Chapter 23 - Hell Spider dan Lava Spider

2 1 0
                                    

Suara gemeretak terdengar jelas di depan, mengisi udara dengan kengerian. Haruto dan timnya melangkah dengan sangat hati-hati, setiap langkah mereka terukur, berusaha tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Di balik kegelapan lorong, suara kunyahan tulang yang mengerikan semakin jelas, seakan makhluk itu sedang mengunyah benda keras dengan rakus.

"Oi... suara itu benar-benar menakutkan..." bisik Celestina, matanya membulat penuh ketakutan.

"Tuan putri, tolong tenang saja..." balas Claude dengan suara rendah namun mantap, "Ada Nona Tania di sini... jadi kekuatan tempur kita bisa diandalkan..." lanjutnya, berusaha menenangkan.

Namun, ketegangan tetap menggantung di udara. Haruto berhenti seketika ketika suara kunyahan itu tiba-tiba berhenti. Dengan cepat, dia memberi isyarat kepada timnya untuk merapat ke dinding, berharap tidak terdeteksi oleh makhluk itu. Nafas mereka tertahan, jantung berdegup kencang, setiap detik terasa seperti selamanya. Mereka tidak berani bergerak, bahkan suara napas mereka pun terasa terlalu keras di tengah keheningan yang mencekam.

Suasana semakin mencekam. Adrenalin mengalir deras di pembuluh darah mereka, menciptakan ketegangan yang hampir tak tertahankan. Mata mereka saling bertukar pandang, mencari kepastian dan keberanian di tengah kegelapan yang melingkupi. Suara langkah kecil terdengar, membuat mereka semakin waspada. Setiap detik terasa begitu lambat, seolah waktu berhenti, sementara bayangan kengerian terus menghantui mereka.

["Lava Spider... berbeda dari sebelumnya... mungkin ini baru saja berevolusi... tingkat bahaya C..."]

"Ini bercanda, kan...?"

Tiba-tiba, laba-laba itu nampak menjauh, memberikan mereka sedikit ruang untuk menarik napas lega. Mereka segera berkomunikasi, menyarankan untuk kembali ke permukaan. Namun, Tania memiliki ide lain.

"Kita harus menyusuri dungeon di lantai lebih tinggi lagi, lantai 1. Tetap di lantai dua terlalu berisiko," katanya dengan tegas.

"Akan tetapi, jika kita tetap ada di lantai kedua, maka kita tidak mendapatkan nilai tambahan itu..." ucap Adelina, penuh kekhawatiran.

"Yang dikatakan Nona Tania itu benar. Walaupun beliau adalah senior, tapi untuk level kelas C itu sangat berbahaya bagi kita," tambah Haruto, mencoba menjelaskan.

["Pendeteksi merasakan sebuah reaksi baru..."]

"Kau bisa memperjelasnya...?" ["Negatif, tidak bisa lebih jauh dari ini..."]

"Levelku terlalu rendah, ya..." Haruto menggerutu, merasa frustrasi.

["Lapor, jangan melihat atas..."]

Haruto terkejut, merasakan keanehan yang semakin menguat di sekitarnya. Dengan cepat, dia memberi instruksi kepada teman-temannya.

"Jangan melakukan gerakan tiba-tiba..." ucap Haruto dengan suara tegang.

"Ada apa...?" tanya Tania, matanya melirik cemas.

"Jangan menoleh ke atas. Kita jalan mundur sesuai aba-abaku... Ingat, jangan lakukan gerakan tiba-tiba yang bisa membuat dia marah..." Haruto memperingatkan, suaranya penuh ketegangan.

Mereka mulai bergerak mundur dengan hati-hati, mencoba mengikuti instruksi Haruto. Setiap langkah terasa seperti tantangan, dengan rasa takut yang semakin menguat. Kegelapan di atas mereka seolah memerangkap, bayangan kengerian yang tak terlihat siap menyerang kapan saja. 

Namun Adelina yang saat itu mundur, dia salah menginjak dan dia malah menginjak sebuah batu yang membuatnya tergelincir. Dia terjatuh dan membuat suara yang tiba tiba, "Kyaaah ...!!" ucapnya ketika Adelina terjatuh.

"Adelina ...!?" kejut Haruto.

Tiba tiba monster di atas mereka pun sadar jika mereka ada di sana. Monster itu pun turun dari langit langit dan menarget mereka. Celestina mundur selangkah dan meraih Adelina yang terjatuh, kemudian menggendongnya. Dengan aba aba cepat, Haruto memberikan aba aba untuk kabur dari sana secepat mungkin.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang