Chapter 35 - Penghalang Sihir dan Esensi Kuat

2 1 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu, dipenuhi dengan persiapan yang melelahkan. Haruto dan para murid lainnya sibuk mempersiapkan segala hal, mulai dari latihan fisik hingga merancang argumen-argumen kuat yang akan mereka ajukan dalam rapat besar nanti. Rasa tegang melingkupi suasana akademi, seolah-olah seluruh dunia sedang menahan napas menunggu keputusan penting yang akan dibuat.

Pada pagi hari ini, tepat pukul 7, perintah datang. Semua murid yang terlibat diinstruksikan untuk berkumpul dan bersiap menuju aula Kerajaan Taenia, tempat pertemuan penting itu akan berlangsung. Perjalanan ke sana memakan waktu satu pekan penuh, sebuah perjalanan panjang yang hanya menambah beban ketegangan mereka.

Hana, yang merupakan Ketua Komite sekaligus kakak Haruto, terlihat gelisah pagi itu. Dengan langkah cepat, dia menyisir aula akademi, matanya mencari-cari keberadaan adiknya. "Ke mana Haruto? Seharusnya dia sudah siap berangkat," gumam Hana, suaranya terdengar resah.

Maria, asisten barunya, mendekat dengan sikap tenang. "Tidak perlu mencarinya, Nona. Kita harus segera berangkat. Jika kita terus menunggu, kita akan terlambat, dan rapat besar ini tidak bisa menunggu," katanya dengan nada datar, seolah menahan ketidakpeduliannya pada Haruto.

Hana menghela napas, mencoba menenangkan diri, meskipun rasa khawatir masih membayangi pikirannya. "Kau benar, tapi tetap saja... Haruto biasanya tak pernah terlambat."

Di tempat lain, Haruto sedang berjalan bersama para pengawal Ratu. Mereka melangkah anggun melewati jalanan kerajaan, menuju kereta yang akan membawa mereka ke Kerajaan Taenia. Tiba-tiba, Ratu Misha yang anggun melirik ke arah Haruto dan memberikan isyarat agar dia ikut masuk ke dalam kereta bersamanya.

"Masuklah, Haruto. Kita akan berangkat bersama-sama," ucap Ratu Misha dengan senyuman lembut yang menyiratkan wibawa.

Tanpa ragu, Haruto mengikuti perintahnya dan melangkah masuk ke dalam kereta megah itu. Tak lama kemudian, Celestina dan Raja Arthur, suami Ratu, ikut bergabung di dalam kereta yang sama. Suasana kereta yang tadinya tenang kini dipenuhi dengan kehadiran para tokoh penting kerajaan.

Raja Arthur memandang Haruto dengan senyum ramah, suaranya berat tapi penuh keramahan. "Oh, jadi kamu ksatria pribadi istriku. Terima kasih karena sudah menjaga dia. Aku yakin dia cukup merepotkanmu," ucap Arthur dengan sedikit tawa, mencoba mencairkan suasana.

Misha, yang duduk di sampingnya, segera menyikut lengannya dengan tatapan tegas namun penuh kehangatan. "Sayang, apa yang kamu katakan!" ucapnya, meskipun jelas terlihat bahwa itu hanya canda kasih sayang antara mereka.

Haruto, merasa sedikit canggung tapi tetap menjaga sopan santun, mengelus kepalanya sambil tersenyum. "Ah, tidak kok, Yang Mulia. Ratu tidak pernah merepotkan saya. Tugas ini justru suatu kehormatan."

Setelah semua orang siap, rombongan kerajaan akhirnya berangkat. Kereta-kereta yang megah, ditarik oleh kuda-kuda perkasa, mulai melaju menuju Kerajaan Taenia. Hanya para bangsawan dan ksatria berpangkat tinggi yang ikut dalam perjalanan ini. Sementara itu, rakyat biasa diberi libur dan dipersilakan pulang ke rumah masing-masing, mengingat betapa pentingnya pertemuan ini. Suasana perjalanan terasa khidmat, dengan perasaan bahwa setiap orang yang terlibat tahu betapa genting situasi yang akan dihadapi di rapat besar nanti.

Di dalam kereta, meskipun suasana penuh wibawa, sesekali canda ringan antara Raja dan Ratu membuat perjalanan terasa lebih hangat, sementara Haruto duduk dengan tenang, merenungi apa yang akan terjadi setibanya di Taenia.

Sesampainya di Taenia, suasana awalnya terasa tenang. Namun, ketika kereta Raja memasuki penghalang sihir di pintu masuk kota, tiba-tiba terdengar suara peringatan keras yang menggema di seluruh penjuru. Suara itu merupakan tanda peringatan bahwa sesuatu yang melebihi kekuatan manusia telah terdeteksi.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang