Chapter 19 - Perasaan yang Akhirnya Tersampaikan

2 1 0
                                    

Tiga tahun pun berlalu dan kini Haruto lah yang akan pergi ke sekolah. Dia terpaksa harus meninggalkan kedua orang tuanya untuk sekolah di ibukota. Dia dijemput bersama Adelina yang pada beberapa hari lalu mereka berdua berjanji akan berangkat ke ibukota bersama.

"Aku berangkat, aku akan sering mengirim surat kepada kalian..." ucap Haruto sambil menahan tangis.

Kemudian Ellen pun memeluk Haruto dengan air mata mengalir ke pipinya. Gerald juga memeluk Haruto dengan erat. "Jaga dirimu, Haruto..." ucap Ellen sambil menangis.

"Jadilah anak baik di sana..." ucap Gerald dengan suara bergetar.

"Ayah... aku sudah 15 tahun, aku bukan anak-anak lagi..." ucap Haruto dengan tegas, meskipun hatinya terasa berat.

Kemudian Haruto berangkat ke akademi di ibukota bersama Adelina. Kedua orang tua Haruto melambai-lambaikan tangan saat kepergian Haruto, berharap yang terbaik untuk masa depan anak mereka. 

Meskipun perpisahan ini berat, mereka yakin bahwa Haruto akan tumbuh menjadi seseorang yang hebat dan membawa kebanggaan bagi keluarga. Haruto menengok ke belakang untuk terakhir kalinya, melihat wajah kedua orang tuanya yang penuh cinta dan harapan. Dia berjanji dalam hati bahwa dia tidak akan mengecewakan mereka.

Setelah sepekan akhirnya Haruto sampai ke akademi dan menyelesaikan pendaftaran. Setelah mendaftar, mereka diarahkan ke ruang ujian. Ruangan ujian dibedakan antara rakyat biasa dan bangsawan.

"Sampai nanti, Haruto... jika tidak diterima, aku tidak akan memaafkanmu loh..." ucap Adelina dengan nada bercanda namun serius.

"Aku akan berjuang..." ucap Haruto sambil tersenyum penuh semangat, dan di balas senyuman hangat dari Adelina.

Haruto memasuki ruang ujian yang diperuntukkan bagi rakyat biasa. Dia merasa gugup namun tekadnya kuat. Di dalam ruangan, Haruto melihat wajah-wajah penuh harapan dan kecemasan seperti dirinya. Ia mengambil tempat duduk dan menyiapkan dirinya untuk ujian yang akan menentukan masa depannya.

Ujian dimulai dengan soal-soal teori yang menguji pengetahuan umum dan keterampilan akademis. Haruto fokus pada setiap soal, mengingat semua pelajaran yang telah dipelajarinya dengan tekun. Waktu berjalan begitu cepat, namun Haruto berhasil menyelesaikan setiap bagian ujian dengan percaya diri.

Setelah bagian teori, peserta diarahkan ke lapangan untuk ujian praktik. Haruto harus menunjukkan keterampilan fisik dan kemampuannya dalam berbagai situasi yang telah dipersiapkan oleh para penguji. Ia memberikan yang terbaik dalam setiap tantangan, berusaha membuktikan bahwa dirinya layak diterima di akademi ini.

Setelah menyelesaikan ujian teori, Haruto dan para peserta lainnya diarahkan ke lapangan untuk ujian praktik sihir. Ujian ini akan menguji kemampuan mereka dalam merapalkan sihir, sebuah keterampilan yang sangat penting di akademi ini.

"Baiklah anak anak sekalian ... di sini kalian akan di uji dari kemampuan fisik dan sihir serta kemampuan kalian ..." ucap pengawas.

Haruto duduk di tepi lapangan, menyaksikan satu per satu peserta tampil dengan kekuatan sihir mereka. Anak-anak seumuran Haruto semuanya merapalkan sihir dengan hebat, mulai dari bola api dan lain sebagainya.

Peserta pertama, seorang anak bangsawan bernama Leon, maju dengan percaya diri. Dia merapalkan mantra, dan seketika, bola api besar muncul di tangannya. Bola api itu melesat ke udara, membentuk pola yang rumit sebelum akhirnya meledak dengan spektakuler. Penonton bersorak kagum, dan Leon kembali ke tempatnya dengan senyum puas di wajahnya.

Peserta berikutnya, seorang gadis bernama Elina, menunjukkan kemampuan manipulasi airnya. Dia mengangkat tangannya, dan air dari sebuah kolam kecil di dekatnya mulai membentuk berbagai bentuk yang indah dan kompleks. Air itu berubah menjadi naga air yang berkelok-kelok di udara sebelum akhirnya kembali ke kolam dengan anggun. Elina mendapatkan tepukan meriah dari penonton.

Dead or Alive in Second Life : RETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang