Chapter 41 - Apakah ini yang Dinamakan Cemburu?

3 1 0
                                    

Pada saat berada di sebuah goa untuk ekspedisi karena sesuatu, tiba tiba Haruto di jejak oleh salah satu pasukan. Haruto jatuh terperosok ke dalam jurang yang gelap tanpa dasar. Angin deras menerpa wajahnya saat dia terus meluncur ke bawah, suaranya bergema di dinding jurang yang seolah-olah tidak berujung.

"Waaaa...!" teriaknya, mencoba meraih sesuatu untuk menghentikan laju jatuhnya, namun tidak ada yang bisa dijangkau. Kegelapan semakin pekat, seolah menelan seluruh cahaya dan harapan. Haruto hanya bisa mendengar desiran angin dan detak jantungnya yang semakin cepat.

Namun Malam itu, Haruto terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Mimpi buruk yang baru saja dialaminya terasa begitu nyata, seolah-olah dia kembali berada di tengah-tengah pertarungan yang tak kunjung berakhir.

Haruto duduk di tempat tidurnya, mencoba menenangkan dirinya. "Lagi lagi mimpi itu ..." gumamnya pelan, masih terpengaruh oleh ketakutan yang menyerangnya.

["Kamu baik-baik saja?"] Ai, suara dalam pikirannya, segera bertanya, terdengar waspada.

"Ya, aku... hanya mimpi buruk," jawab Haruto, meskipun pikirannya masih terbayang akan mimpi yang membuatnya terbangun.

Haruto bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela, menatap keluar ke arah langit malam yang penuh bintang. Suasana yang tenang di luar begitu kontras dengan kekacauan yang baru saja dia alami dalam tidurnya.

["Mungkin ada sesuatu yang kamu khawatirkan? Atau mungkin pertarungan melawan Hell Spider membuatmu terlalu tegang?"] tanya Ai lagi.

"Aku tidak yakin... Tapi rasanya seperti ada sesuatu yang lebih besar dari ini. Sesuatu yang akan datang..." Haruto berbisik, hatinya diliputi firasat yang tidak enak.

Malam itu, dia tak bisa lagi memejamkan matanya dengan tenang. Firasat buruk terus membayangi pikirannya.

Kemudian keesokap paginya, Haruto menjalani harinya seperti biasa, tetapi pikirannya terus berkutat pada mimpi buruk yang ia alami tadi malam. Kelas yang biasanya terasa biasa saja kini terasa seakan berlalu dalam kabut. Saat gurunya menjelaskan materi di depan kelas, Haruto hanya setengah mendengarkan, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Apa maksud dari mimpi itu?" gumamnya pelan, matanya menatap kosong ke depan. Wajah Raja Arthur yang tersenyum aneh saat ia terperosok ke dalam jurang terus muncul dalam benaknya. Raja Arthur, seorang sosok yang selama ini ia hormati, tiba-tiba menjadi simbol pengkhianatan dalam mimpinya. "Apakah itu hanya mimpi, atau ada sesuatu yang lebih besar di balik ini?"

Selama istirahat, Haruto berjalan menuju taman sekolah, mencoba merenungkan apa yang telah terjadi. Cahaya pagi yang biasanya menenangkan terasa samar baginya, seperti dunia nyata yang tumpang tindih dengan mimpinya.

"Aku tidak ingat pernah melakukan sesuatu yang bisa membuat Arthur menjebakku," pikirnya. Tapi senyuman Raja Arthur dalam mimpi itu begitu nyata, begitu penuh arti, seolah mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar mimpi buruk biasa.

"Haruto-kun!" Sebuah suara yang ceria memecahkan lamunannya. Tania menghampirinya, wajahnya penuh dengan antusiasme. "Kau melamun lagi? Ada apa?"

Haruto terdiam sejenak, menatap Tania dengan tatapan ragu-ragu. "Tania, pernahkah kau merasa seperti mimpi burukmu mungkin bukan sekadar mimpi? Bahwa ada sesuatu di dunia nyata yang terhubung dengan mimpi itu?"

Tania tersenyum, meskipun sedikit bingung. "Tentu saja, mimpi bisa jadi refleksi dari apa yang kita alami atau pikirkan. Tapi... apa ini tentang mimpi buruk?"

Haruto mengangguk, namun dia belum yakin apakah ia harus menceritakan semuanya. Raja Arthur, seseorang yang penting dalam hidupnya, terlibat dalam mimpi itu. Apa mungkin mimpinya memberi petunjuk tentang masa depan atau... sebuah ancaman yang belum ia sadari?

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang