Chapter 61 - Berhadapan dengan Chimera

3 1 0
                                    

Setelah terlelap dari pertempuran panjang, Haruto terbangun dengan tubuh yang terasa lebih segar dari sebelumnya. Energi di dalam tubuhnya seolah-olah terisi penuh kembali. Dia merenggangkan otot-ototnya dan melihat ke arah horizon yang remang-remang, penuh dengan kabut yang menutupi jalanan berbatu yang harus ia lalui. Haruto pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya, berharap menemukan jalan keluar ke permukaan.

Namun, tak lama setelah dia melangkah maju, sebuah kehadiran mencekam terasa di sekelilingnya. Suara derap kaki berat dan napas menggelegak memenuhi udara. Dari balik bayang-bayang muncul sosok yang sangat dikenal dalam mimpi buruk setiap petualang.

"Chimera...," bisik Haruto, mulutnya mengering saat kata itu meluncur keluar.

Makhluk itu adalah campuran dari berbagai binatang mengerikan—kepala singa, ekor ular berbisa, dan sayap kelelawar yang besar. Tubuhnya dipenuhi duri dan sisik, matanya bersinar penuh kebencian. Haruto mengenal Chimera dari dunia lamanya, dari cerita-cerita fantasi yang sering ia baca. Tapi kali ini, Chimera bukan sekadar legenda.

"Ini buruk...," gumam Haruto dengan nada resah. "Kemampuan pembatuannya dan racun yang bisa melumpuhkan hanya dengan satu goresan... aku tidak akan punya kesempatan."

Pikirannya berputar cepat, mencari cara untuk menghindari pertempuran yang akan berujung pada kematian. Dengan gerakan cepat, ia melirik ke arah tebing curam di sebelahnya. Haruto tahu, melawan Chimera secara langsung bukanlah pilihan. Makhluk itu terlalu kuat, terlalu berbahaya.

Tanpa ragu, Haruto berlari menuju tebing, jantungnya berdebar-debar seiring suara langkah Chimera yang semakin mendekat. Dia meraih batu-batu yang licin, memanjat dengan sekuat tenaga, berharap Chimera tidak akan mampu mengikutinya ke atas.

Dari bawah, Chimera meraung marah, ekornya mencambuk udara, racunnya menetes dari taring tajam ular yang menggantung dari ekor. Tapi Haruto terus mendaki, keringat membasahi wajahnya, tangannya terasa licin, namun dia tak boleh berhenti. Dia tahu, satu kesalahan saja, dan dia akan jatuh ke mulut monster yang mengerikan itu.

Setelah perjuangan berat, akhirnya Haruto berhasil mencapai puncak tebing. Napasnya tersengal-sengal, dan kakinya gemetar karena tegang dan lelah. Dia menoleh ke bawah, melihat Chimera yang berputar-putar di bawahnya, masih mengeluarkan desisan marah, namun tak mampu mendaki tebing curam itu. Haruto tersenyum tipis, merasakan sedikit kemenangan.

"Huuft... syukurlah," ucap Haruto seraya menyeka keringat dari dahinya. "Kalau aku tetap di sana... pasti sekarang sudah jadi patung batu." Dalam benaknya, gambaran tubuhnya yang membeku dalam wujud batu masih menghantui, namun ia berusaha mengabaikan ketakutan itu.

Namun, saat ia melihat sekeliling, perasaan lega itu perlahan berubah menjadi kebingungan. Bentangan tanah di puncak tebing ini ternyata lebih sempit dari yang dia duga, dan tidak ada jalan turun yang aman. Tebing yang dia panjat ternyata buntu di puncaknya. Wajah Haruto berubah muram.

"Ini berarti... aku terjebak di sini?" gumamnya pelan. Dia menelan ludah, merasakan angin dingin menyapu wajahnya. Pikiran untuk kembali turun menemui Chimera sama sekali bukan pilihan.

Dengan hati-hati, Haruto berbalik, mencari jalan keluar. Dan di kejauhan, di antara bayangan dan batuan kasar, dia melihat sesuatu yang tampak seperti mulut gua. Sebuah celah gelap yang tersembunyi di sisi tebing, hampir tak terlihat. Haruto mengernyit, mencoba menimbang pilihannya.

"Haah... gua, ya?" Haruto bergumam. "Apa mungkin gua ini jalan keluar, atau... jebakan lain?" Suara batinnya penuh keraguan, tetapi di saat seperti ini, itu adalah satu-satunya pilihan yang tersisa. Dia mendekati pintu masuk gua itu perlahan, langkahnya hati-hati, seolah-olah bayangan di dalam gua itu mengawasinya.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang