Chapter 37 - Siapa Pria Misterius Tersebut

2 1 0
                                    

Dalam beberapa saat, kegelapan itu lenyap sepenuhnya dari tubuh Misha. Ratu yang sebelumnya hampir tak bisa bernapas, kini terengah-engah tapi stabil. Misha perlahan bangkit, meski tubuhnya masih gemetar, namun nyawanya terselamatkan.

Semua orang yang berada di ruangan terdiam. Para ksatria yang tadi sempat bersiap menyerang Haruto, kini berdiri terpaku, bingung dan terkejut atas apa yang baru saja mereka saksikan. Arthur menatap Haruto dengan sorot mata yang campur aduk—antara syukur dan keterkejutan yang mendalam.

Haruto, yang masih merasakan kekuatan baru mengalir dalam tubuhnya, berdiri perlahan. "Aku... aku berhasil," ucapnya lirih, seakan tak sepenuhnya percaya pada apa yang baru saja terjadi.

Mata Misha, yang kini penuh dengan kelembutan dan keletihan, bertemu dengan tatapan Haruto. "Terima kasih, Haruto... kau telah menyelamatkanku..." bisiknya, meski suaranya masih lemah.

Kegentingan di ruangan itu meningkat drastis. Tepat ketika Haruto berhasil menyelamatkan Ratu Misha dari serangan energi kegelapan, suasana kembali berubah. Tanpa peringatan, pria misterius yang sebelumnya diam seolah menunggu saat yang tepat, tiba-tiba melesat ke depan, gerakannya cepat seperti bayangan yang melesat melalui udara. Haruto, yang baru saja merasakan energi aneh yang mengalir dalam dirinya, langsung menyadari ancaman itu dan secara refleks mengaktifkan Percepatan Pikiran.

Waktu seolah melambat. Haruto dengan cepat memproses situasi, melihat ke arah pria itu yang mengarah langsung ke Hana—kakaknya. Matanya melebar saat ia menyadari pedang tajam di tangan pria tersebut, yang terangkat tinggi dan siap menebas Hana tanpa ampun.

Dalam sepersekian detik, Haruto sudah berada di depan kakaknya, berdiri sebagai perisai hidup. Percepatan Pikiran berakhir, waktu kembali normal, dan pria itu mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh.

Tuk!

Bunyinya tak terhindarkan, pedang itu menusuk dengan keras, menembus tubuh Haruto seolah menembus kertas. Mata Haruto melebar, mulutnya terbuka tanpa suara, dan rasa sakit yang luar biasa menjalar dari perutnya. Darah segar mengalir deras dari luka itu, mengotori lantai di bawahnya.

Hana, yang berdiri di belakangnya, terpaku dalam horor. Matanya terbuka lebar, menatap darah yang membasahi pakaian Haruto. "Ha-Haruto..." gumamnya, suaranya hampir tak keluar. Tangannya gemetar, mencoba meraih adiknya, tapi tubuhnya membeku, tak sanggup bergerak.

Pria itu menarik pedangnya dari tubuh Haruto, darah menyembur ke lantai. Haruto tersentak, namun dengan penuh tekad ia tetap berdiri, meski tubuhnya terasa seperti akan runtuh kapan saja. Dia berbalik sedikit, matanya bertemu dengan mata Hana, penuh dengan kekhawatiran yang tak terkatakan.

Di samping Hana, Maria yang biasanya bersikap dingin dan merendahkan Haruto, kini jatuh berlutut. Tubuhnya gemetar hebat, wajahnya pucat pasi. "Hana-sama... a-ayo... kita harus pergi! Cepat!" serunya dengan nada panik, meski kakinya sendiri tampak lumpuh ketakutan.

Hana tak bisa menggerakkan tubuhnya. "Ha-Haruto...," bisiknya, suaranya serak. Air mata mulai mengalir di pipinya, tak percaya apa yang baru saja dilihatnya.

"Larilah...," suara Haruto terdengar lemah, hampir tertelan oleh kesakitan yang ia rasakan. Namun, ketika darah semakin membasahi tubuhnya, suaranya berubah menjadi teriakan keras. "Larilah, Kak! Cepat lari... sekarang!"

Ratu Misha, yang baru saja turun dari podium di belakang, menutup mulutnya dengan tangan. Matanya penuh dengan kengerian dan rasa bersalah, menyadari bahwa Haruto yang baru saja menyelamatkannya kini berada dalam bahaya besar. Suasana di aula berubah menjadi chaos, orang-orang berlarian menyelamatkan diri, namun Ratu hanya bisa berdiri terpaku, menatap Haruto yang tengah berjuang.

Hana masih tak bisa bergerak, tubuhnya kaku seolah semua ototnya menolak untuk bereaksi. Pandangannya hanya tertuju pada luka yang terus mengeluarkan darah dari perut Haruto.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang