Chapter 94 - Pengkhianatan? Sepertinya Tidak

3 2 0
                                    

Pagi itu, di penginapan, seorang pria dengan pakaian rapi datang dan mengetuk meja resepsionis dengan sopan. Pemilik penginapan, seorang wanita paruh baya dengan wajah ramah, segera menghampiri pria itu.

"Anda mencari siapa, Tuan?" tanya pemilik penginapan.

"Saya mencari Tuan Hiyoshi Origawa. Ada urusan mendesak yang harus saya sampaikan," jawab pria itu dengan nada formal.

Pemilik penginapan mengangguk. "Tunggu sebentar," ucapnya sebelum berjalan menaiki tangga, mengetuk pintu kamar Hiyoshi, dan memanggilnya. "Tuan Hiyoshi, ada seseorang yang ingin bertemu Anda di bawah."

Hiyoshi turun dengan langkah ringan, namun rasa penasaran tergambar di wajahnya. Saat dia melihat pria itu, Hiyoshi menyapa dengan sopan. "Ada apa ya, Tuan?"

Pria itu membuka map di tangannya dan berkata, "Tuan Hiyoshi, saya membawa kabar baik. Rumah Anda sudah selesai dibangun."

Mata Hiyoshi melebar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "A- apa!? Rumahnya sudah jadi!? Bukankah katanya butuh setahun?" ucap Hiyoshi dengan ekspresi kaget dan bingung.

Pria itu tersenyum kecil sambil menyerahkan beberapa dokumen kepada Hiyoshi. "Benar, Tuan. Namun, konstruksi berjalan lebih cepat dari perkiraan kami. Ini dokumennya... dan ini kunci rumah Anda," jelas pria itu sambil menyerahkan sebuah kunci berlapis perak.

Hiyoshi masih tampak terkejut, memegang kunci tersebut dengan hati-hati. "Terima kasih... terima kasih banyak," jawabnya, suaranya masih mengandung nada tidak percaya.

"Jika ada pertanyaan atau keperluan lebih lanjut, Anda bisa menghubungi kami kapan saja, Tuan," tambah pria itu sambil membungkukkan badan sedikit sebagai tanda hormat.

Hiyoshi hanya mengangguk pelan, masih mencoba mencerna kabar baik yang tiba-tiba itu. "Ya... saya mengerti. Terima kasih lagi."

Pria itu pun pamit, meninggalkan Hiyoshi yang berdiri di depan meja resepsionis, sambil memandangi kunci rumah barunya dengan senyuman kecil yang mulai terbentuk di bibirnya.

"Haah, maaf, Bu... sepertinya kami harus pindah ke rumah baru kami," ucap Hiyoshi sambil menggaruk belakang kepalanya, sedikit canggung.

Pemilik penginapan, seorang wanita paruh baya yang selalu menyambut tamunya dengan senyum hangat, terlihat sedikit terkejut namun cepat menenangkan diri. "Kalau begitu, karena waktu tinggal kalian tersisa sekitar dua bulan, uang sewanya akan kami kem—"

Namun, Hiyoshi dengan cepat memotong ucapannya. "Tidak perlu, Bu. Uangnya untuk kalian saja... anggap saja sebagai ucapan terima kasih kami karena sudah menjamu kami dengan sangat baik. Aku jadi tidak enak jika harus meminta kembali."

Wanita itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk penuh pengertian. "Ah, terima kasih banyak, Tuan Hiyoshi... itu sangat berarti bagi kami," jawabnya dengan suara lembut yang mengandung rasa syukur. "Semoga harimu selalu menyenangkan dan rumah barumu membawa banyak kebahagiaan."

Hiyoshi tersenyum dan membalas dengan sopan, "Terima kasih, Bu. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti." kemudian Hiyoshi pun mengemas barang barangnya sebelum dia menuju ke rumah barunya.

Ketika mereka tiba di rumah barunya, Hiyoshi dan teman-temannya terkejut melihat bangunan megah yang berdiri di hadapan mereka. Rumah itu lebih menyerupai sebuah istana kecil dengan desain arsitektur yang indah. Di bagian belakang, hutan yang dulu lebat kini dibuka beberapa meter untuk memperluas halaman dan bangunan.

"Ah... jadi begini rasanya hidup sebagai bangsawan," gumam Hiyoshi dengan nada datar, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Tiba-tiba, Karin melihat seseorang mendekat dan berkata, "Eh, itu Lisa-sensei!"

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang