Chapter 10 - Sebuah Awal dari Reinkarnasi

8 1 0
                                    

--- [ Tahun 540A ] ---

Pada hari Minggu yang cerah di tahun 540A, tepat di pusat sebuah medan pertempuran yang luas dan mempesona, berdirilah seorang ksatria yang gagah perkasa. Batalion raksasa yang berkumpul di sekelilingnya terdiri dari lebih dari satu juta prajurit, masing-masing berbaris dengan penuh disiplin dan semangat yang membara. 

Ksatria itu, dengan baju zirahnya yang berkilauan di bawah sinar matahari, menaiki panggung tinggi yang memungkinkan suaranya terdengar jelas di seluruh medan perang. Dengan tekad yang kuat dan suara yang mengglegar, ia mulai menyemangati pasukannya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membawa api semangat dan keberanian yang menyebar bagaikan gelombang ke seluruh penjuru. Para komandan di setiap batalion mengikuti dengan penuh antusiasme, menyampaikan pesan sang ksatria kepada prajurit-prajurit mereka. 

Gemuruh suara mereka bergabung menjadi satu, menciptakan simfoni kebulatan tekad yang menggetarkan langit dan bumi, seolah-olah menggema di seluruh alam semesta. Para prajurit, dengan mata yang bersinar dan dada yang dipenuhi kebanggaan, bersiap untuk menghadapi pertempuran yang akan menentukan nasib mereka, dipersatukan oleh suara sang ksatria yang tak kenal takut.

"Para Prajurit pemberani...!! Kali ini kita akan berhadapan dengan makhluk yang sangat suka berbuat seenaknya...!!" ucap tegas ksatria itu, suaranya menggema di seluruh medan perang, membuat hati para prajuritnya bergetar dengan semangat.

"Para Iblis telah memberontak kembali...! Mereka tengah mengumpulkan kekuatan untuk merobohkan tembok pertahanan kita...!!" lanjutnya dengan tegas, suaranya semakin menggelora seperti badai yang tak terbendung. Para komandan di setiap batalion mengikuti dengan semangat yang sama, mengulangi kata-kata sang ksatria sehingga setiap prajurit bisa mendengarnya.

Para prajurit saling bertukar pandang, merasakan adrenalin yang mengalir deras dalam tubuh mereka. Mereka tahu bahwa pertempuran kali ini bukanlah pertempuran biasa. Ini adalah pertempuran untuk melindungi tanah air mereka, keluarga mereka, dan semua yang mereka cintai dari ancaman kegelapan yang tak kenal ampun.

"Namun ingatlah, kita bukan sekedar bertahan! Kita adalah penjaga cahaya, harapan yang takkan pernah padam! Kita akan maju, menembus kegelapan, dan mengembalikan kedamaian ke dunia ini!" teriak ksatria itu, tangannya terangkat tinggi dengan pedang yang berkilauan di bawah sinar matahari.

Sorak-sorai prajurit membahana, memecah keheningan. Mereka mengangkat senjata mereka, mengacungkannya ke udara, dan meneriakkan seruan perang yang menggetarkan hati. Setiap prajurit, dari yang termuda hingga yang paling berpengalaman, merasakan semangat dan tekad yang sama. Mereka adalah satu kesatuan, satu kekuatan yang tak terpecahkan.

"Kita akan melawan mereka dengan seluruh kekuatan kita! Kita akan tunjukkan bahwa keberanian dan kehormatan selalu menang atas kegelapan dan kekejian! Para prajurit, bersiaplah untuk kemenangan!"

Dengan aba-aba yang diberikan oleh sang ksatria, batalion raksasa itu mulai bergerak. Derap kaki mereka terdengar seperti gemuruh petir, mengguncang bumi di bawah mereka. Bendera-bendera berkibar, simbol-simbol keberanian dan persatuan melambai di udara.

Dan di tengah semua itu, sang ksatria, dengan mata yang penuh tekad dan wajah yang memancarkan keyakinan, memimpin pasukannya menuju pertempuran. Mereka adalah harapan terakhir dunia ini, dan mereka akan bertarung dengan seluruh jiwa dan raga mereka untuk memastikan bahwa harapan itu tidak akan pernah padam.

"Nona Nene anda benar benar luar biasa ..." ucap seorang asisten komandan itu.

"Itu untuk menggetarkan para prajurit ... aku harus tampil sempurna karena sudah di tunjuk sebagai komandan utama pasukan ini ..." ucap Komandan Nene.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang