Chapter 25 - Di Panggil Ratu? Apa Aku Melakukan Kesalahan?

2 1 0
                                    

Di luar pintu Dungeon, matahari bersinar terang, menyinari tempat itu dengan kehangatan dan cerahnya sinar pagi. Tania dan yang lainnya keluar dari dungeon dengan perasaan senang, penuh dengan kelegaan setelah berhasil menyelesaikan misi mereka. Namun, kebahagiaan itu tidak sepenuhnya dirasakan oleh semua orang. Ada satu orang yang justru merasa mual ketika mereka keluar dari Dungeon.

Haruto yang sejak awal selalu menahan rasa mualnya kini merasa lebih parah. "Geh, entah kenapa aku malah mual ..." ucap Haruto dengan nada yang penuh ketidaknyamanan, sambil memegang perutnya.

Adelina yang berdiri di dekatnya, melihat kondisi Haruto dengan khawatir, "Haruto, kamu kok bisa mual itu loh ..." ucapnya dengan nada prihatin, mencoba memahami apa yang dialami oleh Haruto.

"Itu yang aku mau tahu ..." jawab Haruto dengan nada frustrasi. Ia mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti sejenak untuk menenangkan dirinya. "Gmuhh...," katanya terputus-putus, mencoba menelan ludah dengan susah payah, merasakan gelombang mual yang semakin kuat. "Sialan ... Laba-laba sialan ... karena kamu aku tidak terbiasa dengan udara luar ..." geram Haruto tanpa suara, matanya menatap tajam ke tanah.

["Dampak dari perubahan lingkungan yang signifikan ... lalu kurangnya oksigen dan kamu terlalu banyak menghirup asap, ditambah lagi berkat penciuman kamu yang semakin kuat ... hidung kamu itu setara dengan mata elang ... yang mana bisa mencium aroma sejauh puluhan meter ..."]

"Gmuhh ..." Haruto menggeram lagi, "Laba-laba sialan ..." geramnya tanpa suara, merasakan keputusasaan yang semakin dalam. "Sialan ...!!!" teriaknya akhirnya, meluapkan semua ketidaknyamanan dan kemarahannya pada situasi tersebut.

"Uh, sepertinya memang aku alergi udara pagi ..." ucap Haruto sambil memijat pelipisnya, mencoba meredakan mual yang masih terasa. Ia merasakan seolah-olah udara pagi ini terlalu segar dan tajam untuk dihirup setelah begitu lama berada di dalam dungeon.

"Hah? Apa maksudmu ...? Kamu mau jadi introvert lagi ....!?" ucap Adelina dengan nada tegas dan sedikit tidak percaya, memandang Haruto dengan mata yang sedikit menyipit. Adelina selalu khawatir Haruto akan menarik diri lagi setelah semua yang mereka lalui.

"Eh, bukan begitu ..." elak Haruto dengan cepat, mengangkat tangannya seolah-olah untuk menangkis tuduhan itu. "Maksudku, mungkin tubuhku hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri kembali," katanya mencoba menjelaskan dengan nada yang lebih tenang, meskipun masih terdengar sedikit lelah.

"Introvert itu apa ...?" tanya Celestina dengan mata yang berbinar penuh rasa ingin tahu, mengalihkan perhatian dari Haruto sejenak. Ia tampak penasaran dengan istilah yang baru saja disebutkan.

Adelina tersenyum dan menjelaskan dengan sabar, "Introvert adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang cenderung lebih fokus pada dunia dalam dirinya sendiri daripada dunia luar." Ia menjawab dengan tenang, berusaha memberikan penjelasan yang mudah dipahami.

"Introvert sering merasa lebih nyaman dan mendapatkan energi dari kegiatan yang dilakukan sendiri atau dalam kelompok kecil, dibandingkan dengan interaksi sosial yang besar dan ramai," lanjutnya, mencoba memberikan gambaran yang lebih jelas. Ia berharap penjelasan ini bisa membantu Celestina memahami lebih baik tentang sifat yang mungkin dimiliki oleh beberapa orang.

"Kamu dapat dari mana kalimat itu ...?" Haruto menatap Adelina dengan tatapan penuh tanya.

Namun, sebelum Adelina bisa menjawab, Tania yang sejak tadi memperhatikan percakapan ini dengan cermat akhirnya angkat bicara, "Hentikan bercandanya ... yang penting bagaimana mualmu, Haruto ...?" tanyanya dengan nada serius, mencoba mengembalikan fokus pada kondisi Haruto yang masih terlihat pucat.

"Sudah mendingan ..." balas Haruto sambil menghela napas panjang, merasa sedikit lega karena mualnya mulai berkurang. "Aku rasa aku hanya perlu beradaptasi sedikit lebih lama dengan udara luar," lanjutnya dengan suara yang lebih tenang, berharap teman-temannya tidak terlalu khawatir.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang