Dua bulan telah berlalu, dan waktu pengeksekusian Haruto akhirnya tiba. Selama dua bulan tersebut, Haruto diperlakukan dengan kejam—dipukuli, disiksa, dan dibiarkan dalam keadaan lemah tak berdaya. Tubuhnya kurus dan lemah, hampir kehilangan harapan, namun tekadnya untuk bertahan masih menyala meski kecil. Hari ini, ia diarak ke seluruh penjuru kota, diikat dan dijaga ketat oleh para ksatria. Di sisi Arthur, berjalan Lisa yang masih dirasuki oleh Celestine, pandangan matanya tajam dan dingin.
Warga kota berdesakan di jalanan, berbisik-bisik melihat siswa akademi yang kini dicap sebagai pengkhianat. Setiap langkah yang diambil Haruto terasa berat, tak hanya karena rasa sakit di tubuhnya, tetapi juga karena beban mental yang menghantui.
Celestine, melalui tubuh Lisa, berbisik dengan nada penuh kebencian. "Kalian membuang pelindung kalian sendiri... dasar tidak tahu diri..." gumamnya dengan nada sinis, hampir seperti mantra kutukan.
Arthur tidak menanggapi, matanya tetap lurus ke depan. Meski di luar ia tampak tegar, ada sesuatu yang mengganggunya di dalam hati, namun harga dirinya sebagai raja menutupi semua keraguan.
Ketika mereka mendekati istana, bukannya menuju tempat eksekusi seperti yang dijanjikan, Arthur mengulurkan tangannya dan melantunkan mantra teleportasi. Dalam sekejap, cahaya ungu menyelimuti mereka semua—Arthur, Haruto, Lisa yang dirasuki oleh Celestine, serta beberapa ksatria.
Saat cahaya teleportasi memudar, mereka tidak lagi berada di istana atau di tengah kota. Sebaliknya, mereka kini berada di sebuah tempat yang mengerikan—Great Labyrinth of Riorn, labirin kuno yang penuh dengan misteri dan bahaya mematikan. Udara di tempat itu dingin dan lembab, dinding-dindingnya menjulang tinggi dan berselimut kegelapan.
Haruto terhuyung saat Arthur dengan dinginnya melepaskan ikatannya. Dalam sekejap, tanpa peringatan, Arthur mendorong Haruto ke tepi jurang yang menganga di hadapan mereka, labirin di bawah tampak seperti lubang tanpa akhir yang kelam.
"Arthur, kau berlebihan...!" teriak Celestine dari dalam tubuh Lisa, matanya penuh kemarahan dan kebencian. Namun, Arthur tak menghiraukannya. Dengan satu gerakan cepat, dia menendang Haruto ke jurang.
Haruto terjatuh ke dalam kegelapan, angin mendesir di sekeliling tubuhnya saat dia terjun bebas. Rasa takut menyelubunginya, namun pikirannya terpecah antara kebingungan dan kepasrahan. Dia bisa merasakan jiwanya hampir pudar, tubuhnya yang lemah tak mampu melawan gravitasi.
Teriakan tertahan bergema di dalam dirinya. "Ini... ini akhirnya...?"
Namun, sebelum tubuhnya menghantam dasar yang tampak tak berujung, sebuah kekuatan tak terduga bangkit dari dalam dirinya. Sihir Voracity yang selalu ada di dalam tubuhnya berdenyut, menciptakan cahaya ungu samar yang membungkus tubuhnya. Perlahan, jatuhnya mulai melambat.
Stratum paling bawah labirin akhirnya menyambut Haruto, namun tubuhnya tidak hancur seperti yang ia bayangkan. Dia terhantam dengan keras, tapi masih bertahan hidup, napasnya tersengal-sengal. Kegelapan menyelimuti ruangan itu, hanya cahaya Voracity yang samar-samar menerangi sekelilingnya.
Haruto meringis kesakitan. "Jadi... begini caranya?" gumamnya pelan, penuh kepahitan.
Di atas, Arthur menatap jurang yang gelap dengan sikap dingin, sementara Celestine—melalui Lisa—memalingkan wajahnya, tak mampu menahan rasa jijik dan marah. Bagaimanapun, Haruto masih hidup, meski di kedalaman labirin yang mematikan ini, keselamatannya masih jauh dari pasti.
Celestine pun berteleportasi kembali ke istana, dia mencari Misha dan setelah bertemu akhirnya dia meminta satu hal. "Misha ...!" teriak Celestine.
Misha yang dikamarnya, mendengar suara Celestine langsung keluar. "A- ada apa Nona Celestine ...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead or Alive in Second Life : RE
FantasyBercerita tentang anak SMA biasa bernama Takumu Hiyoshi yang di reinkarnasikan sebagai World Order yang baru. Demi menjaga tatanan di sana, Takumu menyembunyikan identitasnya dengan Bereinkarnasi kembali menjadi anak dari kepala desa di wilayah Nord...