23. Fall in love?

234 11 0
                                    

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

Perempuan yang perlahan membuka matanya itu seketika juga dia kembali bernafas. Bangun dari posisinya, Dynne memegangi dadanya yang terasa kembali dapat merasakan oksigen. Menunduk Dynne yang mengingat kejadian semalam sembari masih mengatur nafasnya itu mengusap wajahnya.

Itu benar-benar membuatnya merasa sakit, Dynne yang menyingkirkan selimut kemudian duduk di sisi tempat tidur. Dia beranjak dan pergi masuk ke dalam kamar mandi, membasuh wajahnya. Dia melihat pantulan dirinya dalam cermin yang membuatnya kembali menunduk.

Menarik nafasnya dalam-dalam, Dynne berusaha untuk mengendalikan dirinya. Beralih dari hadapan bayangnya, Dynne kemudian membuka seluruh pakaiannya dan berakhir di bawah shower.

Beberapa saat kemudian, Dynne yang telah selesai itu kemudian beralih ke ruangan pakaiannya. Mengabaikan cermin, Dynne yang fokus memilih pakaian yang ada itu kemudian langsung memakainya saja.

Keluar dari ruangan pakaian, Dynne berjalan kembali menuju tempat tidur dan duduk di sana setelah dia mengambil ponselnya yang ada di agar nakas yang ada di sebelahnya. Membuka halaman pesan, Dynne melihat ada pesan dari Harvey. Tangan kanannya.

Davide berulah, kalau begini terus kita harus melakukan sesuatu.

Hanya membaca pesan tersebut, Dynne kemudian mematikan ponselnya dan menaruhnya kembali ke tempatnya. Menghela nafasnya, Dynne menyisir rambut panjangnya sebagai tanda kalau dia sedang banyak sekali pikiran.

Perhatian Dynne teralihkan, dia melihat pintu kamarnya itu terbuka dan menampilkan seorang perempuan yang tampak sedikit terkejut pada ekspresinya. Lilien menghampiri adiknya, dan tentu ingin langsung memastikan keadaannya.

"Dynne, kamu sudah merasa baik?" Tanya Lilien yang kemudian duduk di samping perempuan yang menggerai rambut panjang merah pekat khasnya.

Tidak langsung menjawab, Dynne terdiam selama beberapa saat. Pandangan yang rendah menatap ke arah depannya. Merasakan tangan yang menyentuh bahunya, Dynne kemudian mengangkat pandangannya.

"Kamu pasti bisa melawannya, jangan menjadi lemah seperti ini." Lilien kembali bersuara.

"Dynne, Daddy kembali untuk memperbaiki semuanya. Kamu menerimanya kan? Itu mungkin akan membantumu menghilangkan perasaan itu." Imbuhnya.

Dynne masih menutup mulutnya, tidak ada tanda kalau dia akan bersuara. Lilien menghela nafasnya samar, dia mengalihkan pandangannya dari adiknya yang sangat merasa sakit itu. Dia ingin membantu, tapi semuanya hanya dimengerti oleh Dynne saja dan Dynne sendiri yang dapat mengatasinya.

"Kita akan menjadi keluarga seperti dulu." Ucap Lilien.

Air mata Dynne seketika jatuh melewati pipi lembutnya, tatapan sendu membuatnya terlihat tidak seperti dirinya yang sebenarnya. Dynne merasa berantakan sekarang, dia sangat ingin merapikannya. Namun rasanya dia ingin merapikan pecahan kaca yang setiap kali dia menyentuhnya dia akan terluka.

Melihat Dynne yang kembali mengeluarkan air matanya, Lilien kemudian bergerak memeluk tubuh adiknya yang selalu menjadi fokusnya selama tragedi yang terjadi pada keluarga ini.

Tangannya tidak berhenti mengusap punggung Dynne dengan lembut. Lilien juga tidak berhenti membisikkan kata-kata yang mungkin akan membuat Dynne bangkit.

"Kita tidak bisa terus-terusan seperti ini, kita harus melawannya walau rasanya sakit." Ujar Lilien di tengah pelukannya.

Dynne menutup matanya, dia kemudian menarik nafasnya dalam-dalam dan menghentikan air matanya. Kata-kata yang diberikan Lilien benar-benar membuat langsung berpikir kalau dirinya bukanlah orang lemah yang akan terus-menerus mendapatkan hal seperti ini. Bertahun-tahun lamanya, Dynne tidak keluar dan mengembangkan dirinya untuk melawan.

BREAK UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang