekannya yang sedang berkumpul di teras utama. Dia menggulung rambutnya yang terbungkus handuk putih.

"Ini, Nyi ... Sri kabur," jawab Nyi Jujun.

"Kabur?" Wulan sontak menggulingkan pandangannya ke arah Indung Ali. "Bukankah ... tadi pagi, Sri baru saja melabur sesajen, Ki?"

"Ya, begitu aku memberitahunya perihal Hata, dia benar-benar lari tunggang-langgang." Indung Ali tertawa, dia teringat ekspresi lucu wajah Sri.

"Naon anu lucu, Ki? (Apa yang lucu, Ki?)" Nyai Popon kesal mendengar tawa Indung Ali.

"Bagaimana aku tidak tertawa ... Pagi-pagi buta anak itu berteriak kegirangan, pagi dia makan satu ekor ayam bakar dengan kalap, lalu sekarang kabur."

"Naon? Kalau Sri tidak kembali bagaimana?" Wulan mengacak pinggang. Dia jelas resah kalau sampai terjadi apa-apa dengan Sri... Bisa-bisa rencananya hidup dengan Meneer Henri akan berantakan!

"Iya, iya Aku akan menyuruh orang-orang untuk mencarinya." Indung Ali berdiri sambil menghembuskan asap dari cangklong. "Sakit kepalaku diomeli Eneng-eneng ini!"

"Enya, Ki Ali kudu tanggung jawab!"

***

Sri merendahkan tubuhnya di sekitar semak-semak. Dia sedang mengendap-endap mencari jalan untuk menuju baraknya. Sri sadar keluar keliaran di siang hari, sangatlah tidak aman. Para Mandor dan tentara Walanda berlalu lalang di jalan lintas Desa Walangsari.

Hikayat Sang PenariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang