Tiba-tiba, angin malam berembus pelan, membawa aroma bunga yang mulai mekar di taman istana. Haruto berdiri kikuk di depan pintu, tubuhnya terasa lebih berat oleh keheningan yang menggantung di antara mereka. Misha, dengan senyum tipis yang tak lepas dari wajahnya, menatapnya seolah sedang memikirkan sesuatu yang tak terucap.
Misha tertawa kecil, matanya berbinar nakal. "Sepertinya kita akan sering menghabiskan malam-malam seperti ini bersama, ya?"
Haruto hanya bisa tersenyum kaku, wajahnya memerah kembali. "Y-ya... Kalau begitu, saya pamit dulu, Yang Mulia," ujarnya, berusaha menjaga sopan santun meski perasaan canggung tak bisa disembunyikan.
"Hah, kenapa malah kepikiran kata-kata itu sih..." gumam Haruto dengan nada kesal, menundukkan kepala sambil berjalan cepat kembali ke asrama laki-laki.
Begitu sampai di kamarnya, ia langsung melemparkan tubuhnya ke kasur tanpa berpikir panjang, membiarkan kasurnya menelan rasa lelah yang telah menumpuk. "Haaah, capek banget...!!" desahnya keras, mengusap wajah dengan kedua tangan. Mata Haruto terpejam sesaat, namun pikiran tentang Misha terus menghantui, mengusik di sela-sela keheningan kamar yang tiba-tiba terasa terlalu sempit.
"Ratu nih, dia malah mengatakan yang bikin aku malu ... apanya yang setiap malam, aku sama seperti pria murahan dong ..." ucapnya, "haaaah ...!!" teriaknya sekali lagi
Keesokan paginya, Haruto terbangun lebih awal, meskipun malam sebelumnya penuh tantangan. Dia menatap cermin, melihat bayangan kantung mata yang jelas di wajahnya. Setelah mandi dan sarapan cepat, ia bergegas menuju akademi. Di dekat pintu masuk, ia melihat Tania dan Celestina sedang berdiri, tampak menunggu sesuatu.
"Yo, selamat pagi," sapanya dengan semangat yang berusaha ditampilkan, meski kantung matanya jelas terlihat.
Tania segera memperhatikan. "Wah, Haruto... kantung matamu besar sekali. Apa kamu sudah cukup tidur?" tanyanya sambil mengusap pelan bawah mata Haruto dengan senyum prihatin.
Namun, tiba-tiba Adelina muncul, berlari dan dengan cepat menarik Haruto menjauh dari Tania. Wajahnya kesal, seolah tak mau berbagi perhatian. "Jangan sentuh-sentuh orang ini begitu saja!" tukas Adelina dengan nada tegas.
"Hah? Apa yang kamu bilang?! Mau coba rasakan tinjuku, ya?" sahut Tania, bersiap menantang.
Celestina, dengan sikap tenang seperti biasa, segera melangkah maju, meredakan ketegangan di antara keduanya. "Sudahlah, Tania. Kita harus ke ruang komite. Sampai jumpa lagi, Haruto-sama," ucapnya halus sambil menarik Tania pergi, meninggalkan Haruto yang hanya bisa menatap bingung.
"Ah, iya sampai nanti ..." balas Haruto.
Setelah percakapan yang sedikit menegangkan dengan Tania dan Celestina tadi, Haruto dan Adelina melanjutkan perjalanan mereka ke kelas. Tak lama setelah mereka tiba, Tania kembali memanggil Haruto, meminta bantuannya untuk pergi ke ruang komite.
"Kami butuh bantuan ksatria untuk mengawal Ketua Komite saat rapat besar sepekan lagi," jelas Tania. "Meskipun aku nggak punya wewenang, kalau kamu minta izin ke kaptenmu, mungkin bisa diberikan keringanan," lanjutnya dengan nada meyakinkan.
Haruto, penasaran, bertanya, "Senpai, rapat besar komite itu seperti apa, sih?"
Tania tersenyum kecil. "Ya seperti rapat biasa, tapi kali ini dihadiri Ratu dan Raja. Mereka akan membahas satu topik penting, terutama mengenai Hell Spider yang baru-baru ini muncul lagi," jelasnya.
"Eh, mereka muncul lagi?" Haruto terkejut.
"Ya, begitulah. Sekaligus, komite akan membentuk tim untuk membasmi mereka," jawab Tania serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead or Alive in Second Life : RE
FantasyBercerita tentang anak SMA biasa bernama Takumu Hiyoshi yang di reinkarnasikan sebagai World Order yang baru. Demi menjaga tatanan di sana, Takumu menyembunyikan identitasnya dengan Bereinkarnasi kembali menjadi anak dari kepala desa di wilayah Nord...